Ketika Program JKN Kesulitan Mencapai Target

Oleh :
Arif Ramadhan
Badan Pekerja Malang Corruption Watch dan Alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang. 

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan sejak tahun 2014 didesain agar setiap warga negara memperoleh akses kesehatan dengan mudah. Program JKN adalah penjabaran dari UUD 1945 yang menyebutkan negara memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan serta menyelenggarakan jaminan sosial. Dalam perjalanannya Program JKN adalah modifikasi dari program kesehatan sebelumnya yaitu Asuransi Kesehatan (PT Askes). Bedanya dengan PT Akses ialah pembiayaan program JKN dilaksanakan dengan mekanisme gotong royong. Bagi setiap warga yang telah menjadi peserta JKN diwajibkan membayar iuran bulanan untuk memudahkan pelayanan kesehatan bagi warga lainnya. Selain itu bagi warga miskin dibiayai oleh pemerintah melalui APBN dan APBD setiap bulannya kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp.23.000.
Badan Penyelenggara Jaminana Sosial (BPJS) – yang merupakan transformasi dari PT Askes dan disesuaikan dengan UU No 24 Tahun 11 Tentang BPJS. BPJS adalah implementasi dari UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan untuk dibentuknya badan hukum jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagarkerjaan. BPJS Kesehatan memiliki kewajban untuk mengawasi pelaksanaan program JKN.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menyampaikan bahwa pada tahun 2019 seluruh warga negara wajib menjadi peserta JKN. Hingga 31 Desember 2017 BPJS Kesehatan mengkonfirmasi melalui lamannya, kepesertaan JKN-KIS telah mencapai 187.982.949 jiwa, artinya telah mencapai 79,2 persen. Masih terdapat beberapa warga yang belum menjadi peserta JKN. Untuk mengukur hal ini tercapai pada 01 Januari 2019 BPJS Kesehatan harus mengumumkan bahwa seluruh warga negara beserta warga negara asing (WNA) telah menjadi peserta JKN. Ini menandakan bahwa Universal Health Converage (UHC) atau jaminan kesehatan semesta telah tercapai, dan seluruh peserta akan mudah memperoleh akses kesehatan.
Akan tetapi terlalu cepat untuk menyimpulkan hal demikian. Empat tahun setelah diterapkannya program JKN, ternyata masih terdapat permasalahan. Defisit berkepanjangan sehingga mendesak untuk dibuatnya aturan agar tidak membiayai beberapa penyakit. Hal ini menjadi polemik di masyarakat. Sebagai badan hukum yang seharusnya membantu pemerintah untuk menyukseskan program JKN, BPJS Kesehatan masih kesulitan. Negara harus ikut mentalangin beberapa kelemahan tersebut.
Terdapat tiga permasalahan yang menjadi perhatian terhadap Program JKN. Pertama kepesertaan, BPJS Kesehatan harus mencapai seluruh warga negara beserta WNA yang telah menetap selama enam bulan di Indonesia untuk menjadi peserta JKN. Terdapat dua kriteria peserta, mandiri dan dibiayai oleh pemerintah (Penerima Bantuan Iuran/PBI) atau biasa dikenal dengan JKN-KIS. Kepesertaan mandiripun terbagi menjadi tiga sesuai dengan kemampuan keuangan, yaitu kelas I biaya iuran Rp.80.000, kelas II biaya iuran Rp.51.000 dan kelas III Rp.25.500. Kepesertaan mandiri harus diikutkan seluruh nama yang ada dalam kartu keluarga (KK). Namun, bagi peserta kelas I dan II sering telat membayar, hal ini pula yang mengakibatkan terjadinya defisit oleh BPJS Kesehatan. Sedangkan Bagi peserta kelas III hal ini memberatkan, karena peserta kelas III pendatapatannya dibawah rata-rata perbulan. Sehingga tidak bisa memprediksikan kebutuhan hidup selama sebulan. Oleh sebab itu iuran bulanan JKN mereka terkadang tidak mampu memenuhi. Dengan begitu peserta kelas III banyak yang mundur dan beralih menjadi peserta PBI.
Bila ingin menjadi peserta PBI harus dilakukan pendataan setiap enam bulan sekali dengan kriteria kemiskinan. Mengaharapkan adanya perubahan data, ternyata data tahun sebelumnya masih digunakan, yaitu data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2015 dari BPS (Badan Pusat Statistik). Sedangkan tahun 2015 ke tahun 2018 telah terjadi banyak perubahan data. Oleh sebab itu, masih teradapat warga yang belum menjadi peserta PBI. Indikator kemisikinan yang masih kabur dan data tahun sebelumnya masih digunakan, serta pendataan setiap enam bulan tersebut belum optimal. Karena masih ditemukan kepesertaan PBI yang diterima oleh kalangan mampu.
Kedua masalah defisit BPJS Kesehatan. Kondisi ini berdampak terhadap pembiayaan kepada penyelenggara kesehatan. Pembiayaan yang dikenal dengan INA-CBG’s adalah cara BPJS Kesehatan mengontrol biaya berdasarkan penyakit yang diderita oleh peserta untuk dibayarkan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut atau Rumah Sakit. Sedangkan untuk puskesmas diberikan dana bulanan yang dikenal dengan Dana Kapitasi. INA-CBG’s khususnya pada Rumah Sakit swasta menganggap miring kebijakan ini, meskipun dinilai memudahkan biaya sewa dokter. BPJS Kesehatan sering terlambat membayar hak kerja dokter serta masalah biaya obat-obatan ke apotek.
Ketiga Dana Kapitasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada pemerintah daerah agar memudahkan pelayanan keseahatan melalui puskesmas untuk warga yang tidak mampu. Ternyata Dana Kapitasi ini sering disalahgunakan. Korupsi yang terjadi di Jombang membuka tabir pengolaan Dana Kapitasi oleh Pemerintah Daerah. Bahwa dana kapitasi dijadikan ladang basah oleh kepala Dinas Kesehatan agar mempertahankan jabatannya dengan memotong dana kapitasi dan diberikan kepada Kepala Daerah.
Dengan demikian, masih banyak pekerjaan rumah bagi BPJS Kesehatan untuk memperbaiki diri. Masyarakat menanti hadirnya jaminan kesehatan semesta yang dapat diperoleh oleh setiap kalangan. Rumah sakit tidak ingin telat membayar biaya tugas dokter, maka BPJS Kesehatan harus responsif. Menjadi tantangan adalah kepesertaan mandiri dan mekanisme pembiyaan gotong royong. Jika memperhatikan kondisi BPJS Kesehatan dengan target tahun 2019 seluruh warga negara beserta WNA harus menjadi peserta JKN, sepertinya masih kesulitan. Oleh sebab itu, Program JKN harus dievaluasi dan dicarikan solusi agar tidak serta merta masyarakat acuh terhadap kondisi yang menimpa BPJS Kesehatan hingga mengakibatkan masyarakat tidak ingin menjadi peserta JKN.

——— *** ———–

Tags: