Ketiadaan Jabatan Fungsional di Pergub 65 Tahun 2016

Foto OrangOleh :
Dr Hary Wahyudi
Widyaiswara Madya IV.c  Badan Diklat Jatim ;
Sekretaris Ikatan Widyaiswara Indonesia di Jatim

Peraturan gubernur Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemda Provinsi Jawa Timur pada hal 125 s/d 145 tidak mengatur jabatan fungsional. Hal tersebut baru dipahami ketika beberapa waktu yang lalu dilakukan sosialisasi  Pergub Jatim Nomor Tahun 2015 yang mulai berlaku Januari 2016, salah satu bagian penting dan baru  ada yang sebelumnya belum ada,  yakni tentang adanya tunjangan prestasi bagi PNS dilingkungan Pemprov Jatim.  Namun tunjangan prestasi yang baru tersebut masih menimbulkan rasan-rasan dan ketidak nyamanan (seluruh?) pejabat fungsional yang jumlahnya cukup besar. Para widyaiswara, peneliti, perencana, pustakawan, arsip, pengawas sekolah dan pejabat fungsional lainnya.
Para pejabat fungsional, merasa belum mendapatkan perhatian dari Tim  penyusun Pergub dan menempatkan jabatan fungsional  belum mendapatkan tempat yang “layak”. Dalam pergub tersebut sama sekali tidak mengatur tunjangan prestasi bagi jabatan fungsional. Tentu yang dipersoalkan oleh para pejabat fungsional bukan pada jumlah nominal tunjangan, namum kealpaan Tim Penyusun  yang terdiri dari pejabat eselon I  sampai bawah eselon IV, tidak  memasukan jabatan fungsional dalam Pergub tersebut.
Implikasi dari ketiadaan aturan tunjangan prestasi  bagi  pejabat fungsional, maka para bendahara unit SKPD tidak memiliki landasan yang kuat dalam memberikan tunjangan bagi pejabat fungsional, dan pejabat fungsional juga tidak memiliki hak untuk menerima tunjangan prestasi karena dalam Pergub tidak mengatur tunjangan prestasi bagi mereka. Lantas ada yang berpendapat para pejabat fungsional diberikan tunjangan prestasi sama dengan Staf, tentu ini legal opinion yang tidak tepat dan beresiko atas penggunaan dan pertanggung jawaban  keuangan daerah. Maka sebaiknya, secepatnya  dilakukan perubahan adendum atas pergub tersebut.
Jabatan Fungsional UU ASN
Dalan pasal 1 UU 5/2015 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)  menyebutkan secara jelas atas tiga kualifikasi jabatan, yakni pertama Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah (eselon I dan II), kedua Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan (eselon III,IV dan pelaksana)  dan ketiga Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu (jenjang  ahli pertama s/d  ahli utama).
Bahkan dalam pasal dalam pasal 68 ayat (4) UU ASN mengatur perpindahan antar jenjang dari jabatan struktural ke jabatan fungsional ataupun sebaliknya. Bunyi ayat (4) ” PNS dapat berpindah antar dan antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional di Instansi Pusat dan Instansi Daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Pada saat  open binding yang diselenggarakan oleh BKD juga telah mengimplementasikan dalam seleksi jabatan struktural dari kelompok jabatan fungsional dengan beberapa syarat tertentu, seperti pangkatn pelamar dari jabatan fungsional harus lebih tinggi dari pangkat struktural, hal ini bisa dipahami karena jabatan fungsional memang memungkinkan setiap dua tahun pangkat bisa naik asal angka kredit telah terpenuhi.
Artinya dari sisi normatif menempatkan pengakuan dan kesetaraan antara jabatan struktural dan jabatan fungsional untuk bisa saling mengisi dan menempati, sebagimana praktik dalam jabatan fungsional widyaiwara telah cukup banyak perpindahan dari jabatan struktural (sekda, kepada SKPD)  beralih dalamijabatan fungsional widyaiswara.
Landasan penyetaran jabatan fungsional daitur dalam Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden 87 Tahun 1999 tetang Rumpun Jabatan Fungsional, mendefinisikan Jabatan fungsional Keahlian adalah jabatan fungsional kualifikasi profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keahliannya. Tugas utama Jabatan Fungsional Keahlian meliputi pengembangan pengetahuan, penerapan konsep dan teori, ilmu dan seni untuk pemecahan masalah, dan pemberian pengajaran dengan cara yang sistematis. Kualifikasi profesional adalah kualifikasi yang bersifat keahlian yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan yang berkelanjutan secara sistematis yang pelaksanaan tugasnya meliputi  penelitian,   pengembangan   ilmu   pengetahuan, pengembangan   dan penerapan konsep, teori, ilmu dan seni untuk pemecahan masalah serta memberikan pengajarannya dan terikat pada etika profesi.
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan  fungsional keahlian atau jabatan fungsional ketrampilan diberikan tunjangan jabatan fungsional. Besarnya tunjangan jabatan fungsional untuk masing-masing jenjang jabatan fungsional keahlian adalah : a. Jenjang Utama, setinggi-tingginya sama dengan tunjangan jabatan struktural eselon Ia; b. Jenjang Madya, setinggi-tingginya sama dengan tunjangan jabatan struktural eselon IIa; Jenjang Muda, setinggi-tingginya sama dengan tunjangan jabatan struktural eselon IIIa; Jenjang Pertama, setinggi-tingginya sama dengan tunjangan jabatan struktural eselon IVa.
Namun kenapa dalam Pergub 65/2015 lalai (atau sengaja?) tidak mengakomodir sama sekali tentang adanya jabatan fungsional.
Sebaiknya kami mengusulkan kepada Bapak Sekda untuk  dilakukan pembahasan dalam tim kecil dengan melibatkan “calon korban” para pejabat fungsional untuk  diajak berbicara sebagaimana yang diajarkan Pakde Karwo selama ini.

                                                                                                                ———– *** ————-

Tags: