Kepentingan Publik dalam Migrasi TV Digital

Oleh :
Wahyu Kuncoro
Dosen Jurnalistik dan Kehumasan Universitas Bhayangkara (Ubhara), Surabaya.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mau tidak mau harus melakukan percepatan analog switch off (ASO) atau penghentian siaran TV analog. Undang-Undang Cipta Kerja dalam ayat 2 pasal 60A menyebut migrasi penyiaran televisi analog ke teknologi digital dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya UU tersebut. Tidak ada pilihan bagi Kementerian Kominfo untuk menunda lagi proses digitalisasi siaran TV. Imbasnya, Kementerian Kominfo dituntut melakukan sosialisasi dan mempersiapkan langkah-langkah migrasi ini agar amanah Undang Undang Ciptakerja tentang penghentian Siaran Analog sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Kalau melihat petunjuk teknis implementasi migrasi siaran televisi teresterial dari analog ke digital yang diatur melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran, Kementerianb Kominfo memang tidak punya waktu banyak. Proses migrasi ini dilakukan secara bertahap. Tahap awal bakal terlaksana mulai 17 Agustus 2021, kemudian tahap kedua ada pada bulan Desember 2021. Lalu tahap ketiga paling lambat 31 Maret 2022, selanjutnya direncanakan berlangsung 17 Agustus 2022 dan tahap terakhir berlangsung pada 2 November 2022.

Sebelumnya, kalau berdasar roadmap yang disusun Kementerian Kominfo, harusnya migrasi televisi analog ke digital dilakukan pada tahun 2018 lalu, Namun, hal itu urung terlaksana karena UU Penyiaran Nomor 32/2002 masih bersifat analog dan broadcast. Sekarang inilah momentum itu harus dilakukan kalau tidak ingin terlalu ketinggalan dengan negara-negara lain di dunia.

Kepentingan Publik

Migrasi televisi analog ke digital sesungguhnya adalah keniscayaan. Teknologi informasi sudah sedemikian berkembang, sementara pada wilayah lain, masyarakat luas tentu juga sangat mendambakan tayangan dengan kualitas lebih bagus. Terlepas bahwa migrasi dari siaran analog ke digital ini sebagai perintah Undang Undang, harus dipahami langkah ini sejatinya juga dilandasi oleh keinginan pemerintah untuk menjawab kepentingan publik, yang di antaranya adalah :

Pertama, bahwa dengan digitalisasi siaran TV, maka membuka peluang untuk menata ulang frekuensi 700MHz, yang digunakan siaran televisi teresterial analog, untuk kemudian digunakan untuk mengembangkan internet berkecepatan tinggi.

Secara teknis, karakteristik pita frekuensi 700MHz itu akan memberikan jangkauan lebih baik dan dimanfaatkan untuk penyediaan layanan lain terutama untuk layanan publik dan layanan internet cepat. Negara-negara di dunia telah memanfaatkan hasil efisiensi spektrum frekuensi yang dihasilkan dari digitalisasi penyiaran televisi untuk meningkatkan akses internet kecepatan tinggi.

Kedua, bahwa melalui digitalisasi ini dipastikan akan menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal. Sadar atau tidak, selama ini masyarakat dirugikan akibat kualitas tayangan tidak sesuai dengan perangkat teknologi mutakhir. Artinya, kemajuan teknologi televisi tidak diimbangi oleh kualitas tayangan siarannya.

Sebagai catatan, data dari Nielsen, 69% masyarakat Indonesia masih menonton televisi lewat sistem terestrial (free-to-air) dengan teknologi analog. Ini adalah sebuah ironi, di mana masyarakat sudah memiliki Smart TV atau perangkat televisi pintar namun belum sepenuhnya dapat memanfaatkan siaran digital.

Ketiga, mempertimbangkan kepentingan industri penyiaran. Disrupsi teknologi menuntut para pelaku industri di sektor ini untuk menyesuaikan pola bisnisnya agar sejalan dengan perkembangan era digital. Hal ini sangat penting untuk menjaga keberlangsungan usaha para pelaku bisnis dan investor bidang penyiaran.

Digitalisasi televisi secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dalam industri penyiaran di Tanah Air. Lantaran itu kalangan pengusaha dan investor di sektor industri penyiaran dituntut membangun sinergi untuk mendukung suksesnya penyelenggaraan ASO (analog switch off) menuju televisi digital Indonesia.

Menjaga Wilayah Perbatasan

Bahwa hadirnya siaran digital akan memungkinkan menjangkau wilayah perbatasan yang selama ini sering terisolir informasi. Hal ini untuk menjaga nilai dan rasa nasionalisme masyarakat di wilayah tersebut. Daerah pebatasan adalah beranda kita. Jadi harusnya tidak boleh terisolir karena sebagai beranda. Dulu lembaga penyiaran tidak bisa tersiar higga ke sana. Sehingga ada beberapa daerah yang menonton siaran dari luar negeri. Artinya, sosialisasi dari negara untuk nation ini dianggap kurang. Dengan demikian, kebijakan penyiaran digital akan dapat menanggulangi minimnya informasi dari dalam negeri yang ada di masyarakat perbatasan.

Upaya ini dapat juga meminimalisir banjirnya informasi dari luar negeri yang dapat memengaruhi tatanan kehidupan masyarakat di perbatasan. Ini untuk menjaga bangsa Indonesia dari pengaruh asing. Menjaga negeri ini tidak hanya pada tatanan ekonomi dan pertahanan saja, tapi juga menjaganya dalam tataran budaya.

Kebutuhan akses informasi bagi wilayah di perbatasan menjadi penting karena daerah-daerah ini masih dibaluti banyak masalah diantaranya keamanan dan juga kesejahteraan. Hal ini makin diperparah dengan banyaknya informasi dan siaran asing yang masuk di wilayah tersebut. Siaran negara tetangga berpotensi akan akan memudarkan identitas nasional dan juga rasa nasionalisme sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Karena itu, dalam konteks penumbuhan nasionalisme maka penyiaran di perbatasan mempunyai peran yang amat strategis dan untuk itu penyiaran di kawasan perbatasan perlu ditangani secara sunggu-sunguh, secara holistic mengingat ini dengan situasi menciptakan keamanan di wilayah perbatasan negara. Ini tidak hanya soal kenyamanan menonton tapi juga keamanan di wilayah perbatasan negara.

Aspek Konten Siaran TV

Bahwa program migrasi dari analog ke digital harus juga disempurnakan dengan memberi perhatian pada aspek pengembangan konten. Keluhan publik terhadap kualitas tayangan TV sesungguhnya sudah sering diungkapkan, namun publik tidak mampu berbuat banyak. Imbasnya, mau tidak mau pemirsa harus menikmati suguhan hiburan yang tidak saja mencerdaskan anak bangsa tetapi justru sering meracuni. Tayangan-tayangan sinetron yang mengharu biru dan menina bobokan atau tayangan infotainment yang sarat dengan gosip menjadi menu yang menghiasai layar televisi analog kita.

Lantaran itu, momentum migrasi ke TV digital ini sesungguhnya juga membuka ruang bagi industri industri kreatif penyiaran untuk menghasilkan karya-karya yangt bermutu. Kita tentu juga berharap agar konten – konten yang dihasilkan nanti tetap memperhatikan keberagaman, lokalitas dan edukasi. Keberagaman sangat terkait dengan kekayaan budaya lokal bangsa Indonesia. Hadirnya TV digital akan memperkuat persaudaraan Indonesia melalui penghargaan terhadap perbedaan budaya bangsa. TV digital juga harus mendukung peningkatan kualitas pendidikan khususnya terkait perlindungan anak dan remaja.

Dalam upaya membuka ruang hadirnya konten konten yang berkualitas, maka pemerintah juga harus menaruh perhatian khusus bagi televisi lokal dalam proses migrasi analog ke digital. Sebab, televisi lokal akan diminati jika konten dan kualitas gambarnya bagus. Artinya, TV lokal harus tetap jadi perhatian dan mendapat porsi dalam migrasi ke digital.

Kita juga berharap industri penyiaran lokal juga tumbuh sehingga berbagai kearifan lokal yang dikemas dalam tayangan-tayangan hiburan yang mendidik akan semakin sering kita dapatkan. Dengan demikian, digitalisasi menjadi salah satu kesempatan untuk memberikan tayangan siaran yang menjawab kebutuhan masyarakat.

Sungguh perlu disadari digitalisasi penyiaran merupakan kebijakan untuk kepentingan seluruh ekosistem, kepentingan strategis bangsa, kepentingan masyarakat. Mari bersama-sama kita manfaatkan momentum ini untuk mendukung percepatan digitalisasi televisi, demi kepentingan masyarakat luas, kepentingan pelaku industri penyiaran, kepentingan seluruh ekosistem penyiaran, maupun kepentingan nasional yang lebih besar.

—— *** ——-

Tags: