Kewenangan Pj Sangat Terbatas

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Pertama kali dalam sejarah pemerintahan di Indonesia khususnya Jatim, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo harus memilih Penjabat (Pj) kepala daerah di 19 kabupaten/kota. Ini mungkin menjadi sebuah dilema gubernur, mengingat ke-19 Pj tersebut harus dipilih dari pejabat eselon II di lingkungan Pemprov Jatim. Itu artinya ada 19 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang harus ditinggal kepalanya.
Kendati demikian, jauh-jauh hari Gubernur Soekarwo telah membeberkan syarat-syarat pejabat eselon II yang dipilih jadi seorang Pj. Di antaranya adalah diambilkan dari jabatan yang SKPD-nya tidak memiliki bidang strategis seperti mengurus keuangan dan perencanaan. SKPD itu seperti Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pendapatan (Dipenda) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Saat ini, sudah muncul beberapa nama yang kemungkinan 95 persen pasti menjadi Pj. Kenapa 95 persen ?, karena hingga kini Surat Keputusan (SK) penetapan belum turun dari Menteri Dalam Negeri, bisa saja nama yang sudah beredar dan disebut Gubernur batal menjadi Pj karena suatu hal.
Nama-nama yang muncul itu yakni, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Sujono untuk Pj Bupati Ngawi. Lalu, Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Umum Setdaprov Jatim Suprianto untuk Pj Wali Kota Blitar, Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Wahid Wahyudi untuk Pj Bupati  Lamongan dan Kepala Dinas Peternakan Maskur sebagai Pj Bupati Ponorogo, serta Assisten I Sekdaprov Bidang Pemerintahan Idrus sebagai Pj Bupati Kediri.
Berbicara soal Pj kepala daerah, pasti akan berhubungan dengan kewenangan apa saja yang boleh dan tidak dilakukan. Diolah dari berbagai sumber, ada dua produk hukum yang bisa dijadikan dasar untuk melihat kewenangan seorang kepala daerah dengan status Pj.
Pertama, sesuai Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Kedua, Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Rambu-rambu menjadi seorang Pj ini penting, mengingat terkadang ada kejadian selama ini di berbagai daerah, posisi ini dimanfaatkan dan diklaim bahwa setelah yang bersangkutan menjabat sebagai Pj kepala daerah, dia akan memiliki kewenangan yang penuh sama persis dengan pejabat definitif. Padahal, kewenangan mereka sangatlah terbatas.
Sebelum mengulas dasar hukum tentang kewenangan seorang kepala daerah dengan status Pj, alangkah baiknya dilihat dahulu tugas dan kewenangan kepala daerah/wakil kepala daerah yang definitif. Sesuai UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 25, Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah berbunyi adalah sebagai berikut :
“a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b. mengajukan rancangan Perda; c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Selanjutnya pada pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang tersebut, tugas dan kewenangan Wakil Kepala Daerah berbunyi adalah sebagai berikut :
“a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.  Pada Ayat (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. dan Ayat (3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.”
Selanjutnya bagaimana tugas dan kewenangan seorang Pj Kepala daerah. Tentu saja tentang tugas dan kewajiban seorang Pj sama dengan yang diatur oleh Undang-Undang tersebut di atas. Adapun yang membedakannya adalah terletak pada kewenangan. Oleh karena itu terkait hal ini, dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 pada 132A, berbunyi:
Ayat (1) : “Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang : a. melakukan mutasi pegawai; b. membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.”
Ayat (2) : “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri”.
Berdasarkan Peraturan tersebut, jelaslah bahwa kewenangan seorang Pj kepala daerah sangat terbatas terutama pelarangan untuk empat hal tersebut diatas, sebagaimana yang diatur dalam pasal 132A ayat (1). Seorang pejabat kepala daerah sementara atau pelaksana tugas dapat melaksanakan/melanggar ketentuan ini jika mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri sesuai pada Ayat (2) pasal yang sama. [iib]

Rate this article!
Tags: