Ketika Sepak Bola sebagai Industri

buku-sepakbolaJudul    : Pemuja Sepak Bola
Penulis  : Iswandi Syahputra
Penerbit  : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan  : I, Juni 2016
Tebal    : xviii + 183 halaman
ISBN    : 978-602-424-099-8
Peresensi  : Muhammad Khambali
Pegiat di Pustaka Kaji, Jakarta. Alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Sepak bola saat ini bukan hanya pertandingan antar dua tim kesebelasan di atas rumput hijau. Lebih dari itu, sepak bola mencerminkan sebagai kekuatan global, kekuatan politik, dan bahkan kekuatan budaya. Sepak bola adalah bisnis, identitas, politik dan keyakinan yang termodifikasi melalui perayaan yang penuh dengan kegembiraan. Semua itu bergumul dalam suatu mesin raksasa bernama industri sepak bola. Iswandi Syahputra, penulis buku ini, mendeskripsikan sepak bola sebagai sebuah industri telah digerakkan oleh tiga kekuatan besar, 3G yaitu Gold, Glory, dan Goal. Gold merepresentasikan kekuatan material berupa keuntungan dalam industri sepak bola. Glory merepresentasikan kemuliaan atau kebanggaan terhadap klub sepak bola, dan goal merepresentasikan kesenangan dan kegembiraan dalam diri fans. Ketiganya berkelindan menjadikan sepak bola sebagai sebuah medan bisnis sekaligus fanatisme.
Pertimbangan bisnis dengan hitungan untung rugi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari industri sepak bola. Bintang sepak bola yang dimiliki sebuah klub bukan lagi sebagai aset tetapi menjadi komoditas. Sebagai komoditas seorang pesepakbola tidak lagi menjadi olahragawan murni. Bintang sepak bola merupakan komoditi dan selebriti sekaligus secara bersamaan (hlm. 3). Artinya dalam dunia sepak bola manusia dijadikan komoditas bisnis yang diperjualbelikan melalui suatu bursa transfer pemain. Sementara sebagai selebritis, pemain sepak bola dapat dikatakan menikmati kemasyhuran yang diperoleh melalui campur tangan media.
Hal ini menjadikan sepak bola bagi pemain tidak lagi ajang ketangkasan olah si kulit bundar, atau area adu strategi bagi pelatih. Karena sepak bola dikelola secara bisnis, pemain dan pelatih tentu memiliki harga sedangkan klub sepak bola berharap mendapat keuntungan secara finansial. Sepak bola menampakkan suatu arsiran antara medan bisnis olahraga, hiburan, media massa, dan media bisnis lainnya yang saling terkait. Selanjutnya dalam industri sepak bola, kepemilikan glory sangatlah penting. Glory menjadikan sepak bola bukan saja dinikmati oleh pemain, pelatih atau managemen klub sepak bola, tetapi juga dapat dinikmati sebagian pecinta sepak bola, baik yang tergabung dalam suatu fans club ataupun tidak. Glory ini merupakan pintu masuk untuk memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan yang dijanjikan sepak bola pada khalayak. Pada gilirannya, glory ini yang memicu rasa memiliki dan fanatisme fans (hlm. 6)
Faktor paling menonjol yang mampu memunculkan adanya perasaan glory dalam diri fans dapat berupa prestasi atau kejayaan berupa memenangkan trofi kejuaraan yang diraih oleh suatu klub yang didukung. Misalnya, bukan saja bergelimang uang (gold), dalam sepak bola Eropa, memenangkan Liga Champions yang diikuti antar klub pemenang liga domestik menjadi prestasi paling bergengsi dan membanggakan bagi fans dan klub yang menjuarainya.
Selain itu, kemenangan dalam pertandingan derby menjadi teramat penting untuk mendapatkan kemuliaan bagi fans atau klub sepak bola. Laga derby menyangkut gengsi dua klub dalam satu kota atau terkait sejarah persaingan antara dua klub yang cukup panjang. Di liga Inggris misalnya, Derby of Merseyside antara Liverpool dan Everton sebagai persaingan atar klub sekota yang berlangsung sejak tahun 1962. Sementara El Clasico antara Real Madrid dan Barcelona menjadi rivalitas dua seteru bebuyutan paling terkenal, bukan hanya di liga Spanyol tetapi jagat sepak bola dunia. Setiap derby sarat gengsi, kemenangan dalam sebuah pertandingan derby begitu penting seolah partai final, dan kekalahan akan menjadi pil pahit yang menyakitkan.
Terakhir, goal menjadi perayaan kegembiraan yang menggerakkan sepak bola menjadi industri. Sebuah goal bukan saja merupakan peristiwa penting dalam sepak bola, tetapi sebagai penanda raihan glory dan gold. Goal merupakan puncak kenikmatan atau orgasme kegembiraan yang dirasakan dan dirayakan secara masif (hlm.16). Bagaimanapun, sebagai sebuah industri olahraga yang bersifat global, mencetak goal merupakan satu-satunya sarana yang dapat menjangkau kegembiraan penonton yang tersebar di seluruh dunia, melalui tayangan televisi. Pertandingan tanpa goal selalu menjenuhkan. Karena itu sebuah goal mampu memobilisasi kegembiraan, bagi pemain dan juga fans sepak bola. Inilah energi kekuatan masif dari sebuah goal. Tidak disangkal lagi, euforia selebrasi perayaan goal yang menjadikan sepak bola sedemikian menakjubkan bagi para penggilanya.
Kini, stadion sepak bola adalah semacam tempat ibadah dengan jersey sebagai pakaian ibadah para pemujanya. Religiositas dalam sepak bola menjadi ambigu, satu sisi dia mampu menghantarkan pelakunya pada suatu kegembiraan dan kebahagiaan kolektif. Namun di sisi yang lain, religiositas sepak bola mengabdikan ritualnya pada industri global (hlm. 93). Buku ini mengungkapkan bagaimana pelbagai pemujaan dalam sepak bola tidak hanya menghidupkan olahraga itu sendiri namun juga industri secara keseluruhan. Sepak bola telah menjelma sebagai agama populer bentukan media yang menawarkan pertandingan lapangan hijau sekaligus lapangan bisnis.

                                                                                                                       ———– *** ———–

Rate this article!
Tags: