Kewarganegaraan Pejabat

KewarganegaraanAnggota kabinet (menteri), niscaya dilarang berkewarganegaraan ganda. Meski tidak satupun pasal pada UUD dan tidak satupun undang-undang (UU) yang melarang. Tetapi menteri sebagai pembantu terdekat presiden, mestilah memiliki KTP (kartu tanda penduduk) Indonesia. Dan tidak pernah memiliki identitas diri negara lain. Identitas diri (dari dalam negeri) dianggap sebagai etika nasionalisme. Seluruh negara (negara besar maupun negara kecil) kukuh dengan etika itu.
Tiada menteri berkewarganegaraan asing, menjadi keniscayaan. Bahkan negara baru pun, seluruh menterinya adalah cukup nasionalis. Negara-negara pecahan Uni Soviet, seluruh menterinya juga dari kalangan “pribumi.” Begitu pula negara pecahan Yugoslavia (menjadi negeri-negeri secuil), mempertahankan ke-pribumi-an. Lebih lagi di Korea, tiada seorangpun yang memiliki dua kewarganegaraan sekaligus (Korea Utara dengan Korea Selatan).
Kewarganegaraan ganda, akan selalu menjadi polemik nasionalisme. Tragedi tersebut pernah terjadi di Iran, ketika memulai negeri baru (dekade 1980-an) pasca revolusi Iran tahun 1979. Disinyalir banyak pejabat tinggi memiliki kewarganegaraan ganda. Ada yang berganda dengan Irak, atau berganda dengan negara-negara Eropa (umumnya Prancis dan Inggris). Termasuk pucuk pimpinan revolusi, Ayatollah Khomeini. Dulu, banyak ulama Iran juga memiliki kewarganegaraan ganda.
Beralih kenegaraan, sebenarnya dijamin konstitusi. UUD pasal 28E ayat (1), menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama …memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Amanat konstitusi ini bisa dipahami sebagai peralihan kewarganegaraan, tapi bukan kewarganegaraan ganda. Sehingga setiap warga negara, hanya memiliki satu kewarganegaraan.
Ironisnya, Ada pula pengusaha yang disebut stateless, yang abai pada status kewarganegaraan. Namun yang lebih ironi, terdapat masyarakat yang dijuluki “stateless-ness.” Misalnya, manusia perahu (dari kawasan timur tengah, maupun Asia tenggara). Komunitas ini coba mempertaruhkan jiwa raga, mencari hak  kehidupan yang terampas oleh konflik politik di negerinya. Rata-rata mereka berstatus sebagai pencari suaka.
Sebagian pencari suaka telah terdata oleh UNHCR (United Nations High Comissioner for Refugees) institusi yang dibawahkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Komisi Tinggi urusan pengungsi ini, tugasnya melindungi hak-hak pengungsi di seluruh dunia. Seringkali UNHCR harus ekstra hati-hati dalam fasilitasi pengungsi. Karena tidak seluruhnya benar-benar ter-aniaya, melainkan upaya sistemik politik. Dulu, komunitas tertentu dari Indonesia juga “demo” menyatakan stateless, tidak mengakui kewarganegaraan Indonesia.
Kepemilikan ke-warganegaraan ganda, pada tataran hubungan internasional, ditanggapi beragam. Kalangan pengusaha (skala besar multi nasional) banyak yang memiliki paspor ganda. Konon, paspor (kedua) dianggap sebagai “estafet,” untuk memudahkan mobilitas. Sebab, banyak negara memiliki kepengurusan paspor cukup berbelit. Terutama pengusaha Eropa, Amerika dan China, serta Arab, malah meng-anggap kepemilikan paspor ganda merupakan “prestise.”
Banyak pula pengusaha Indonesia memiliki paspor ganda. Diantaranya, Archandra Tahar, yang memiliki firma di Amerika Serikat. Semula, Tahar dianggap berkaliber “internasional.” Hadirnya tokoh berkaliber internasional (dalam reshuffle), merupakan respons terhadap pergaulan internasional. Selama hampir dua tahun kepersidenan, Jokowi sudah kerap mengikuti berbagai even internasional bidang ekonomi, dan politik. Juga gerakan bersama sedunia (penanggulangan terorisme dan lingkungan hidup).
Archandra Tahar, memiliki beban untuk “menjinakkan” kesepakatan global bidang ke-energi-an. Mega proyek ke-listrik-an, serta  penambangan minyak dan gas di Maluku, memerlukan pejabat senior (menteri) yang telah memilkiki “banyak teman” internasional. Pasti, maksud presiden tidak termasuk yang memiliki kewarganegaraan ganda. Ke-ganda-an paspor bisa ber-ekses serius. Presiden bisa dituduh melayani kepentingan asing.
Sesuai amanat UUD pasal 17, pergantian kabinet merupakan domain presiden. Intelijen harus menjamin, bahwa calon menteri (dan menteri yang ada) hanya memiliki satu paspor, Indonesia.

                                                                                                            ———   000   ———

Rate this article!
Kewarganegaraan Pejabat,5 / 5 ( 1votes )
Tags: