Keuntungan Padi Organik Bisa Capai 10 Ton Perhektar

Walikota Batu saat panen padi organik di desa Pendem beberapa waktu yang lalu.

Walikota Batu saat panen padi organik di desa Pendem beberapa waktu yang lalu.

Kota Batu, bhirawa
Tingginya biaya produksi pertanian, khususnya tanaman padi menyebabkan masyarakat cenderung menjual lahan pertaniannya. Hal ini karena pertanian padi dinilai sudah tidak menguntungkan.
Hal ini banyak juga dirasakan oleh para petani di kota Batu. Apalagi harga tanah di kota wisata tersebut terus melambung seiring dengan tingginya investasi yang masuk.
Untuk menekan nafsu masyarakat menjual lahan pertaniannya tersebut, Pemkot Batu terus menggiatkan budi daya pertanian organik, termasuk untuk tanaman padi. Sebab pertanian organik menjanjikan keuntungan berlipat, selain biaya produksinya bisa ditekan, hasil produksi dan nilai jualnya juga menjanjikan.
Wali Kota Batu Eddy Rumpoko mengatakan tingginya harga pupuk anorganik (pabrikan) membuat petani kelimpungan karena biaya produksinya menjadi tinggi. Apalagi penggunakan pupuk yang berlebihan menyebabkan tingkat kesuburan lahan terus menurun. Akibatnya untuk meningkatkan hasil panen, petani cenderung menambah jumlah pupuk tiap musim tanam.
“Ketergantungan pada pupuk anorganik harus segera dikurangi dan kalau bisa dihentikan untuk dialihkan dengan pemakaian pupuk organik. Ini diperlukan untuk menekan biaya produksi dan memperbaiki kesuburan tanah,” kata ER sapaan akrab Walikota Batu.
Dijelaskan pupuk organik harganya sangat murah, bahkan petani bisa membuat sendiri dengan memanfaatkan sisa batang padi/tanaman, kotoran hewan ternak dan sampah basah. Sehingga pertanian padi organik sangat menjanjikan.
“Di kelurahan Cimapokolan kota Bandung, uji coba pertanian padi organik dengan menggunakan bibit IR 64 bisa menghasilkan padi 14 ton gabah perhektar. Padahal sebelumnya saat menggunakan pupuk kimia hasilnya hanya 4 ton gabah perhektar. Ini bukti bahwa pertanian organik sangat menjanjikan,” ungkap ER.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Sugeng Pramono, menerangkan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan selama ini berdampak negatif terhadap kesuburan tanah pertanian.
Penggunaan pupuk kimia membuat tanah akan cenderung keras, mematikan unsur mikroba tanah dan secara perlahan namun pasti membuat lahan pertanian menjadi tidak subur lagi.
“Pupuk kimia itu sifatnya memang instan, sehingga penggunaan dalam jangka panjang justru akan merusak struktur dan kesuburan tanah. Berbeda dengan pupuk organik yang justru akan menjaga kesuburan tanah karena setiap pemberian pupuk organik akan memacu pertumbuhan mikroba dalam tanah,” tutur Sugeng.
Berdasarkan uji coba demoplot yang dilakukan dinasnya bersama kelompok tani di desa Pendem, potensi panen padi organik bisa mencapai 8 ton hingga 10 ton perhektarnya.
Dijelaskan, jika dirata-rata penggunaan pupuk kimia perhektar mencapai Rp2 juta lebih perhektarnya. Sementara kalau menggunakan pupuk organik, biayanya bisa ditekan hingga separuhnya.
Untuk merealisasikan sepenuhnya pertanian memang membutuhkan waktu, sehingga untuk tahap awal yang dilakukan adalah membuat kawasan pertanian organik terlebih dahulu.
“Untuk mengedukasi petani, diperlukan demplot-demplot pertanian organik. Kalau mereka sudah melihat buktinya, maka petani akan menerapkannya,” paparnya.
Ditambahkan areal pertanian padi di Kota Batu sangat terbatas, yaitu hanya diusahakan di desa Pendem dan kelurahan Dadaprejo. Diharapkan areal pertanian padi tersebut tidak menyusut karena alih fungsi lahan. “Kalau hasil pertanian padi menguntungkan tentu masyarakat tidak berfikir lagi untuk menjual tanahnya ke investor,” tandas Sugeng. [sup]

Tags: