Ketika Eks Lokalisasi Bangunsari Surabaya Bersalawat

Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf saat memberikan sambutan pada acara Bangunsari Bersalawat di Lapangan Bangunsari Surabaya.

Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf saat memberikan sambutan pada acara Bangunsari Bersalawat di Lapangan Bangunsari Surabaya.

Bak Wilayah Pesantren yang Religius, Dihadiri Puluhan Ribu Jamaah
Kota Surabaya, Bhirawa
‘Tanjung Perak kapale kobong, monggo pinarak, Bangunsari kamare kosong’. Parikan atau syair Suroboyoan itu dulu begitu terkenal di Kampung Bangunsari, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya. Ya, di era 1960-an Bangunsari adalah satu dari sekian banyak lokalisasi yang populer di Kota Surabaya. Lokasinya yang tak jauh dari Pelabuhan Tanjung Perak, membuat kawasan ini menjadi jujukan para pelaut untuk mencari hiburan.
Namun parikan itu kini adalah cerita lama. Kampung Bangunsari sudah berubah 180 derajat. Tak ada lagi lalu lalang pria hidung belang dan wanita penghibur yang menggoda siapa pun yang datang. Kini, Bangunsari sudah seperti kampung pada umumnya di Surabaya. Salah satunya acap ada kegiatan keagamaan.
Seperti yang terlihat pada, Selasa (9/8) malam, puluhan ribu jamaah memadati lapangan kampung Bangunsari. Mereka bersalawatan hingga Rabu dini hari, menjadikan eks lokalisasi ini bak wilayah pesantren yang kental dengan nuansa religius.
Gema salawat oleh puluhan ribu jamaah itu menandai empat tahun ditutupnya lokalisasi Bangunsari oleh pemerintah. Lokalisasi prostitusi pertama di Jatim yang berhasil ditutup oleh Pemprov Jatim maupun Pemkot Surabaya, yang kemudian diikuti oleh penutupan 47 titik lokalisasi prostitusi yang tersebar di berbagai daerah Jatim lainnya.
Salah seorang penggagas Bangunsari Bersalawat yang berlangsung pada malam itu adalah KH Khoiron Syuaib. Warga asli Bangunsari pengasuh Pondok Pesantren Roudlatol Khoir ini sudah 30 tahun sejak lokalisasi di kampungnya belum resmi ditutup, telah melakukan proses penyadaran terhadap banyak PSK dan mucikari.
Dia mengatakan, asal mula ditutupnya lokalisasi yang ada di Jatim dan Surabaya didasarkan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, yang menyatakan bahwa Jatim harus bebas dari lokalisasi. Salah satunya adalah lokalisasi Bangunsari yang sangat legendaris setelah Gang Dolly.
Menurut Khoiron, pemprov berkomitmen untuk menjadikan Jatim bebas prostitusi. Berbagai langkah disinergikan bersama pemerintah agar wilayah Bangunsari bebas prostitusi dan lokalisasi. Dan pada 21 Desember 2012 untuk pertama kalinya, Bangunsari dinyatakan wilayah bebas prostitusi.
Setelah Bangunsari dinyatakan tutup dan bebas prostitusi, wilayah lainnya juga menyusul seperti lokalisasi Kremil sampai penutupan Dolly. Paling baru dan terakhir ditutupnya lokalisasi di Mojokerto oleh Gubernur  Dr H Soekarwo bersama MUI Jatim.
“Alhamdulillah, inspirasi dari Jatim ini telah menular hingga provinsi lain di Indonesia. Salah satunya Bupati Jayapura yang meminta MUI Jatim membantu menutup lokalisasi di Tanjung Elok,” ujarnya.
Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf yang turut dalam acara tersebut mengatakan, Bangunsari merupakan salah satu daerah yang ada di Jatim yang terkenal dengan prostitusinya. Akan tetapi, berkat kerjasama dari semua pihak dan melibatkan pemerintah, tokoh agama dan masyarakat, Bangusari sudah menjadi daerah bersih dan bebas dari prostitusi. “Bangunsari saat ini telah bebas dari prostitusi. Bangunsari Bersalawat ini bisa jadi contoh kesuksesan penanganan prostitusi di Jatim dan daerah lain,” ungkapnya.
Ia menyatakan, bahwa menutup lokalisasi dan prostitusi bukanlah pekerjaan mudah. Butuh komitmen dan kerjasama antar semua elemen yang ada. Kerjasama yang dilakukan antara Pemprov Jatim dan masyarakat Bangunsari dalam menangani prostitusi merupakan prestasi yang sangat membanggakan.
“Sebelum lokalisasi lain yang ada di Jatim ditutup, Bangunsari terlebih dahulu ditutup. Ini termasuk daerah percontohan dalam menutup lokalisasi lainnya di Jatim,” tegasnya.
Salawatan, lanjut Gus Ipul akan memperkuat rasa kekompakan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. “Kita bisa lihat di sini Syekhermania berkumpul menjadi satu dari berbagai macam profesi dan usia. Bahkan, bendera Merah Putih juga dikibarkan pada saat melantunkan salawatan ini. Ini adalah bentuk kecintaan kita kepada Allah SWT, Rasullullah dan bentuk kecintaan kita dalam menjaga NKRI,” tandasnya. [Zainal Ibad]

Tags: