Kesejahteraan Utopis Guru Honorer Kita

Oleh:
Aldi Bintang Hanafiah
Mahasiswa Ekonomi Syariah UMM

Pendidikan adalah tema yang tidak pernah berhenti untuk dibahas, senatiasa menarik dan relevan untuk dibicarakan sepanjang zaman. Pendidikan merupakan fondasi peradaban dan guru ialah rahim dari sebuah bangsa. Apabila suatu bangsa ingin membangun peradaban yang maju maka pendidikan yang harus menjadi fokus utama dalam pembangunan.

Sejak awal kemerdekan Indonesia hingga saat ini pendidikan selalu dibahas dan mengalami banyak problem yang menyelimuti sehingga menghambat perkembangannya. Problem-problem yang selalu menyelimuti antara lain : rendahnya kualitas sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, kurangnya pemerataan untuk mendapatkan akses pendidikan dan kesejahteraan guru. Dari berbagai problem tersebut, semuanya tidak bisa terlepas dari pemerintah dan institusi penyelenggara pendidikan yang rumit akan persoalan administratif, sehingga meghalangi siswa untuk memperoleh pendidikan dan kesejahteraan guru kurang diperhatikan.
Nasib Guru Honorer

Sampai saat ini nasib guru honorer masih menjadi problematika negara Indonesia yang memerlukan perhatian khusus. Semenjak Nadhiem Makarim menahkodai kemendikbud, nasib guru honorer sebenarnya mendapatkan angin segar melalui kebijakan-kebijakanya. Salah satunya ialah penggunaan 50 persen dana BOS untuk guru honorer dengan beberapa persyaratan. Nadhiem mengatakan, “peggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan” Jakarta, Senin (10/2/2020). (Kompas.com). Namun, sudahkah kebijakan tersebut berjalan sesuai ekspetasi? Tentu hal ini masih menjadi pertanyaan besar.

Guru honorer memang menyandang status guru yang menjadi pegawai tidak tetap di sekolah-sekolah. Secara penghasilan tentu berbeda dengan mereka yang menyandang gelar Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, pengabdian terhadap bangsa dan negara perlu mendapatkan apresiasi dari pemerintah maupun institusi lembaga penyelenggara pendidikan. Mereka dengan tulus dan ikhlas mengabdikan dirinya kepada bangsa ini untuk memberikan ilmu dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Banyak dari kisah-kisah guru honorer yang penting untuk diketahui oleh publik. Salah satunya kisah yang diangkat oleh tirto.id, yakni Sri Hariyati yang berprofesi menjadi guru honorer sejak tahun 1997. Dia mengajar di salah satu SMP Negeri Kabupaten Blitar dengan gaji Rp 1 juta per bulan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Motivasi Sri untuk tetap mengabdi ia mengatakan, “menjadi guru honorer seperti panggilan jiwa. Kalau bukan karena itu, mungkin saya sudah keluar dari dulu,”. Menjadi guru honorer selama 23 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Memperjuangkan nasibnya dengan beberapa kali mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) belum membuahkan hasil hingga sekarang.

Tentu masih banyak lagi kisah-kisah guru honorer dari pelosok negeri yang mesti disorot untuk diangkat ke ruang publik sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 banyak guru yang berjuang berkeliling hingga ke pelosok desa. Hal ini disebabkan karena akses internet yang tidak merata. Banyak daerah-daerah yang masih tertinggal dan terbatas sehingga sulit untuk melakukan pengajaran secara online. Belum lagi minimnya gaji yang di dapat tak sebanding dengan kerasnya perjuangan seorang guru. Kalaupun daerah tersebut sudah ada akses internet tak menutup kemungkinan gajinya habis untuk membeli kuota.
Perjuangan Seorang Guru

“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”, merupakan jargon yang tak pernah berhenti disuarakan ketika memperingati hari guru. Pengorbanan seorang guru untuk mencerdaskan kehidupan bangsa memiliki jasa yang sangat besar dan tak terbalaskan. Ketika bangsa ini mengalami masa-masa suram, menderita karena dijajah selama lebih dari tiga abad oleh bangsa asing, guru memiliki peran penting dalam membebaskan rakyat dari kebodohan dan belenggu penjajahan. KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyin Ashari, R.A. Kartini, Tjokroaminoto, Ki Hadjar Dewantara, Dewi Sartika dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainya yang berjuang dengan tulus dan mengabdi untuk bangsa Indonesia. Dari perjuangan melalui pendidikan itulah lahir pemimpin-pemimpin besar yang berhasil mengawal dan menjadikan Indonesia merdeka.

Begitupun di negeri Sakura, setelah enam hari di bombardir dengan bom atom oleh tentara sekutu yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki, seketika itu jepang menyerah tanpa syarat pada Perang Dunia II. Namun, di bawah kepemimpinan Kaisar Hiroto Jepang tidak tinggal diam. Kaisar Hiroto dengan tajam melihat seorang guru memiliki potensi yang sangat penting untuk membangkitkan kembali Jepang yang telah hancur. Seketika itu Kaisar memerintahkan para jendral untuk mengumpulkan guru yang tersisa. Dari peran-peran seorang guru inilah kemudian Jepang bisa bangkit kembali dan menjadi negara maju.

Tanpa seorang guru, mungkin kedua negara ini akan tetap terpuruk dan tertinggal. Begitu pentingnya sosok guru untuk kebangkitan sebuah bangsa. Walapun seorang guru dituntut untuk menjalankan tugasnya sebagaimana tertuang dalam pasal 39 UU No. 20 tahun 2003, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan , melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan melakukan pengabdian masyarakat. Namun, dalam hal ini seorang guru juga perlu mendapatkan perhatian penting sehingga dalam memberikan pembelajaran tidak terhambat dengan administratif yang sulit.

Negara Indonesia saat ini perlu belajar kembali bagaimana memulikan seorang guru. Apalagi ditengah pandemi dimana pembelajaran tidak bisa bertatap muka secara langsung. Tentu ini akan menyulitkan seorang guru apabila pembelajaran secara daring terhambat dengan jaringan dan akses internet yang tidak memadai. Ini juga menandakan bahwa infrastrukrtur pendidikan belum merata dan tidak disiapkan dengan baik oleh pemerintah. Dengan begitu yang sangat terpukul adalah guru honorer yang mendapatkan gaji tidak seberapa banyak.

Walaupun kini banyak negara yang dilanda pandemi Covid-19 termasuk Indonesia, bukan menjadi suatu alasan untuk tidak memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas dan kewajiban seorang guru walaupun negara ini dilanda krisis. Maka dari itu pemerintah sebagai pemegang dan pelaksana kekuasaan sangat penting untuk terus memperbaiki insfrastruktur pendidikan dan memperhatikan kesejahteraan guru terutama guru-guru honorer. Dengan begitu perjuangan seorang guru tidak akan sia-sia dan pembelajaran tidak terhambat sehingga bangsa ini dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkaliber dunia.

————- *** —————

Rate this article!
Tags: