Ketika Badan Publik Masih Mualaf

Djoko Tetuko

Djoko Tetuko

(Refleksi 4 Tahun UU KIP Diberlakukan)
Oleh :
Djoko Tetuko
Ketua Komisi Informasi Jatim
Refleksi 4 tahun Undang Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (30 April 2010 – 30 April 2014 ) diberlakukan, sebagaimana amanat pasal 64 menyatakan bahwa ; ”Undang Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan”. Ialah memotret Badan Publik sebagai aktor utama menjalankan sejumlah kewajiban sebagai roh dari Undang Undang ini.
Sedangkan Komisi Informasi harus meningkatkan kualitas teknis dalam menjalankan fungsinya sebagaimana amanat pasal 1 (ayat 4) dan Pasal 23 Undang Undang ini bahwa ; ”Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang BERFUNGSI menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi”
Komisi Informasi dalam memfungsikan lembaga mandiri mempunyai 3 (tiga) fungsi pokok. Pertama, menjalankan Undang Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) secara menyeluruh. Kedua, menetapkan juknis Standar Layanan Informasi Publik dengan berbagai pedoman atau panduan untuk mempermudah Badan Publik menjalankan kewajibannya. Dan ketiga, menyelesaikan sengketa informasi publik, yang juga membutuhkan pedoman hukum acara.
Sementara masyarakat sebagaimana diamanatkan pasal 3 (ayat 2) UU KIP bahwa ; ”Setiap Orang berhak: (huruf a). melihat dan mengetahui Informasi Publik; (b). menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; (c). mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau (d). menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan” sangat diharapkan berperan aktif.
Istililah Badan Publik dikenal pada Undang Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) bahwa; ”Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.”
Dasar UU KIP sebagaimana dituangkan pada pasal 2 tentang asas menegaskan mengenai 2 (dua) hal pokok. Pertama, mengenai keterbukaan Informasi Publik. Dimana Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik. Juga harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana
Kedua, mengenai Informasi Publik yang dikecualikan yang bersifat ketat dan terbatas. Ditegaskan bahwa Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Cepat dan Sederhana
Sifat Informasi Publik cepat dan sederhana, memberikan arahan bahwa Standar Layanan Informasi Publik itu harus dilakukan sampai pada level terbawa, tingkat Kelurahan atau Desa. Sehingga Badan Publik harus memberikan layanan semaksimal mungkin di tingkat SKPD atau Unit Kerja sekalipun dengan maksimal sesuai Undang Undang dan peraturan perundang undangan.
Demikian juga sifat Informasi yang dikecualikan ketat dan terbatas, juga harus dilakukan di level paling bawah dengan menyertakan pernyataan tertulis mengenai hal itu, dan dikuatkan dengan ”Penetapan Klasifikasi” untuk menguatkan pernyataan tersebut bahwa Informasi Publik itu benar-benar masuk klasifikasi yang dikecualikan.
Dalam hal menjalankan 2 (dua) hal pokok tersebut, maka Badan Publik dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik, sebagai pelaksanaan seluruh kewajiban Badan Publik, harus mampu menjalankan program sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari Komisi Informasi, dan/atau menjalankan sesuai dengan amanat UU KIP.
Dalam hal menjalankan UU KIP, Badan Publik mempunyai hak dan kewajiban. Hak Badan Publik sebagaimana diatur pada pasal 6 ; (ayat 1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (ayat 2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (ayat 3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: (huruf a). informasi yang dapat membahayakan negara; (b). informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; (c). informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; (d). informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau (e). Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Sedangkan kewajiban Badan Publik sebagai diatur pada pasal 7 (ayat 1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.(ayat 2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.(ayat 3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
(ayat 4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. (ayat 5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. (ayat 6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
Mualaf
Badan Publik sebagaimana dituangkan pada UU KIP menerima kewajiban 3M (menyediakan, memberikan dan menerbitkan). Namun sampai 6 tahun Undang Undang ini disahkan -30 April 2008–, serta sudah 4 tahun diberlakukan memang masih banyak Badan Publik dengan pelaksana terdepan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik, masih belum maksimal.
Badan Publik beserta PPIDnya sepanjang Indonesia merdeka sejak tahun 1945 sampai 2008 terbiasa dengan kultur ketertutupan Informasi Publik, memang sampai saat masih ibarat mualaf. Masih belum banyak melaksanakan kewajiban sebagaimana amanat UU KIP dan peraturan perundan undangan, baik PP No 61/2010, Peraturan Komisi Informasi (Perki) No 1/2010, Permendagri No 35/2010, Permenkominfo No 10/2010, maupun Perki 1/2013.
Mengapa demikian ? Dalam ajaran agama Islam seseorang yang baru masuk ke Islam setelah sebelumnya meyakini agama dan/atau kepercayaan lain, memang biasanya belum mampu melaksanakan kewajiban secara maksimal. Demikian juga Badan Publik beserta PPIDnya setelah 65 tahun terbiasa ketertutupan Informasi Publik, pada era keterbukaan Informasi Publik, terkesan masih mualaf. Sehingga kewajiban sebagaimana diamanatkan UU KIP, termasuk mengumumkan Informasi Publik secara berkala maupun serta merta, masih belum banyak yang menjalankan.
Mengingat begitu mulia UU KIP dengan tujuan sebagaimana dimanatkan pasal 3 ; (ayat a). menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (b). mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (c). meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; (d). mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; (e). mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (f). mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau (g). meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Maka peran aktif masyarakat sangat diharapkan untuk meningkatkan kualitas ketaatan Badan Publik sebagai mualaf.
Dalam posisi masih ibarat mualaf, maka Badan Publik dengan garda terdepan PPID, juga harus meningkatkan kualitas dan menguatkan proses menyediakan, memberikan dan menerbitkan Informasi Publik secara sistematis dan termenej secara profesional serta proporsional. Sehingga ke depan secara bertahap mampu menjalankan UU KIP sesuai Standar Layanan Informasi Publik. Selain itu, juga mewujudkan program kebijakan publik melalui proses peran aktif masyarakat.
Perwujudan peran aktif masyarakat dalam kebijakan publik, akan menjadi gerakan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Badan Publik, sekaligus akan menguatkan Badan Publik membuka Informasi Publik sesuai kewajibannya secara standar serta  meningkatkan kualitas mualafnya untuk mencegah kolusi, korupsi dan nepotisme.

Rate this article!
Tags: