Keselarasan Kuota Haji

Masyarakat Indonesia menyambut suka cita penambahan kuota sebanyak 10 ribu. Sehingga jumlah jamaah calon haji pada tahun 2019 akan sebanyak 231 ribu orang. Bersyukur, karena penambahan kuota akan mengurangi antrean ibadah haji. Kuota terbaru (231 ribu) lebih sesuai sebagai “jatah” negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam). Penambahan kuota berkonsekuensi tambahan anggaran bersumber dari APBN.
Pertambahan kuota 10 ribu jamaah, diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp 353,8 milyar. Sekitar 52% akan dibebankan pada APBN. Negara (melalui APBN) perlu menyokong beberapa pembiayaan. Di antaranya berupa layanan jamaah, operasional, dan safe-guarding. Juga biaya tambahan petugas haji sekitar Rp 6,805 milyar. DPR (komisi VIII) telah menyetujui. Sedangkan sisanya, Rp 70 milyar akan diambilkan dari DAU (Dana Abadi Umat).
Komitmen pertambahan kuota haji Indonesia, dinyatakan oleh Raja Salman bin Abdul Aziz, ketika presiden menunaikan umroh, pertengahan April (2019) lalu. Selain diundang masuk ke dalam Ka’bah (di kompleks Masjidil Haram, Mekkah). Juga diundang masuk ke dalam makam Rasulullah SAW (di kompleks masjid Nabawi, di Madinah). Bahkan juga dijamu di istana pribadi (Al-Qasr Al-Khas) milik Raja Salman. Dalam perjamuan di istana pribadi itu dinyatakan tambahan kuota haji sebanyak 10 ribu orang.
Sejak tahun 2017 lalu, jamaah haji Indonesia memperoleh tambahan, sampai mencapai 221 ribu orang. Sebelumnya, kuota haji Indonesia, sangat terdampak proyek rehabilitasi kawasan Ka’bah. Jatah kuota Indonesia berkurang 20%. Selama empat tahun (sejak 2013) kuota haji menjadi hanya sebanyak 168.800 jamaah. Namun musim haji tahun 2016 lalu, kuota visa haji mulai bertambah menjadi 178 ribu orang.
Penambahan) kuota haji Indonesia sebagai “berkah” kunjungan raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia (awal Maret 2017). Penambahan kuota haji menjadi kesepakatan utama, selain sepuluh komitmen investasi berbagai bidang. Komitmen tambahan kuota disampaikan raja Salman bin Abdulaziz, di depan sidang paripurna DPR-RI. Disampaikan alasan, antaralain proyek rehabilitasi masjidil haram telah usai dikerjakan.
Pengurangan kuota menyebabkan antrean ibadah haji semakin panjang, sekitar 18 tahun (rata-rata nasional). Bahkan berangkat haji secara “back street.” Yakni, menggunakan kuota negeri tetangga, di luar kuota resmi pemerintah. Terutama negara tetangga dengan penduduk muslim minoritas. Setelah “back street” selama 4 tahun (sampai tahun 2017), pemerintah secara resmi melobi negara-negara tetangga.
“Back street” telah “di-halal-kan,” walau tetap berstatus non-kuota. Biaya perjalanan haji non-kuota, sangat mahal (sekitar 300% ONH resmi pemerintah RI). Tetapi tidak menyurutkan keinginan masyarakat Indonesia. Terutama pedagang, dan petani sukses. Penambahan kuota hikmah presiden masuk makam Rasulullah SAW, bernilai strategis. Sesuai animo masyarakat, yang semakin banyak ingin menunaikan ibadah haji. Tren animo ber-haji Indonesia, sebesar 12% per-tahun (sekitar 25 ribu dari kuota asal 211 ribu). Tak peduli, walau harus menunggu lama. Karena diyakini, menunaikan ibadah haji merupakan “panggilan” Ilahi. Sehingga sebenarnya, waktu ber-haji bukan ditentukan oleh pemerintah, melainkan takdir!
Bangsa Indonesia pantas menerima tambahan kuota haji. Karena selama ini dikenal berperilaku baik. Pada tahun 2013, memperoleh predikat “The Best Pilgrim.” Penilaian dilakukan oleh WHUC (World Hajj and Umrah Convention), berdasar 15 kriteria. Survei melibatkan 5000 organisasi penyelenggaraan haji dan umroh seluruh dunia. Diantara kriteria adalah, kepatuhan terhadap peraturan, serta manajemen haji oleh pemerintah.
Mengurus keperluan ibadah haji lebih dari 231 ribu orang, sungguh tidak mudah. Pemerintah juga perlu menetapkan standar pelayanan minimal (SPM) penyelenggaraan ibadah haji lebih nyaman.

———- 000 ———

Rate this article!
Keselarasan Kuota Haji,5 / 5 ( 1votes )
Tags: