Ketika Pilihan Masyarakat Kian Terbatas

Oleh :
Untung Dwiharjo
Pengamat Sosial, Alumnus Fisip Unair, Tinggal di Surabaya.

Semenjak pandemi covid-19 melanda dunia dan Indonesia terjadi arus perubahan hidup manusia. Dimana aktifitas manusia dibatasi karena adanya pembatasan aktifitas masyarakat. Misalnya dengan adanya PPKM yang selalu diperpanjang terus-menerus.

Kini tahun 2022 setelah dua tahun pandemi sejak 2020 melanda Indonesia aktifitas masyarakat mulai menggeliat. Tapi sebenarnya ada satu yang tidak berubah yaitu pilihan masyarakat dalam memenuhi kebuthan hidupnya yang sekarang dibatasi.

Ketika kegiatan bernegara misalnya dengan adanya ambang batas ET 20 persen maka pilihan masyarakat untuk mendapatkan pilihan yang bervariasi, untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas menjadi berkurang.

Demikian juga adanya rencana pemerintah untuk membatasi masyarakat dalam mendapatkan BBM berubsidi pertalite dan solar dengan dalih agar subsidi BBM tepat sasaran atau mengurangi anggaran subsidi BBM, maka sebenarnya masyrakat dibatasi dan terpinggirkan.

Belum lagi adanya rencana pemerintah untuk menghapuskan pilihan masyarakat dalam kelas BPJS, dimana masyarakat ada pilihan sesuai kemampuan ekonominya. Sehingga seandainya rencana pemerintah untuk menyeragamkan kelas BPJS dengan kelas standar maka masyarakat tidak punya pilihan, maka lagi-lagi masyarakat menjadi terpinggirkan dalam implemtasi kebijkan publik oleh pemerintah.

Serentetan peritiwa-peristiwa di atas menunjukan bahwa sebenarnya masyarakat secara konstan menuju masyarakat tanpa banyak pilihan. Karena hanya disodori satu atau ada pembatasan dalam kebutuhan hajat hidup masyarakat.

Menuju Era Penyeragaman Masyarakat
Masyarakat kini semakin di hadapkan dalam situaasi yang serba sulit, dimana sebenarnya masyarakat ingin adanya banyak berbagai pilihan layanan yang disediakan oleh pemerintah dan organisasi birokrasi di dalamnya.

Banyak aspek yang kini menjadikan pilihan masyarakat menjadi terbatas terutama dalam hal hajat hidupnya seperti kehidupan ekonomi, kesehatan dan politik.

Sehingga setelah era banyak pilihan dengan adanya reformasi 1998, maka terutama semenjak pandemi covid-19, sepertinya Indonesia surut kebelakang dengan hadir kembali era penyeragaman.

Dimana segalanya harus diatur untuk mendapatkan BBM murah misalnya dengan aplikasi yang katanya bisa mendeteksi berapa banyak orang membeli BBM, walapun ini masih dalam tarap perencanaan. Tetapi di beberapa tempat SPBU misalnya persediaan pertalite sepertinya ada pengurangan, sehingga sering habis lebih cepat dibanding BBM jenis lainnya

Demikian juga dalam vaksin ada aplikasi yang mengaturnya untuk mendapatkan sertifikat vaksin harus masuk palikasi tertentu yang harus dilakukan oleh masyarakat luas guna mendapatkan sertifikat vaksin.

Demikian juga nanti kalau jadi, untuk mendapatkan minyak goreng saja harus melalui aplikasi tertentu yang kemarin banyak digunakan waktu terjadi pandemi covid-19.

Jadi sepertinya roda sejarah kembali berputar setelah alam demokrasi yang bersemi, kini menuju alam otoriter kembali. Penulis menjadi teringat akan perkataan Mbah Nun (Emha Ainun Najib) ketika mengisi acara acara Kenduri Cinta di bulan Agustus 2019 yang mengatakan bahwa pasca pemilu 2019 masyarakat akan menghadapi perubahan zaman yang belum pernah ditemui sebelumnya. Dan diantara masyarakat ada yang terperosok, jatuh dan menjadi lebih buruk dari sebelumnya sehingga berubah kehidupannya. Ada stres dengan perubahan tersebut karena tidak kuat menahan beban hidup yang makin berat tersebut.

Keadaaan yang demikian itu seperti pernah digambarkan oleh pemikir sosial Giambattista Vico yang mengembangkan teori siklus perkembangan kehidupan manusia. Dimana dia mengatakan bahwa sejarah bergerak ke depan menurut hukum-hukum siklus, dimana dalam setiap tahap perputaran siklus itu membawa di dalam dirinya hak-hak yang menjurus kepada keadaan semula (Siahaan, 1986:95).

Jadi memang kalau mengikuti pemikiran Giambattista Vico sejarah masyarakat di Indonesia terutama panca pandemi covid-19 terjadi perubahan dari masyarakat demokrasi dengan adanya reformasi 98, sekarang kembali menuju menuju pemerintahan otoriter, atau bisa dikatakan demokrasi semu.

Karena sekarang partispasi masyarakat dibatasi , sehingga kebijakan sekarang lebih terasa selalu dari atas, bahkan kadang tanpa telaah akademik terlebih dahulu. Sehingga tidak diketahui efektif tidaknya. Contoh yang nyata adalah rencana pemerintah untuk menaikan biaya masuk ke atas candi borobudur sebesar Rp. 750.000 yang kemudian banyak mengandung kontroversi sehingga sementara ini ditunda.

Sehingga kalau hal tersebut betul-betul terjadi maka pilihan masyarakat untuk naik ke atas candi borobudur menjadi terbatas, dan hanya kalangan tertentu yang dapat masuk.

Waktunya Kembali ke Banyak Pilihan
Titik tolak adanya perubahan masyarakat Indonesia agar banyak pilihan dan terpinggirkan dengan adanya penyeragaman, adalah dengan pilihan calon presiden 2024 yang semakin banyak sehingga membuka ruang pilihan yang terbaik bagi masyarakat. Bukan 4 L (Lu lagi, Lu lagi) yang hanya memberi pilihan terbatas kepada masyarakat luas.

Selain itu, adanya partisipasi masyarakat untuk ditingkatkan dalam pembuatan kebijakan negara dalam mengatus hajat hidup orang banyak. Sehingga apa yang dirasakan kehidupan masyarakat yang relatif lebih tenang terutama sebelum pandemi menjadi tercapai.

Waktunya masyarakat menjadi subyek pembangunan bukan obyek pembangunan yang diekploitasi demi ataa nama pembangunan fisik semata. Sehingga hasil-hasil pembangunan bisa dirasakan oleh masyarakat bawah atau seluruh masyarakat , bukan hanya kalangan tertentu saja yang menikmati kue pembangunan.

Sehingga masyarakat punya banyak kesempatan untuk berpartispasi dalam pembangunan. Menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tidak hanya menjadi sekrup dalam belantara pembangunan fisik yang demikian massif, yang belum tentu menguntungkan masyarakat luas.

Jadi masyarakat harus kembali untuk memperjuangkan untuk kembali mendapat banyak pilihan hidup terutama dalam partisipsi politik. Jalan untuk memutar sejarah bangsa Indonesia adalah 2024 dimana idealnya seperti pemilu 2004 dan 2009 yang banyak pilihan, sehingga masyarakat mendapatkan pilihan calon pemimpin bangsa yang bisa menuntun masyarakat ke arah yang lebih baik.

Sehingga masyarakat nanti tidak terpinggirkan, dimana suara yang berbeda dipinggirkan karena tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau pihak-pihak tertentu, kalau perlu disingkirkan atau bahkan dilenyapkan.

Kondisi masyarakat yang terpinggirkan dengan adanya pilihan yang terbatas ini disebabkan karena ada penyeragaman kebijakan, ehaingga wajib dihilangkan. Hilangkan ambang batas pemilihan presiden dari 20 persen ke 0 persen misalya adalah hal yang urgen untuk menyikapi adanya pembatasan dan peneragaman yang dilakukan oleh pemerintah.

Apabila ini berhasil maka pilihan masyarakat menjadi banyak tentu saja kualitas hidup masyarakat menjadi semakin meningkat.

Dengan bahasa yang hampir sama dapat dikatakan apakah pembangunan fisik dan ekonomi yang selama ini di genjot oleh pemerintah telah terjadi persamaan dengan semakin terbukanya pilihan-pilihan hidup masyarakat bawah. Atau dengan dalam bahasa klise, apakah keberhasilan pembangunan kita selama ini telah meningkatkan kesejahteraan, rasa aman, kebebasan, dan jati diri merekayang tidak beruntung?

—— *** ——-

Tags: