Ketika Publik Mulai Tertarik, Layanan malah Menurun

Layanan angkutan umum Transjakarta kian diminati, sayangnya kualitas layanannya malah menurun.

Layanan angkutan umum Transjakarta kian diminati, sayangnya kualitas layanannya malah menurun.

Jakarta, Bhirawa

Jakarta adalah kota metropolitan dengan penduduk yang berjumlah lebih dari 8 juta jiwa dan terus bertambah. Kemacetan menjadi hal yang tidak dapat dihindari lagi, khususnya pada saat jam kerja.
Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan meningkatkan kualitas sarana ataupun prasarana angkutan umum alias angkutan massal. Fasilitas transportasi Ibu Kota yang nyaman, cepat, dan murah merupakan impian masyarakat Jakarta. Untuk saat ini barulah bus Transjakarta yang menjadi moda transportasi andalan pemerintah DKI yang coba mewujudkan impian itu.
Sudah 1 dekade transjakarta hadir menemani warga jakarta dan sekitarnya dengan segala hambatan dan tantangan termasuk bagaimana memberi fasilitas nyaman bagi warga, terutama yang berkebutuhan khusus.
Para kelompok berkebutuhan khusus pada awalnya melihat adanya harapan dengan kemunculan bus rapid transit tersebut pada 2014. Made Adi Gunawan, Ketua Bidang Ekonomi, Sosial Budaya, Persatuan Tuna Netra Indonesia Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta mengatakan pada awal adanya bus transjakarta memberikan harapan baru teman-teman penyandang disabilitas.
“Bagi tunanetra ada beberapa hal positif yang merupakan kemajuan dalam sarana publik,” jelasnya.
Menurutnya, ada tiga kemajuan pelayanan transportasi. Pertama, informasi berupa suara tentang pemberhentian berikutnya.
“Sebelum transjakarta, petugasnya atau drivernya yang teriak-teriak. Ini sangat membantu bagi kami yang tidak bisa melihat, tapi juga bagi penumpang lain yang asik ngobrol, membaca, tertidur,” tuturnya dalam program Pilar Demokrasi di KBR68H dan Tempo TV. Kedua, saat melangkah dari halte ke bus itu cukup melangkah. Ketiga, ada tempat duduk khusus bagi penyandang disabilitas.
Meskipun pada awalnya memberi harapan, pelayanan ini semakin menurun setelah berjalan 10 tahun.
“Kondisinya sudah berbeda, banyak bus transjakarta tidak ada suara peringatan dan diganti suara petugasnya,” keluh pria yang akrab disapa Made tersebut. Ia menambahkan, jarak berhenti bus terasa kian longgar dengan halte.
“Agak bingung juga, mau loncat nanti nggak sampai?” katanya sambil tertawa ringan. Terakhir, kursi prioritas untuk wanita hamil, berkebutuhan khusus dan lansia kerap tidak diberikan pada yang membutuhkan. “Mungkin karena hanya ada gambar saja, banyak orang yang tidak paham,” kata Made Adi Gunawan.
Transjakarta mengaku semakin sulit untuk mempertahankan mutu pelayanan dengan meningkatnya jumlah penumpang.
“Dengan semakin bertambahnya koridor dan penumpang, banyak bus yang sebenarnya kita operasikan di koridor yang tidak untuk peruntukannya,” ujar Juru Bicara Transjakarta Sri Ulina Pinem. Akibatnya suara yang sudah direkam tidak bisa difungsikan karena rute yang berbeda.
“Akhirnya dibantu lagi dengan petugas kami. Kalau mereka sedang rajin bersuara, kalau tidak, dengan kepadatan dan tingkat stress cukup tinggi, mereka kurang informatif,” katanya.
Serupa tapi tak sama, itulah yang dialami PT.Kereta Commuterline Jabodetabek. Juru Bicara KRL Eva Chairunnisa mengaku peningkatan penumpang mengakibatkan anak perusahaan PT.KAI itu kewalahan.
“Sebelum tarif progresif, penumpang sekitar 450 ribu. Setelahnya, penumpang capai 600 ribu dalam sehari,” katanya melalui sambungan telepon. Akibatnya, penumpang mesti berdesak-desakan terutama di jam sibuk. Dengan petugas yang minim, ia berharap kesadaran penumpang untuk memberikan kursi prioritas bagi yang membutuhkan. [kbr]

Tags: