Kepala Daerah Waspada, Berkeliaran KPK Gadungan

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo bersama Kapolda Jatim Irjen Pol Drs Anton Setiadji dan Deputi PIPM KPK Ranu Mihardja foto bersama usai rapat terbatas dengan Kepala Daerah se-Jatim di Gedung Grahadi.

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo bersama Kapolda Jatim Irjen Pol Drs Anton Setiadji dan Deputi PIPM KPK Ranu Mihardja foto bersama usai rapat terbatas dengan Kepala Daerah se-Jatim di Gedung Grahadi.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengingatkan kepala daerah untuk berhati-hati dan waspada terhadap modus penipuan yang dilakukan oknum, yang mengaku anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Modus penipuan ini sangat meresahkan karena tidak hanya menyasar bupati/wali kota tapi juga telah sampai ke tingkat kepala desa.
“Saya minta para bupati dan wali kota agar menyosialisasikan kasus KPK gadungan ini kepada jajaran pemerintahannya hingga tingkat desa,” kata Gubernur Soekarwo, usai memimpin Rapat Terbatas dengan Bupati/Wali Kota se-Jatim, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (4/11).
Sejak UU Desa diberlakukan dan setiap desa dapat dana desa, kata Gubernur Soekarwo, banyak oknum-oknum mengaku anggota KPK dengan menakut-nakuti terkait kasus korupsi. “Nah selama kita benar, justru oknum-oknum ini yang kemudian menghambat kinerja kita. Tak jarang mereka juga minta uang dan ini sangat merugikan,” ujarnya.
Pertemuan ini, lanjut Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo, merupakan sosialisasi kepada para Bupati/Wali Kota oleh Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari fungsi pengawasan di daerah.
“Karena Deputi PIPM ini background-nya dari kejaksaan, jadi beliau punya pengetahuan yang lengkap soal korupsi. Ditambah, akhir-akhir ini marak ada jaksa gadungan, polisi gadungan bahkan KPK gadungan. Sosialisasi ini agar masyarakat paham bahwa KPK tidak ada perjanjian serta memakai atribut lengkap, justru KPK gadungan ini yang mengaku-ngaku. Data yang masuk menyebutkan bahwa kasus ini sudah masuk ke 14 kab/kota di Jatim bahkan sampai ke desa-desa minta uang kepala desa dari dana desa,” paparnya.
Lebih lanjut, Pakde Karwo minta fungsi pengawasan di daerah untuk ditingkatkan lagi baik melalui inspektoratnya atau melalui pengendalian internal. “Surat dari KPK sudah saya teruskan ke Bupati/Walikota untuk kemudian ditindaklanjuti. Kami minta pengawasan dan pencegahan internal ini ditingkatkan,” katanya.
Sementara itu, Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Ranu Mihardja mengatakan, ada banyak pengaduan yang masuk dari seluruh Indonesia sepanjang 2016 terkait oknum yang mengatasnamakan KPK di daerah. Modus oknum ini melakukan penipuan hingga intimidasi kepada pejabat di daerah.
Beberapa modus yang mereka lakukan adalah mengaku mitra KPK dengan mencantumkan logo KPK di surat tugas, mencatut nama pejabat KPK, membuat surat perintah dan kop surat palsu, membuat kartu nama palsu dan menggunakan atribut seperti pakaian yang mencantumkan logo KPK.
“Saya ingatkan kepada pejabat di daerah agar berhati-hati, karena oknum KPK Gadungan ini biasanya membawa atribut lengkap. Tapi KPK yang asli justru tidak pernah menonjolkan atribut itu. Bila ada oknum tersebut, yang kemudian berujung memeras, meminta duit dan sebagainya, lebih baik kroscek dulu ke kami,” katanya.
Ranu menjelaskan, ada beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Diantaranya suap menyuap, ini biasanya dalam proses perijinan dan penyusunan anggaran. Kedua, perbuatan curang termasuk dalam proyek pengadaan. Ketiga, gratifikasi. Gratifikasi adalah suatu perbuatan menerima sesuatu terkait jabatan baik berupa barang atau hadiah.
Terkait gratifikasi, ia mengatakan pejabat boleh menerima sesuatu tapi dalam waktu 30 hari harus melaporkan pada KPK. Serta, menghalangi proses penyelidikan, dalam hal ini memberikan keterangan bohong dalam penyelidikan bisa masuk dalam tindak pidana korupsi. [iib]

Tags: