KHL Difisit, Akibatnya Banyak Buruh Terpaksa Hutang

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Hasil survei dilakukan Rumah Diah Pitaloka bersama LSM dan Jaringan Buruh serta Mahasiswa, upah pekerja pada 2015, tak cukup untuk kebutuhan dasar riil pekerja. Dari 9 tempat lokasi survei, antara lain Kota Surabaya dan Sidoarjo, upah rata-rata nasional Rp2.539.755 dengan KHL (Kebutuhn Hidup Layak) untuk lajang, defisit 13%. Untuk keluarga tanpa anak (K-0) defisit 43,5%, keluarga anak 1 (K-1) defisit 89% dan keluarga anak 2 (K-2) defisit 133%.
‘’Mengatasi defisit ini pekerja biasa melakukan penghematan atau utang. Parahnya, utang bahan makan ke warung, akan lebih mahal 5% hingga 10%. Berhutang terpaksa dilakukan pekerja, demi tetap bisa makan. Maka beban defisit akan membengkak lebih besar lagi. Kerja tambahan seperti mengojek atau tukang cuci bagi pekerja wanita, dilakukan pekerja tanpa ingat kelelahan. Yang akan berdampak pada kurang bagusnya produktifitas di tempat kerja,’’ tutur Rieke Diah Pitaloka anggota Komisi IX DPR RI didepan wartawan, kemarin.
Atas dasar hal-hal itulah, Rieke mengingatkan pemerintah untuk mematuhi amanat UUD 45, bahwa setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak. Dia minta, agar dalam pembahasan kebijakan Pengupahan Nasional 2016 nanti, pekerja dilibatkan. Yakni dalam Tripartit yakni pemerintah, pengusaha dan pekerja sendiri. Dalam komponen KHL 2016, harus ditambahkan biaya Air Minum/Susu Anak, biaya pendidik an, biaya kesehatan, biaya sosial, biaya komunikasi dan kebutuhan perumahan.
‘’Biaya sosial selama ini tak pernah dimasukkan dalam komponen KHL. Padahal diperlukan, misalnya untuk biaya kawin, untuk membayar keamanan lingkungan, bayar sampah. Sedang biaya komunikasi dibutuhkan pekerja untuk membeli pulsa HP. Peralatan komunikasi yang melekat karena dibutuhkan setiap orang di jaman ini,’’ ungkap Rieke.
Dikatakan, upah minimum sektoral dan struktur skala upah, belum di terapkan hingga kini. Sehingga terjadi ketimpangan upah dan sistem pengupahan yang tidak adil. Dia mengusulkan agar formulasi perhitungan upah berbasis KHL riil untuk lajang maupun keluarga. Rumusannya, KHL riil PDRB (nilai tambah produksi barang dan jasa dalam satu kurun waktu tertentu pada wilayah) ditambah inflasi (kenaikan harga) ditambah indeks resiko (daya beli turun akibat kebijakan ekonomi).
Rieke mendesak adanya perbaikan regulasi pengupahan, terutama Permen Nakertrans nomor 13/2012 tentang komponen dan tahapan pencapaian KHL. Juga Permen Naker Trans Nomor 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kemenaketrans Nomor 49 tahun 2014 tentang struktur dan skala upah untuk membuat sistem pengu pahan yang lebih adil dan layak.
‘’Menghadapi pasar bersama MEA 2015 yang akan dimulai bulan Desember 2015 ini, produk Indonesia harus bisa bersaing. Untuk itu produktifitas dan kualitas pekerja Indonesia harus ditingkatkan. Yakni dengan cara meningkatkan upah pekerja rata-rata 33,59%. Jika kenaikan upah sebesar itu tak mampu dilakukan pengusaha, pemerintah wajib menanggung biaya kesehatan dan pendidikan anak pekerja. Bukan itu saja, pemerintah juga harus mampu menurunkan harga kebutuhan pokok,’’ tambah Rieke. [ira]

Tags: