Kesadaran Nakhoda Rendah Kirim Berita Kawat

Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya, Supardi (Kanan) dalam acara sosialisasi pemanduan di terminal penumpang gapura Surya Nusantara (GSN) pelabuhan Tanjung Perak. [m ali/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa.
Kesadaran pihak kapal menyampaikan berita kawat atau master cable yang dikirim nakhoda kapal kepada stasiun radio pantai masih minim khususnya bagi kapal–kapal yang masuk maupun keluar dari perairan pelabuhan Tanjung Perak. Hal ini diungkapkan Kepala Distrik navigasi kelas I Surabaya, Supardi dalam sosialisasikan sistem dan prosedur layanan pemanduan di perairan pelabuhan Tanjung Perak, Selasa (21/3).
“Dari seratus kapal yang hilir mudik di dalam alur perairan barat Surabaya (APBS) maupun alur timur perairan Surabaya hanya 10 persen yang melakukan kewajiban menyampaikan master cabel kepada stasiun radio pantai,” ujar Supardi dila-sela sosialisasi yang diselenggarakan di terminal penumpang GSN pelabuhan Tanjung Perak.
Menurut Supardi, penyampaian berita radio oleh kapal itu merupakan kewajiban yang diatur oleh aturan terkait telekomunikasi pelayaran. Sebenarnya dalam aturan peraturan pemerintah (PP) nomor 5 pasal 82 tahun 2010 dan peraturan menteri (PM) nomor 26 tahun 2011 pasal 52 tentang telkomunikasi pelayaran, wajib kepada pemilik kapal/ nakhoda kapal melaporkan mater cabelnya dan non positioningnya (posisi tengah hari).
“Kewajiban kapal menyampaikan berita radio/ master cabel kepada navigasi melalui stasiun radio pantai 1 x 24 saat kapal bergerak dari pelabuhan asal,” terang Supardi.
Disamping itu, lanjut Supardi, Rata-rata kapal setelah keluar dari alur yang terjadi banyak yang mematika aisnya, begitujuga kapal-kapal sudah jarang menyampaikan berita melalui stasiun radio pantai, hal ini terjadi karena kapal memandang sepele mengingat adanya tehnologi yang dimiliki kapal yang bisa langsung berubungan dengan pihak agen. Seharusnya, Kalau dalam pelayaran jika ais kapal sudah posisi hidup jangan dimatikan sehingga kontak yang dilakukan melalui vts tidak dapat dilakukan.
“Seperti kemarin kapal penumpang yang kehabisan bahan bakar minyak (BBM) aisnya dimatikan dan radionya juga sehingga tidak ada kontak yang masuk kenavigasi maupun ke syahbandar,” imbuhnya.
Bisa jadi, keberatan ini mungkin karena perusahaan tidak mau terbebani pnbp atas penggunaan chanel radio tersebut. Supardi menyadari, meski perusahaan ogah-ogahan untuk patuh terhadap penggunaan alat komunikasi di kapal dengan adanya tehnologi canggih yang sudah digunakan di kapal, hal itu suatu kecerobohan yang vatal bagi perusahaan pelayaran. Sebenarnya kerugian terhadap kelalaian kapal tidak menyampaikan berita kapal kepada radio pantai maka akan dirasakan manakala terjadi kecelakaan di laut yang mengakibatkan konsekwensi hukum dalam hal ini lebih dekat kekafer asuransi.
“Pihak asuransi tidak akan mengucurkan klaim kapal yang kecelakaan tersebut jika pihak perusahaan tidak bisa membuktikan adanya dokumen berita radio yang dikelurkan navigasi,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, Capt. Hari setyobudi mengatakan, syahbandar akan bereaksi manakala ada berita radio yang masuk terkait apapun yang ada di perairan Tanjung Perak. Secara tupoksi, Navigasi akan mendapatkan berita dari pihak kapal jika ada kejadian dan selanjutnya disampaikan kepada syahbandar untuk mengambil tindakan.
“Setelah berita kejadian kapal didapat dari navigasi maka selanjutnya syahbandar mengambil tindakan untuk berkoordinasi dengan instansi terkait,” kata Hari.
Namun atas tindakan yang dilakukan pihak kapal tersebut, secara aturan belum ada sanksi yang dapat dikenakan pada pelaku sebagai penertiban pelayaran. “Untuk sanksi hukum sih belum ada,” ucap Hari. [ma]

Tags: