Ketimpangan Ekonomi dan Infrastruktur

dr-abdur-rohmanOleh :
Dr Abdur Rohman, MEI
Ketua Pusat Studi Ekonomi Syariah Trunojoyo Madura

Maju mundurnya sebuah negara, tidak dapat dipungkiri bergantung dari kondisi infrastrukturnya dewasa ini. infrastruktur yang memadai tentu saja menjadi harapan setiap penduduk di sebuah negara. Bahkan, negeri-negeri terdahulu di belahan dunia ini keberadaannya justru dikenal karena peninggalan infrastrukturnya, termasuk di Indonesia.
Sebut saja beberapa kerajaan pendiri Indonesia di nusantara. Kerajaan Majapahit, misalnya, dikenal karena sisa-sisa peninggalannya berupa infrastruktur seperti pintu gerbang bentar kerajaan, sistem irigasi sederhana, tempat pemandian, bangunan-bangunan dan lainnya yang bisa ditemui di situs Trowulan Mojokerto dan beberapa infrastruktur candi di sejumlah tempat di Kediri, Jawa Timur. Demikian juga, beberapa negeri lain di dunia seperti peninggalan infrastruktur megah, bekas Kerajaan Romawi zaman lampau bisa ditemui di Roma (Italia)
Ketika sebuah negara melakukan penjajahan kepada negara lain dalam jangka waktu cukup lama, juga bisa dikenali melalui beberapa infrastruktur seperti rel kereta api, bendungan dan lainnya. Lihatlah berapa banyak infrastruktur peninggalan Belanda di Indonesia, termasuk di Madura ternyata ada rel kereta api memanjang mulai Bangkalan hingga sumenep.
Negeri berpenduduk hampir 260 juta jiwa ini pun per tahun tidak kurang hampir Rp 150 triliun anggarannya untuk membangun infrastruktur jalan dan jembatan, irigasi, bendungan dan lainnya. Itu belum termasuk untuk membangun infrastruktur lain seperti pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan, selama 2014-2019 diperlukan anggaran untuk infrastruktur sekitar Rp 5.000 triliun, sementara kemampuan APBN hanya sekitar Rp 600 triliun. Artinya, masih terdapat kekurangan pendanaan yang begitu besar untuk kecukupan infrastruktur itu.
Para pengamat dan pelaku ekonomi di dunia sudah sepakat menggunakan tiga kata kunci untuk menggambarkan daya saing sebuah negara. Tiga hal itu adalah kondisi infrastruktur, kualitas birokrasi dan korupsi
Posisi daya saing Indonesia saat ini?
Sebagaimana diakui oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljonobahwa ternyata sesuai data World Economic Forum (WEF) 2016, Indonesia menempati peringkat 37 dari 144 negara. Di dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) Indonesia berada di urutan keempat, setelah Singapura, Malaysia dan Thailand,
Sedangkan untuk daya saing dan kualitas infrastrukturnya menempati urutan 82 dari 142 negara yang memiliki kualitas infrastruktur baik.
Kesenjangan
Pemerintah pun melalui Presiden Jokowi pada sebuah kesempatan mengakui bahwa kondisi infrastruktur Indonesia masih memprihatinkan.
Kondisi infrastruktur bagian barat Indonesia dan timur saat ini sangat timpang dan ini mengakibatkan perbedaan yang mencolok bagi kedua wilayah itu. Sehingga selisih harga barang tidak dapat dihindari, karena keterbatasan infrastruktur seperti tiadanya akses jalan darat sebagai penghubung antarwilayah menyebabkan akses transportasi hanya bisa dilakukan dengan transportasi udara sehingga sudah bisa ditebak barang dan jasa menjadi mahal.
Solusi Ketimpangan ekonomi
Pada 2016 ini, sedikitnya terdapat delapan proyek strategis nasional yang menunjukkan perkembangan signifikan melalui sejumlah program percepatan infrastruktur.
Delapan proyek itu umumnya berada di luar Jawa yakni Jalan Tol Serang-Panimbang, Terminal Kalibaru, SPAM Umbulan, Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan, PLTU Batang, Pelabuhan Patimban, Palapa Ring Broadband dan Revitalisasi Bandara Juwata-Tarakan, Matahora-Wakatobi dan Labuhan Bajo-NTB.
Presiden pun optimis cepat atau lambat, hal itu akan berdampak pada biaya transportasi dan logistik lebih murah, pertukaran barang dan jasa lebih efisien sehingga produk nasional lebih bersaing dengan asing. Upaya pemerintah yang masif dengan percepatan pembangunan infrastruktur ternyata juga menimbulkan kesan dan kritik karena dilakukan di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih karena tekanan global dalam satu atau dua tahun terakhir. Karena diyakini Penggunaan APBN untuk biaya infrastruktur yang terlalu besar bisa mengganggu alokasi untuk penanggulangan kemiskinan”.
Politik ekonomi pada satu sisi memang layak jadi perhitungan sebuah pemerintahan, namun siapa pun agaknya sepakat bahwa Indonesia bisa naik kelas dari kelompok negara berkembang menjadi negara maju di 2020. Hal demikian akan tercipta, jika keberadaan infrastruktur nasional juga memadai.Wallahu a’lamu bishabi

                                                                                                                ———– *** ————

Rate this article!
Tags: