Kesiapan Tata Ruang Kota Menyambut Musim Hujan

Oleh :
Moch Shofwan
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Pengurus Pusat Ikatan Geograf Indonesia

Bulan September sudah tiba lagi, artinya dalam siklus alam berarti akan memasuki musim penghujan, bahkan hari-hari ini kita sudah disuguhi hujan dibeberapa daerah Jawa Timur. Kita semua masih ingatkan pelajaran geografi saat sekolah dulu. Saat musim penghujan tiba biasanya akan berakibat pada kejadian banjir, maka jika penataan ruang tidak dipersiapkan sebaik mungkin akan berdampak pada rusaknya infrastruktur dan hilangnya aset, oleh karena itu dimensi kebencanaan dalam penataan ruang daerah sangat perlu dirumuskan sebagai upaya penanggulangan bencana secara terintegratif dan terarah dengan sudut pandang keruangan (spasial) sehingga hasil dari rumusan ini dapat terimplementasikan bagi daerah dalam menilai kondisi tingkat risiko wilayahnya beserta solusi, pilihan, tindakan, serta kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Letak geografis Negara Indonesia yang terletak antara lempeng bumi raksasa yaitu Eurasia, Indoaustralia, dan Pasifik atau yang dikenal dengan Ring of Fire menjadikan sebagian besar wilayah Indonesia rawan terhadap bencana alam, kondisi ini merupakan ancaman yang sulit diprediksi dengan perhitungan kapan, dimana, bencana apa yang terjadi, berapa kekuatan, bahkan tidak dapat memperkirakan estimasi/perkiraan korban jiwa maupun harta benda.

Diberbagai Negara khususnya Indonesia ada berbagai macam bencana yang pernah terjadi diantaranya tsunami, gempa, longsor, banjir, gunung meletus, kekeringan, puting beliung, angin topan, badai, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit, kegagalan teknologi, konflik sosial, dan terorisme. Permasalahan bencana merupakan permasalahan yang tergolong prioritas, disebabkan banyaknya frekuensi kejadian bencana serta luasnya wilayah yang menjadi prioritas penanganan. Terdapat 2 (dua) kelompok utama potensi bencana di wilayah Indonesia yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard/secondary hazard). Potensi bahaya utama (main hazard) dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana banjir. Sedangkan peta potensi bencana ikutan (collateral hazard) dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya.

Negeri kita ini adalah negeri yang rawan bencana, bahkan ada yang menyebut sebagai laboratorium bencana dunia karena ada 13 jenis bencana ada di Indonesia. Manajemen bencana yang efektif merupakan kebutuhan mutlak bagi negeri ini. Kita tidak boleh menyalahkan “nasib” kita karena lahir di negeri ini. Seperti juga Jepang, mereka menerima kenyataan itu, dan mereka berupaya kuat untuk meminimalisir kerugiannya dengan manajemen bencana yang efektif. Manajemen bencana membahas tentang bagaimana “mengelola” risiko bencana. Ini meliputi persiapan, pemberi dukungan, dan pembangunan kembali masyarakat ketika bencana terjadi. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang berkelanjutan dimana setiap individu, kelompok, dan masyarakat mengelola bahaya dalam sebuah usaha untuk menghindarj dan mengatasi pengaruh bencana sebagai akibat dari bencana tersebut. Tindakan yang diambil bergantung kepada persepsi risiko yang mungkin akan ditimbulkan. Manajemen bencana yang efektif tergantung kepada integrasi yang tepat dari rencana darurat pada setiap tingkat dari organisasi yang terlibat, baik pemerintah maupun swasta. Aktivitas pada setiap tingkat mempengaruhi tingkat lainnya.

Manajemen bencana adalah domain luas yang mencakup perjanjian, hukum, kebijakan, peralatan, dan pelatihan yang dilaksanakan oleh negara-negara bersatu hingga organisasi pertahanan sipil masyarakat. Organisasi dapat dikarakteristikkan oleh mereka dalam manajemen bencana seperti peningkatan kebijakan, jenis bencana yang mereka tanggapi, sumber pendanaan dan dermawan, berbagi informasi, pelatihan dan persiapan, personel dan peralatan respon, penilaian kerusakan, respon dan pemulihan, dan kontrol.

Ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang mengandung unsur makna yaitu proses menata ruang. Lebih lanjut dalam UU No. 26 Tahun 2007 memberikan pemahaman tentang tata ruang sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik itu direncanakan maupun tidak. Tujuan penataan ruang, sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Oleh karena itu strategi serta program yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota/Desa sebagai kunci penurunan risiko bencana, dimana program tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penataan ruang dan perencanaan pembangunan.

Tindakan yang diambil bergantung kepada persepsi risiko yang mungkin akan ditimbulkan. Manajemen bencana yang efektif tergantung kepada integrasi yang tepat dari rencana darurat pada setiap tingkat dari organisasi yang terlibat, baik pemerintah maupun swasta. Aktivitas pada setiap tingkat mempengaruhi tingkat lainnya. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan perundang-undangan termasuk pedoman bidang penataan ruang sebagai acuan penyelenggaraan penataan ruang.

Perencanaan penanggulangan bencana sangat penting bagi daerah sebab sebagai panduan dan pegangan Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan pengurangan risiko bencana yang tertuang dalam RPJM/RPJP Nasional/Provinsi bahkan sampai unit pemerintahan terkecil yaitu desa yang tertuang dalam RPJMDes, mengingat setiap daerah memiliki risiko yang berbeda-beda sehingga membutuhkan kajian yang tepat sasaran dengan tujuan meminimalisir akibat/dampak kejadian bencana di Kabupaten/Kota/Desa. Seperti saat ini program yang telah diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yaitu SDGs Desa, salah satu poin dari program tersebut adalah adanya pemutakhiran data desa baik data fisik maupun non fisik, termasuk contoh adanya pemberdayaan perempuan yang dalam kategori bencana adalah kelompok rentan, maka hal tersebut sudah selaras dengan program pengurangan risiko bencana. Sehingga kelompok rentan harus diberi peningkatan kapasistas agar tetap berdaya terlebih pada situasi kejadian bencana, maka ketika kelompok rentan lebih berdaya, dan suatu misal apabila terjadi bencana maka daya lentingnya kelompok rentan akan jauh lebih optimal. Belum lagi penguatan-penguatan kapasitas wilayah baik fisik maupun non fisik lainnya, marilah kita tengok daerah kita masing-masing apakah sudah siaga terhadap datangnya musim hujan yang segera tiba ini. Salam Tangguh.

———- *** ———-

Tags: