Keteladan Nabi SAW

Foto Ilustrasi

“Ketika kami ketakutan, maka kami berada di sisi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam // Perlindungan Allah tak memerlukan berlapis baju besi. Juga tidak memerlukan benteng yang kokoh dan tinggi.”
Begitu kata (terjemah) syair kitab “Burdah,” yang ditulis oleh imam Ja’far Al-Busyiri. Juga terdapat dalam “Barzanji,” karya sastra tentang Maulid Nabi SAW sangat masyhur di dunia. Dibaca ratusan juta muslim sedunia, saban bulan Maulud (kalender Hijriyah).
Kitab “Burdah,” secara harfiah berarti selendang, ditulis pada sekitar dekade tahun 1730-an. Bermula ketika syekh Ja’far Al-Busyiri, bertemu kanjeng Nabi SAW, diberi selendang. Syair berisi prosa dan puisi sanjungan keluruhan moralitas Nabi Muhammad SAW, sejak kelahiran, hingga wafatnya. Pembacaan Barzanji, dengan suka-cita, bukan hanya dalam peringatan hari kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad SAW. Tetapi lazim pula dibacakan pada pelaksanaan hajat khitan, dan pernikahan.
Malam ini sebagian besar masjid di Jawa Timur akan memperingati Mauludan, hari lahir Nabi Muhammad SAW. Negara (dan pemerintah RI) secara resmi juga memperingati sebagai hari besar keagamaan ini. Berbagai cara memperingati Maulid Nabi, termasuk dengan kisah perjalanan hidupnya. Keagungan akhlaq (moral) Kanjeng Nabi SAW dikisahkan sebagai biografi oleh berbagai ahli dari berbagai bangsa, Arab hingga Eropa, yang muslim maupun non-muslim.
Salahsatu penulis non-muslim, adalah Michel G. Hart. Nabi Muhammad SAW dicatat sebagai tokoh teratas (nomor satu) paling berpengaruh di dunia. Biografi Nabi Muhammad SAW, yang berbahasa Arab, ditulis oleh ulama-ulama sejak zaman awal (abad ke-9). Sekitar dua abad sebelum Barzanji, telah terdapat kitab yang masyhur ditulis oleh imam besar Syekh Abdurrahman ad-Diba’i. Kitab (buku-bukunya) sangat masyhur karena sastranya indah, terutama yang memuat biografi berjudul “Maulid Diba’iyah.”
Dalam berbagai hadits dikisahkan keseharian beliau sebagai kepala rumahtangga. Dengan sanad berasal dari istrinya sayyidah Aisyah r.a., dikatakan, “Rasulullah biasa membantu cuci pakaian, perah susu kambing, membersihkan lantai, juga makan bersama pembantu dengan menu yang sama.” Pada saat paceklik, gulungan jubahnya diganjal lima biji batu, menandakan beliau tidak makan selama lima hari. Padahal beliau seorang pemimpin negara sekaligus Rasulullah!
Terhadap sesama manusia, Nabi SAW pernah balik pulang (sebelum tiba di masjid) demi membawa makanan untuk seorang pengemis tua yang buta dan lumpuh, biasa duduk di tikungan jalan. Sejak itu, Muhammad SAW setiap hari menyuapi pengemis itu tanpa memperkenalkan diri, hingga Nabi SAW wafat. Begitu pula terhadap iring-iringan pengangkut jenazah penganut Yahudi, Nabi SAW memberi tabi’ (hormat) seraya membungkukkan badan.
Peringatan Mauludan, telah menjadi sarana peng-akrab-an aparat dengan rakyat. Terutama untuk mem-bentengi masyarakat terhadap “serangan” paham radikalisme kiri (komunisme) maupun kanan (beraltar agama). Bisa dipastikan, seluruh radikalis dan teroris, tidak suka kumpul-kumpul untuk pembacaan shalawat Nabi SAW. Juga tidak suka jamaah istighotsah (kelompok doa bersama serta pembacaan surat Yasin dan tahlil).
Selama hidup, Nabi Muhammad SAW tidak men-teror kelompok lain. Seluruhnya berupa kenangan manis. Moral yang “manis” itu pula yang menyebabkan ajaran Islam berkembang sangat cepat ke seluruh dunia. Ketika Nabi SAW mangkat, tidak meninggalkan harta warisan. Aset pribadinya berupa uang 80 dirham dan 2 kavling tanah sudah (wasiat) dihibahkan untuk negara.
Keagungan moralitas beliau SAW, wajib diteladani, oleh pejabat, maupun rakyat. Terutama kepemimpinannya yang jujur, adil, dan akomodatif. Nabi SAW tidak pernah ber-wasiat menurunkan kekuasaan kepada anak maupun kerabat. Serta tidak ber-wasiat tentang bentuk negara (khilafah) untuk negeri mayoritas muslim.

——— 000 ———

Rate this article!
Keteladan Nabi SAW,5 / 5 ( 1votes )
Tags: