Ketika Pilkada Tak Lagi Menawarkan Harapan

Khoirul HudaOleh :
Khoirul Huda
Wartawan Harian Bhirawa

Mungkin, sebagian dari masyarakat sudah mengetahui rencana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilakukan secara serentak pada 19 (Sembilan belas) Daerah/Kabupaten  di Jawa Timur oleh Komisi Pemilihan Umum  (KPU), pada 9 Desember 2015 mendatang, diantaranya termasuk Kabupaten Tuban.
Banyak kalangan masyarakat berharap, dengan proses Pilkada yang dilakukan, bisa berjalan secara demokratis sesui dengan sistem , karena memang proses pemilihan secara langsung tersebut dianggap yang paling demokratis untuk saat ini.
Begitu juga di Kabupaten Tuban, salah satau wilayah atau Kabupaten di Jawa Timur yang pernah memiliki sejarah kelam dalam proses Pilkada, aksi kemarahan masyarakat yang menilai tidak trasparansinya penyelengara pemilu (KPU.red) dinilai sebagai biang dalam kerusuhan yang merugikan aset negara yang tak ternilai harganya.
Proses atau dalam pelaksanaan Pilkada juga tidak sedikit uang Negara yang dikeluarkan, untuk melakukan tahapan menentukan calon kepala daerah atau Bupati dan Wakil Bupati sesuai dengan harapan masyarakat banyak. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban telah menyiapkan dana hibah pada KPU sebesar Rp27,5 Milyar dari APBD tahun 2015.
Tentunya dana tersebut tidak sedikit, apalagi untuk sebuah pesta demokrasi-yang katanya- kehendak dari rakyat atau sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No.15 tahun 2011 (tentang Penyelegaraan Pemilihan Umum), UU No. 32 Tahun 2014 (Tentang Pemerintah Daerah sebagimana tyelah diubah kedua kali dengan UU No.9 Tahun 2015 ), UU No.1 Tahun 2015 (Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menjadui UU No.8 tahun 20115), Peraturan Pemerintah (PP) No.17 (Perubahan atas PP No.16 tahun 2015), dll.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Pilkada di Kabupaten Tuban sudah sesuai yang diharapkan oleh masyarakat ?. Tentunya ada yang menjawab, “Pilkada belum selesai kok tanya tingkat kepusan masyarakat”.  Dan apakah tahapan Pilkada yang dilakukan oleh KPU sudah sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan ?, yang pasti hingga saat ini belum ditemukan pelangaran yang fatal baik disengaja maupun tidak yang dilakukan oleh KPU.
Kembalinya pasangan petahana, H. Fathul Huda-Ir.H. Noor Nahar Hussain, M.Si (HUDANOOR Jilid II) pada Pilkada 9 Desember mendatang, dan muncul-nya Pasangan Calon (Paslon)  dari jalur perseorangan (Independent) membuat publik bertanya-tanya dalam hati, meski sebagian enggan untuk mengungkapkan, apakah munculnya Paslon dari jalur Independet bagian dari skenario agar Pilkada tidak diundur ?
Lepas dari di skenario atau tidak di kabupaten Tuban, publik banyak yang menanyakan dan menyangkan akan hal tersebut, selain karena biaya yang dikeluarkan oleh negara (Pemkab) tidak sedikit, juga lawan dari petahan saat ini dinilai tidak berimbang, utamanya dari segi materi/pendanaan, dan juga dirasa, mungkin sebagain ‘tutup mata’ kalau dua Paslon tersebut adalah ‘satu keluarga’.
Berbicara terkait dengan budget atau anggaran yang begitu besar untuk sebuah pesta demokrasi, kenapa tidak dibaut sistem pemilihan kepala desa (Pilkades) seperti dulu pada zaman Orde Baru, misalnya Calon Kepala Desa (Cakades) yang tidak ada lawan, berarti dalam pemilihannya Cakades berlawanan dengan bumbung kosong (tidak ada paslon), artinya calon tunggal, hal tersebut dirasa lebih efektif dan tidak menghabiskan anggaran pemerintah, karena memang faktanya tidak ada pesaing yang berani maju.
Apalagi saat ini,  biaya untuk kampanye dan sosialisasi sudah disedian oleh KPU, selain Paslon sendiri juga bisa melakukan kampanye dengan biaya sendiri, dan meski ada batasan maksimal dan didapatkan dari mana dana tersebut.  Publik akan merasa puas mengunakan hak pilih-nya, jika yang paslon dipilih tidak ‘dipaksana’ sistem Pilkades dulu.
Akan tetapi, jika Pilkada seperti yang ada dikabupaten Tuban saat ini dan atau daerah lain, dimana munculnya Paslon tidak hasil dari ‘akal-akalan’ para politisi dalam mensiasati atauran agar tidak ada penundaan serta anggapan KPU gagal dalam mengawal serta menjalankan amanat yang diemban, tentunya akan menjadi lain.
Banyak masyarakat dan publik menjadi apatis akan pelaksaan Pilkada di Bumi Wali Tuban, mereka berpikir,  memilih satu dari dua paslon tidak ada bedanya. Artinya tidak ada hal yang menarik dalam Pilkada yang katanya pesta demokrasi ini, dan lagi-lagi yang menjadi beban jika petahana kembali terpilih. Kredibilitas petahana serta pemerintahan benar-benar dipertaruhkan dalam kembali memupuk kepercayaan masyarakat/publik. Mari kita lihat saja nanti bagimana hasil dari Pilkada di Bumi Wali Tuban ini.

                                                                                                                    ———- *** ———-

Tags: