Kerja Keras Perajin Batik Probolinggo Sembuh dari Dampak Pandemi

Pengrajin batik di kabupaten Probolinggo terus berinovasi. Akibat pandemi Covid-19, produksinya merosot tajam. Kini mereka mulai menjual secara online dan hasilnya pesanana mulai datang. [wiwit agus pribadi]

Minim Pesanan Selama Pandemi, Mulai Terima Orderan Setelah Promosi Via Online
Kab Probolinggo, Bhirawa
Para perajin batik di Kabupaten Probolinggo sampai saat ini masih minim pesanan. Minimnya pesanan tersebut utamanya pada pesanan untuk sekolah. Untuk menyiasati omzetnya, para perajin menjual hasil produksinya via online. Hal tersebut cukup membantu guna terus melanjutkan bisnis batiknya.
Contohnya seperti yang dilakukan Mahrus Ali, salah satu perajin batik di Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan. Saat ini pesanan batik sekolah di tempat produksi batiknya masih minim. Hanya ada satu lembaga pendidikan yang memesan. “Mungkin karena pandemi Covid-19 ini. Jadi sekolah-sekolah kan masih belum masuk,” ujarnya, Minggu (28/3).
Pria yang juga Ketua Asosiasi Perajin Batik, Bordir dan Asesoris (APBBA) Kabupaten Probolinggo menyebutkan, dia memiliki 35 karyawan yang bekerja di tempat produksi batiknya. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan membayar para pekerjanya tersebut, ia tidak hanya menunggu dari pesanan sekolah-sekolahan.
“Saat ini perajin batik juga mulai menjual barangnya via online. Lumayan hasilnya bisa mencukupi untuk membayar karyawan yang bekerja,” katanya.
Ia menyebutkan, pada pemasaran onlinenya sendiri, per Januari-Februari, ia telah mendapatkan 100 lebih pesanan. Untuk pesanan batik tulis misalnya, dia telah mendapatkan pesanan 100 lebih lembar kain. Sedangkan untuk pesanan menggunakan pewarna alami lebih dari 30 lembar.
Meski omzet perajin mulai merangkak kembali, Mahrus sapaan akrabnya, berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir. “Benar sudah mulai ada pesanan lagi. Namun tidak seperti biasanya, yang bisa sampai 2.000 lembar pesanan kami dapatkan,” ujarnya.
Batik tulis mulai menggeliat di Kabupaten Probolinggo sejak dasawarsa lalu. Motif terus dikembangkan sesuai dengan kekayaan budaya dan alam ranah Rengganis. Batik dengan ciri khas pendalungan (campuran Jawa-Madura) yang menjadi andalan cukup laris manis di pasaran.
Pandemi korona menerjang Indonesia, termasuk Kabupaten Probolinggo, pada awal 2020 membuat kondisi berbeda. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan di sejumlah daerah, berimbas pada pelemahan ekonomi. Akibatnya, industri kerajinan batik yang mulai tumbuh kolaps. Perajin terancam gulung tikar.
“Order batik anjlok, saya dan teman-teman yang tergabung dalam asosiasi merasakan dampak pandemi ini. Dua bulan awal pandemi, tak ada satupun order yang masuk,” tutur Mahrus Ali selaku Asosiasi Pengrajin Batik, Bordir dan Asesoris (APBBA) Kabupaten Probolinggo.
Perajin batik pun banting stir dengan membuat masker batik. Selain mendukung kebijakan Satgas Covid-19 Kabupaten Probolinggo dengan program sejuta masker, juga sebagai salah satu kiat untuk eksis. Agar tetap ada pendapatan dan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PKH) karyawan.
Namun, upaya itu dirasa tak cukup. “Kami gencar melakukan promosi lewat online. Memanfaatkan akun-akun media sosial, termasuk menggelar give away bagi mereka yang menggunakan batik Probolinggo. Cara ini, sangat efektif untuk menggaet pelanggan-pelanggan baru. Jadi tidak ada pengurangan karyawan maupun pemotongan gaji selama pandemi,” sebutnya.
Pria yang juga owner Batik Tulis Ronggomukti itu, menyebut pada masa pandemi ternyata pelanggan lebih menyukai batik dengan pewarna alami. Sejumlah motif untuk batik tulis pewarna alaminya. Yakni, kontemporer dan abstrak, kombinasi kontemporer dan berpakem atau berpola, serta motif berpakem atau berpola.
“Motif-motif jenis itu yang paling banyak disukai orang. Alhamdulillah, di masa pandemi ini, saya tertolong oleh penjualan batik tulis pewarna alami. Mungkin itu, beriringan dengan semakin banyaknya pecinta batik tulis pewarna alami di Jawa Timur. Terbukti, ketika penjualan batik pewarna sintetis menurun di masa pandemi. Justru pesanan batik tulis pewarna alami meroket,” kata Mahrus panjang lebar.
Ia lantas menceritakan perkembangan batik di Kabupaten Probolinggo. Sebelum 3 tahun lalu, perajin batik menggunakan pewarna sintetis. Pewarna pabrikan itu, kian lama semakin harganya. Sehingga menambah ongkos produksi lain batik yang dibuat perajin.
Di sisi lain, perajin yang tergabung dalam APBBA tak punya pengalaman dalam pewarnaan alami. “Kalo motif tidak menjadi halangan bagi kami. Ketika menggunakan warna alami, kami selalu gagal. Mudah rusak dan tidak tahan lama. Itu menjadi kendala kami,” ujar warga Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan itu.
Kemudian pada 2017, APBBA mendapat binaan dan mendapat dukungan penuh dari program CSR PT PJB UP Paiton. Asosiasi kemudian mendatangkan Hartono, pelatih dan konsultan batik pewarna alami dari Kabupaten Sampang. Asa 10 perajin batik yang dilatih desain motif dan penggunaan warga alam. “Selain peningkatan kapasitas, kami juga mendapat bantuan modal. Sehingga mampu memproduksi lebih banyak,” tandasnya.
Pendampingan itu, berlanjut setahun kemudian. Di 2018, APBBA diajak studi banding dan pelatihan ke rumah industri batin Salose milik Hartono. Belajar membatik di lain sutra dengan pewarna alam. Di tahun yang sama, CSR PT PJB UP Paiton juga menghibahkan peralatan batik cap dan pelatihannya.
“Itu (batik cap) untuk mendukung batik sekolah yang dicanangkan oleh Bupati Probolinggo, agar batik lebih murah. Shingga ketika ada suara bupati perajin sudah siap. Buktinya di tahun selanjutnya, kami mampu memenuhi pesanan itu,” ujarnya.
Batik dengan memanfaatkan kulit kayu dan dedaunan sebagai pengganti pewarna sintetis itu, kini makin berkembang. Hasilnya, batik ini menjadi langganan berbagai pihak. Mulai pejabat hingga desainer papan atas memilih batik jenis ini untuk mendukung penampilannya.
“Sejauh ini orderan kami berasal dari Surabaya, Sidoarjo hingga Tangerang. Batik tulis pewarna alami ini juga banyak di order desainer. Diantaranya, Lia Afif desainer busana muslim, Surabaya. Termasuk Rams model Management Probolinggo dan Red Model Management Malang,” tutur suami Eva Sari tersebut.
Khusus Batik Tulis Ronggomukti dalam sebulan bisa menghasilkan sekitar 20 lembar batik tulis pewarna alami. Sebab, proses pembuatan batik ini cukup panjang. Harganya bervariasi, perlembar mulai Rp 600 ribu, yang paling mahal Rp 1,2 juta. Satu lembar panjangnya 2,50 meter dengan lebar 1,15 meter.
Salah satu anggota APBBA Kabupaten Probolinggo, Khairun Nisak mengaku pengembangan batik tulis pewarna alami tidak terlepas dari peran CSR PT PJB UP Paiton. Kini, IKM yang dipimpinnnya bisa menghasilkan batik pewarna alami dengan kualitas bagus, tambahnya. [wiwit agus pribadi]

Tags: