Kepemimpinan dalam Perspektif Islam

Moh Mahrus HasanOleh:
Moh. Mahrus Hasan
Mahasiswa Pasca Sarjana S3 IAIN Jember dan Pengurus PP. Nurul Ma’rifah Poncogati Bondowoso

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur non aktif DKI Jakarta, membuat heboh masyarakat akhir-akhir ini.Kehebohan ini bermula dari pernyataannya yang menyebut-nyebut Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 51. Dalam ayat ini, terdapat kataauliya’ yang bisa ditafsiri dengan pemimpin. Pernyataan Ahok tersebutdinilai sebagai penistaan agama yang berujung dengan ditetapkannya sebagai tersangka. Tulisan ini menyinggung tentang pemimpin dalam persektif Islam, bukan tentang penistaan agama.
Urgensi Kepemimpinan
Dalam Bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan sebagai al-ri’ayah, al-imarah, al-qiyadah, atau al-za’amah. Kata-kata tersebut memiliki satu makna sehingga disebut sinonim atau murodif, sehingga kita bisa mengunakan salah satu dari keempat kata tersebut untuk menerjemahkan kata kepemimpinan.
Dalam Islam, kepemimpinan begitu penting sehingga mendapatkan perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan untuk memiliki pimpinan, bahkan perkumpulan dalam jumlah yang kecil sekalipun. Nabi Muhammad, bersabda: “Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin.”(Mujamil Qomar: 2007).
Hadits tersebut menerangkan keharusan kepemimpinan dalam komunitas kecil. Dalam skala yang lebih besar-semisalkomunitas kabupaten, propinsi, bahkan negara sekalipun-tentunya perihal kepemimpinanakan lebih krusial dan urgen.
Ada beberapa istilah yang merujuk pada pemimpin dalam Islam, yakni: Pertama, khalifah. Kata khalifah berakar dari kata yang pada mulanya berarti di belakang. Dari sini kata tersebut seringkali diartikan pengganti, karena yang menggantikan selalu atau datang di belakang/sesudah yang digantikannya.
Dari satu sisi kata ini menegaskan kedudukan pemimpin yang hendaknya berada di belakang, untuk mengawasi dan membimbing yang dipimpinnya bagaikan pengembala. Tujuan pengawasan dan bimbingan itu adalah memelihara serta mengantar gembalaannya menuju arah dan tujuan penciptaannya..
Kedua, pemimpin dapat pula disebut imam. Kata imam berakar dari huruf hamzah dan mim, kedua huruf tersebut mempunyai banyak arti, diantaranya ialah pokok, tempat kembali, jamaah, waktu, dan maksud. Para ulama mendefinisikan kata imam itu sebagai setiap orang yang dapat diikuti dan ditampilkan ke depan dalam berbagai permasalahan. (Mardiyah: 2015)
Kata imam, terambil dari kata amma-yaummu, dalam arti menuju, menumpu, dan meneladani. Ibu, dinamai umm karena anak selalu menuju kepadanya; depan dinamai amam karena mata tertuju kepadanya sebab ia berada di depan. Seorang imam dalam sholat adalah dia yang diteladani gerak geriknya oleh para makmum, sedang imam dalam arti pemimpin (secara umum) adalah yang diteladani oleh masyarakatnya sekaligus selalu di depan.
Dengan demikian, seorang pemimpin bukan saja harus mampu menunjukkan jalan meraih cita-cita masyarakatnya, tetapi juga yang dapat mengantar mereka ke pintu gerbang kebahagiaan; seorang pemimpin tidak sekedar menunjukkan, tetapi juga memberi contoh aktualisasi, sama halnya dengan imam dalam sholat memberi contoh agar diteladani oleh makmumnya.
Dengan kedua kata tersebut (khalifah dan imam), tergambar ciri seorang pemimpin. Sekali di depan menjadi panutan, Ing Ngarso Sung Tulodo, dan pada kali lain di belakang untuk mendorong sekaligus menuntun ke arah yang dituju oleh yang dipimpinnya, Tut Wuri Handayani.
Dan ketiga, amir/ulul amri.Kata amir menggunakan patron kata yang dapat berarti subyek dan juga obyek. Ini berarti amir/pemimpin dalam kedudukannya sebagai subyek adalah pemilik wewenang memerintah, sedangkan dalam kedudukannya sebagai obyek, maka dia adalah yang diperintah, dalam hal ini oleh siapa yang dipimpinnya. Ini mengisyaratkan bahwa amir, tidak boleh bertindak sewenang-wenang, tetapi harus memperhatikan “perintah”, yakni kehendak dan aspirasi siapa yang dipimpinnya. (M. Quraish Shihab: 2006).
Dengan dwimakna kata amir ini dapat dipahami bahwa seorang pemimpin tidak saja bisa danpandai memerintah, tetapi juga harus mau diperintah dengan merealisasikan aspirasi dan melayani kepentingan rakyatnya. Islam mengajarkan,”Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”
Konsep Kepemimpinan dalam Islam
Ada tiga pendekatan untuk memahami dasar konseptual kepemimpinan Islam, yakni:Pertama, pendekatan normatif yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits. Keduanya merupakan amanat utama Nabi Muhammad-bahkan disampaikannya pada detik-detik kewafatannya-kepada umatnya untuk terus dipegangteguhkan. Nabi menjamin umatnya tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya.
Kedua, pendekatan historis. Al-Qur’an begitu kaya dengan kisah-kisah umat masa lalu sebagai pelajaran dan bahan renungan bagi umat yang akan datang. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an, Hadits, sirah nabawiyah, sirah shahabah telah memuat pesan-pesan moral yang tidak ternilai harganya.
Dan ketiga, pendekatan teoritik. Ideologi Islam adalah ideologi yang terbuka. Walaupun dasar-dasar konseptual yang ada dalam bangunan ideologi Islam sendiri sudah sempurna, namun Islam tidak menutup kesempatan mengomuniksikan ide-ide dan pemikiran-pemikiran dari luar Islam, selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.(Veithzal Rivai Zainal, dkk: 2014)
Selanjutnya, untuk mencapai kesuksesan dalam melaksanakan tugas, maka seorang pemimpin dituntut memiliki sifat-sifat ideal yang bervariasi. Ali Muhammad Taufiq-dalam Mujamil Qomar: 2007-menjelaskanmacam-macam sifat kondusif yang harus dimiliki pemimpin, antara lain:Pertama, konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu (QS. Shad: 26).Kedua, menertibkan semua urusan dan membulatkan tekad untuk bertawakal kepada Allah (QS. Ali Imron: 159).Ketiga, bermuamalah dengan lembut dan kasih sayang terhadap bawahannya (QS. Ali Imron: 159). Dan keempat, bersedia mendengar nasihat dan tidak sombong karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh. (QS. al-Baqarah: 206)
Demikianlah, Islam mengatur kepemimpinan sedemikian rupa untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat-rakyatnya, bukan berprinsip pada “Right or Wrong is My Country”. Semoga berkah!

                                                                                                                         ———– *** ————

Rate this article!
Tags: