Ketua DPRD Bondowoso Kupas Tuntas Perda No 5 Tahun 2020

Ketua DPRD Bondowoso H Ahmad Dhafir. [Ihsan Kholil/Bhirawa]

Bondowoso, Bhirawa
Ketua DPRD Bondowoso H Ahmad Dhafir menerangkan, bahwa setiap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) ada dua opsi, yakni yang pertama adalah usulan eksekutif dan inisiatif legislatif.

Kata dia, Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun 2020 merupakan usulan eksekutif. Yang artinya, apabila ada kebutuhan masyarakat yang perlu adanya kepastian hukum. Maka kemudian eksekutif menyusun Raperda.

Sebelum menyusun Raperda, eksekutif mengajukan pada DPRD melalui Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) terkait Perda apa yang akan dibahas dan judul.

Setelah judul yang di usulkan oleh Bapemperda ke Pimpinan DPRD. Maka DPRD mengembalikan pada eksekutif. Dari itu disusunlah Rancangan Peraturan Daerah.

“Jadi yang menyusun eksekutif,” kata Ketua DPRD Bondowoso H Ahmad Dhafir saat dikonfirmasi awak media di Wisma Ketua DPRD, Sabtu (20/2).

Kemudian setelah disusun oleh eksekutif, tentu ada kewajiban sebagaimana amanat undang-undang No 12 Tahun 2011, bahwa harus adanya naskah akademik untuk dikaji secara yuridis dan semua yang ada keterlibatan kepentingan masyarakat.

Bahkan pada saat dilakukan pembahasan ditingkat kerjasama dengan perguruan tinggi dalam penyusunan naskah akademiknya, mereka juga melakukan uji publik. Mengumpulkan para pelaku usaha dan tokoh-tokoh untuk dimintai pendapat.

“Sehingga kemudian ini akan lahir naskah akademik. Ini masih diranah eksekutif, belum diranah DPRD,” urainya. Begitu setelah disusun dan sudah adanya naskah akademik, kemudian diserahkan ke DPRD untuk dibahas bersama dan mendapatkan persetujuan legislatif.

“Disaat diserahkan ke DPR tentu yang saya tanyakan pertama naskah akademiknya ada gak?. Pada tahun 2017, saya pernah selaku pimpinan DPRD bahkan pansus juga, pada waktu itu menolak melanjutkan pembahasan Perda karena tidak melampirkan naskah akademiknya. Ini syarat utama yang diatur dalam undang-undang,” jelas Dhafir.

Lanjut dia, yang kemudian dilanjutkan pembahasan di DPRD dan mendapatkan persetujuan legislatif. Dhafir menjelaskan, bahwa dalam pembahasannya tidak sembunyi-sembunyi. Apalagi kata dia, hal tersebut dikatakan selingkuh.

“Menjadi aneh kalau ada orang mengatakan ini bentuk perselingkuhan. Biasanya orang menuduh orang lain selingkuh, ia tidak punya kesempatan untuk berselingkuh,” urainya.

Dalam pembahasan Raperda tersebut normal, yakni dalam tahap penyusunan, naskah akademik, bahkan di DPRD dibentuk pansus. “Yang ketuanya pak Andi Hermanto, Wakil ketuanya pak Mansur. Ini memakan waktu sampai enam bulan,” jelasnya.

Bahkan dirinya pun menghimbau pada anggota Pansus agar segera diselesaikan. Karena kerja pansus itu maksimal enam bulan. Sehingga dalam rapat pansus tersebut dilakukan tak hanya siang hari, bahkan sampai dilakukan pada malam hari.

Tak hanya itu, Dhafir pun mengaku jika dirinya pun turut hadir dalam rapat pansus tersebut untuk menyaksikan langsung pembahasan-pembahasan itu.

“Dan kemudian disetujui Raperda itu menjadi Perda, kemudian dikirim ke Provinsi untuk mendapatkan evaluasi oleh provinsi. Jadi tidak hanya eksekutif dan legislatif,” terangnya.

Setelah turun evaluasi Gubernur Jawa Timur, maka kemudian kembali lagi ke DPRD Bondowoso untuk mendapatkan SK Pimpinan DPRD.

“Hari ini Perda itu sudah di sah kan dan sudah bernomor. Tinggal tindak lanjut, yaitu peraturan Bupati, yang nantinya mengatur secara teknis pelaksanaannya. Perda tidak mengatur teknis,” katanya.

Jarak Toko Modern dan Toko Kelontong

Ketua DPRD Bondowoso H Ahmad Dhafir menjelaskan, bahwa pemerintah Pusat mengintruksikan pemerintah daerah untuk memberikan kemudahan kepada investor yang mau berinvestasi di Daerah termasuk pula di Bondowoso.

“Disaat investor masuk Bondowoso, maka otomatis akan ada lapangan kerja, apapun usaha mereka. Syukur yang punya modal orang Bondowoso sendiri,”katanya.

Jarak Toko Modern dan pasar tradisional yang awalnya di Perda No 3 Tahun 2012 adalah 1000 meter, dan menjadi 50 meter di Perda No 5 Tahun 2020.

Menurutnya, kalaupun diatur jarak dengan meter, tidak mungkin pemilik modal akan membangun toko secara berjejeran. Namun yang pasti mereka (pemilik modal) akan melakukan survei lokasi, study kelayakannya dan termasuk daya beli masyarakat.

“Artinya, kita beri kebebasan, kesempatan untuk melakukan usaha tetapi juga bagaimana pemilik modal ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Bondowoso,” ungkapnya.

Sehingga pada waktu pembahasan di DPRD, pihaknya memasukkan beberapa syarat, yakni mempekerjakan asli putra Bondowoso.

“Artinya ini lapangan kerja untuk masyarakat Bondowoso. Bayangkan kalau ada 20-30 toko modern, pasti disana ada putra Bondowoso yang bekerja,” katanya.

Namun ketika para pemilik modal (Toko Modern) tidak memenuhi syarat yang sudah diatur di dalam Perda. Maka Pemerintah Daerah tidak salah membatalkan izin.

“Tinggal bagaimana ketegangan pemerintah daerah ketika pemilik modal tidak mematuhi Perda, batalkan izinnya, cabut. Manakala tidak mempekerjakan masyarakat Bondowoso,” terangnya. [san]

Tags: