Kepsek dan Waka Dicopot, Kadindik Disanksi

Foto: ilustrasi

Bullying di SMPN 16 Malang
Kota Malang, Bhirawa
Kasus perundungan, yang mengakibatkan koban kehilangan dua ruas jari tengahnya, Kepala Sekolah SMPN 16 Malang akhirnya dicopot. Wali Kota Malang H. Sutiaji, menegaskan
Punishment dari internal sudah di lakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) secara berjenjang.
Dalam pemeriksaan tersebut, Kepala Sekolah (Kepsek) dan Wakil Kepala Sekolah (Waka) dinilai lalai dalam melakukan pengawasan terhadap siswanya. Sehingga, sesuai aturan yang tertera, keduanya mendapatkan sanksi tegas.
Kepsek dan Waka dinilai melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan satuan pendidikan.
Kemudian, juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Kepala Sekolah dan Wakil Kepala SMP.16 dibebas tugaskan. Kami berikan sanksi itu setelah melihat berbagai pertimbangan yang ada,” jelasnya, Senin (10/2) kemarin.
Tak menutup kemungkinan, guru agama dan konselor juga akan diberikan sanksi serupa karena tidak mampu menjalankan tugasnya,. Saat ini, pihaknya pihaknya masih memberikan peringatan. Sanksinya seperti apa, masih akan dilihat lebih lanjut.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik), Zubaidah, pihaknya juga memberikan sanksi khusus. “Pelanggarannya karena yang bersangkutan membuat statement yang ceroboh. Sebab, informasi yang didapat dari sekolah tidak dianalisa lebih dulu dan membuat situasi rancu,” beber Wali Kota yang juga ustadznya.
Sutiaji mengenaskan, Zubaidah akan diberi hukuman khusus. “Kami beri waktu enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya,” kata dia.
Terkait rangkaian pemeriksaan kepolisian, pihaknya meminta untuk memberikan keterangan terbuka dan tidak ditutup-tutupi. “Kami menyerahkan seluruh proses hukun kepada kepolisian,” tandas dia.
Sutiaji akan memperketat pengawasan di sekolah. Selain terjun ke lapangan, pihaknya juga akan memasang kamera pengintai (CCTV) di setiap sudut sekolah. “Selain di kelas, beberapa tempat yang perlu monitoring. Hal ini untuk membantu pengawasan di sekolah selama 24 jam,” papar dia.
Lebih lanjut, ia menguraikan, agar kejadian serupa tidak terulang, pihaknya akan terjun ke lapangan untuk berinteraksi secara langsung dengan Kepala Sekolah, guru dan Komite Sekolah. “Hal ini kami lakukan secara intens. Agar kita tahu bagaimana interaksi sekolah dan orangtua untuk jaminan sekolah anak,” papar dia.
Bahkan, jika diperlukan, akan ada aturan khusus yang mengatur terkait mekanisme komplain yang dilakukan orang tua. “Agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tandas dia.
Praktisi Hukum Universitas Brawijaya Prija Djatmika menilai, ada unsur penganiayaan berat yang terjadi. Apalagi sampai menyebabkan korban kehilangan dua ruas jari tengah tangan kanannya.
Kalau secara hukum memang penyelesaianya melalui jalur pidana. Namun, kalau semisal ada mediasi tentu semua bergantung pada kedua pihak yang terlibat. “Kalau mau mediasi tentu semua bergantung kepada kedua belah pihak. Tetapi, kalau untuk pasal yang bisa dikenakan tentu 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat. Ancaman hukumanya 7 tahun penjara,” terang Prija.
Sementara itu, sebelum mencuatnya kasus ini, pihak sekolah memberikan keterangan bahwa kejadian tersebut hanyalah guyonan semata. Malahan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang sempat menyebut bahwa jari tangan korban terjepit gesper.
Tetapi pihak kepolisian menemukan fakta lain. Dari pemeriksaan saksi-saksi, tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa kejadian yang dialami korban lantaran terjepit gesper. “Untuk yang ini bisa jadi kasus tersendiri. Sebab, ada upaya menutupi apa yang sebenarnya terjadi,”papar Prija. [mut]

Tags: