Kepala Sekolah Kompak Tentukan Sendiri Kelulusan

Kepala SMA/SMK se-Surabaya mengangkat tangan tanda setuju kelulusan diserahkan sepenuhnya menjadi wewenang sekolah  di sela-sela acara sosialisasi UN di SMKN 6 Surabaya, Senin (23/3).

Kepala SMA/SMK se-Surabaya mengangkat tangan tanda setuju kelulusan diserahkan sepenuhnya menjadi wewenang sekolah di sela-sela acara sosialisasi UN di SMKN 6 Surabaya, Senin (23/3).

Dindik Surabaya, Bhirawa
Sekolah-sekolah di Surabaya sudah sepakat, parameter kelulusan tidak akan ada lagi campur tangan dari pemerintah. Mereka sendiri yang akan menentukan persentase antara nilai rapor dan Ujian Sekolah (Usek) sebagai pertimbangan kelulusan siswa.
Kesepakatan ini muncul saat Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya meminta pendapat seluruh kepala SMA/SMK se-Surabaya terkait penentuan kelulusan siswa. Kepala sekolah pun kompak memilih kewenangan tersebut sebagai wewenang penuh satuan pendidikan. Beragam alasan saling menguatkan muncul dari kepala sekolah.
Seperti diungkapkan Kepala SMAN 2 Surabaya Kasnoko. Dia mengaku sudah menentukan parameter untuk kelulusan siswa di sekolahnya. Persentasenya ialah 60 persen nilai rapor dan 40 persen nilai Usek. Menurutnya, proses pembelajaran siswa paling lama ialah di sekolah. Selama proses itu, hasilnya tercermin dalam evaluasi tengah semesteran dan semesteran. Semua terekam dalam rapor siswa. Sedangkan Usek hanya butuh waktu seminggu.
“Rapor itu prosesnya lebih lama. Sedangkan ujian hanya seminggu. Jadi pantas kita memberi persentase lebih tinggi untuk rapor,” kata Kasnoko saat ditemui di sela-sela acara sosialisasi UN di SMKN 6 Surabaya, Senin (23/3).
Jika selama sekolah siswa memiliki prestasi bagus. Seharusnya saat Usek juga memiliki prestasi bagus.
Pendapat serupa juga diungkapkan Kepala SMAN 6 Surabaya Nurseno. Di sekolahnya bahkan posisi rapor akan lebih tinggi, yakni 70 persen. Sedangkan Usek hanya 30 persen. Hal ini tidak hanya untuk menghargai proses belajar peserta didik di sekolah, melainkan juga kerja keras guru selama lima semester mengajar.
“Tidak mungkin proses dari semester satu sampai semester lima ini dikalahkan hanya dalam waktu satu minggu dengan Usek,” kata Nurseno.
Nurseno tak membantah jika nanti akan ada kualitas lulusan yang berbeda antar sekolah. Karena setiap sekolah punya kebebasan untuk meluluskan atau tidak. Karena itu, hukum sosial yang akan berlaku di sini. “Biarkan masyarakat yang menilai kualitas sekolah itu dari lulusannya. Berapa banyak yang masuk PTN dan seberapa banyak yang sukses dengan karirnya,” yakin dia.
Keyakinan serupa juga ditunjukkan Kepala SMAN 9 Surabaya Sadeli. Dia menilai kelulusan bukan untuk melihat standardisasi pendidikan, melainkan untuk mengukur keberhasilan proses belajar. Sehingga sekolah pantas memiliki wewenang untuk meluluskan atau tidak siswanya. Meski demikian, dia mengaku belum menentukan persentase kelulusan dari nilai rapor dan Usek. “Ini baru ada kesepakatan. Nanti akan kita bicarakan dengan guru dan pimpinan sekolah,” tutur Sadeli.
Sementara itu, Kepala Dindik Surabaya Ikhsan menghargai seluruh keputusan kepala sekolah tersebut. Dia berharap kepercayaan pusat ini dijaga dengan sebaik-baiknya. Jika tidak, bisa jadi kebijakan semacam ini akan ditarik lagi di kemudian hari.
Ikhsan mengaku, pihak Dindik sudah berusaha membuat alat evaluasi yang terstandar dalam pelaksanaan Usek lalu. Hal ini dilakukan bersama Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Dindik Surabaya agar sekolah tidak sembarangan menyelenggarakan Usek dengan soal seadanya. “Kisi-kisi Usek sudah kita buatkan. Sekolah yang membuat butir soalnya. Jadi nilai Usek juga terukur,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, turut hadir Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha. Dia meminta agar Dindik ikut mengawasi proses penentuan kelulusan yang berlangsung di sekolah. Hal ini untuk menghindari bentuk kecurangan seperti jual beli kelulusan atau yang lain. “Kita mendukung penuh keputusan kepala sekolah. Tapi ini juga harus diawasi dengan baik,” pungkas dia. [tam]

Tags: