Kesadaran Bahaya Miras Perlu Ditingkatkan

2-wpid-Miras-1Pemprov Jatim, Bhirawa
Untuk mengoptimalkan aturan pengetatan peredaran minuman beralkohol(minuman keras/Miras,red) perlu peningkatan pemahaman masyarakat terkait produk mengandung alkohol. Tujuannya agar masyarakat bisa menjauhi konsumsi Miras secara serampangan.
Koordinator East Java Action (EJA) Jaringan Korban Napza, Rudhy Wedhasmara, Senin (12/5), menegaskan regulasi yang mengatur dan melarang peredaran dan penjualan minuman keras beralkohol di Surabaya ini tidaklah efektif karena masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai alkohol.
Menurutnya, di berbagai negara lainnya, seperti di London Inggris juga mempunyai aturan yang tegas terkait alkohol, misalnya denda bagi pembeli alkohol dibawah 18 tahun. Meskipun diatur ketat, namun juga dibarengi pendidikan masyarakatnya mengenai alkohol, serta aturan ketat tentang tata kelola keuangan.
Rudhy mengatakan adanya peraturan daerah maka orang yang meminum minuman keras bukan untuk mabuk bisa dikriminalkan sementara pemerintah sendiri tidak bisa mengawasi peredaran minuman keras beralkohol oplosan.
“Saya banyak menemui ada beberapa minuman keras oplosan yang bahannya dari minuman non alkohol kemudian dicampur dengan minuman beralkohol seperti arak. Jika Perda ini berlaku bisa saja produsen minuman non alkohol juga terkena sanksi pidana karena pencampuran dari produknya menyebabkan keracunan alkohol (methanol), ” katanya.
Organisasi non profit yang bergerak dalam bidang pendampingan terhadap korban narkotika dan obat terlarang Jawa Timur ini mencatat 18 ribu orang tewas setiap tahun di Indonesia akibat minuman oplosan (keracunan Methanol). Berdasarkan laporan WHO mengenai alkohol dan Kesehatan 2011 menyebutkan sebanyak 320 ribu orang pada usia 15 – 29 tahun meninggal di seluruh dunia setiap tahunnya terkait methanol.
Jumlah korban jiwa meninggal akibat minuman keras berbahan methanol ini jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah korban meninggal akibat penyalahgunaan narkotika psikotropika dan bahan aditif (Narkoba) di Indonesia, yang menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) tercatat mencatat sedikitnya 40 orang menemui ajal setiap hari atau 15 ribu korban meninggal.
Sedangkan Sosiolog dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto mengatakan Peraturan Daerah anti miras ini tidak efektif menekan jumlah korban jiwa akibat minuman keras oplosan.
“Meminum minuman keras oplosan menunjukkan perilaku, maka untuk mengubah perilaku bukanlah melalui Peraturan Daerah melainkan dikembalikan ke norma atau aturan yang berlaku di masyarakat, ” katanya. [dna}

Tags: