Khawatir Korupsi Kian Merajalela, LSM di Daerah Tolak Revisi UU KPK

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Malang, Bhirawa
Masyarakat di sejumlah daerah, salah satunya Malang Raya mulai bergerak menolak rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Malang Corruption Watch (MCW) menyatakan draf revisi undang-undang yang diajukan sejumlah anggota DPR sebagai upaya untuk melumpuhkan KPK.
“Jelas ini ada upaya untuk melemahkan KPK, seperti akan dibubarkan 12 tahun ke depan, akan diawasi dewan eksekutif, hanya boleh menangani kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 50 miliar ke atas, hanya penyelidikan tidak boleh ada penuntutan,” kata Koordinator MCW Zainudin, Minggu (11/10).
Zainudin mengatakan upaya pelemahan KPK dilakukan oleh oknum partai untuk kepentingan tertentu. Karena bila masih ada KPK para koruptor tersebut akan terus merasa cemas. Karena itu pelemahan dilakukan lewat jalur legislasi.
Zainudin menambahkan revisi undang-undang tersebut kemungkinan dibuat oleh oknum partai untuk menggelembungkan kas partai dengan cara mencuri uang negara lewat sumber daya alam atau APBN.
Zainudin berpendapat saat ini Presiden Jokowi harus menentukan sikap. Masih mendukung pemberantasan korupsi atau tidak. Jika masih mendukung upaya pemberantasan korupsi Presiden Jokowi diminta tidak menerbitkan Surat Presiden (Surpres) untuk melakukan pembahasan revisi UU KPK. Karena draf revisi undang-undang tersebut merusak azas parlemen yaitu mendukung pemberantasan korupsi. “Kami bersama teman-teman anti korupsi lainnya sudah membuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi,” tambah Zainudin.
Zainudin mengatakan enam fraksi yang terdiri dari  Partai PDIP, Golkar, NasDem, Persatuan Pembangunan, Kebangkitan Bangsa, dan Hanura adalah partai yang selalu bermasalah dengan korupsi. Sudah tidak perlu dipertanyakan kembali, lanjut Zainudin, draf revisi undang-undang ini adalah upaya sistematis membunuh KPK. “Kami akan membuat pernyataan sikap pada  Selasa atau Kamis besok,” tutupnya.
Riuh wacana revisi UU KPK  hingga kini masih berlanjut. Belum terang benderang soal dalang di balik pengusul draf UU  Nomor 30 Tahun 2002 ke Badan Legislasi (Baleg), sejumlah anggota fraksi yang partainya konon inisiator UU itu malah mengaku tak tahu isi draf tersebut.
Diketahui ada 6 fraksi DPR yang kabarnya mengusulkan merevisi UU KPK. Yakni PDIP (15 anggota), Golkar (9 anggota), PKB (2 anggota), PPP (5 anggota), NasDem (11 anggota), dan Hanura (3 anggota).
Dua politikus PPP Arwani Thomafi dan Aditya Mufti Arifin mengaku menjadi anggota fraksi yang tidak mengetahui isi dari pasal per pasal dalam draf revisi UU KPK dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015. Keduanya mengaku saat melakukan tanda tangan tidak disodorkan draf tersebut.
Keduanya kompak menegaskan tak menyetujui isi dari Pasal 5 yang mengatur masa berlaku KPK hanya berumur 12 tahun semenjak undang undang disahkan. Namun sayang, Aditya tidak mau mengakui fraksi mana yang mengajak atau merayunya untuk menandatangani persetujuan itu.
Hal senada diungkapkan politikus PKB Irmawan. Irmawan mengakui meski ikut menandatangi namun tak membaca terlebih dulu isi draf usulan revisi tersebut. Dia mengatakan, memberikan tanda tangan bukan bermaksud untuk melemahkan KPK. Sebab, menurutnya, rencana revisi UU KPK memang sudah ada sejak lama dengan catatan revisi itu untuk memperkuat lembaga anti korupsi, bukan malah melemahkan seperti yang diberitakan belakangan.

Tuding Megawati Dalangnya
Sementara itu salah satu anak Presiden RI pertama Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri menuding kakak kandungnya, Megawati Soekarnoputri sebagai inisiator revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Menurut Rachmawati, revisi UU KPK itu sebagai rangkaian dari upaya pelemahan terhadap lembaga anti korupsi tersebut.
“Yang men-trigger itu kan kasus Budi Gunawan hingga kemudian kriminalisasi pimpinan KPK. Kan awalnya dari situ, kemudian Polri dengan KPK seperti diadu domba, sekarang ini sebetulnya tidak lepas dari skenario pelemahan KPK,” katanya, Minggu kemarin.
Lebih lanjut dia mengatakan, salah satu tujuan lainnya dari revisi UU KPK itu untuk mempetieskan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Maka itu menurut Rachma, revisi itu untuk mengebiri KPK.
“Kalau boleh saya katakan, aktor intelektualnya (revisi UU KPK) dari PDIP, dalam hal ini Ketua Umum (Megawati) ya,” tuturnya.
Dia juga berpendapat, Revisi UU KPK itu menabrak Ketetapan MPR Nomor 8 Tahun 2002. “Ini bukan dugaan, yang jelas kesana (petieskan BLBI). Supaya PDIP, Megawati khususnya itu kasus mega korupsi, BLBI agar tidak diteruskan,” pungkasnya. [mut,ins]

Tags: