KHR Azaim Bedah Buku Bersama PKBM Alfathony

KHR. Azaim Ibrahimy, Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo saat melaunching buku, di PKBM Alfathony, Kendit, Sabtu (27/2), kemarin. [sawawi/bhirawa]

KHR. Azaim Ibrahimy, Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo saat melaunching buku, di PKBM Alfathony, Kendit, Sabtu (27/2), kemarin. [sawawi/bhirawa]

Situbondo, Bhirawa
Sedikitnya ratusan siswa, pelajar beserta tokoh masyarakat yang tersebar di Kabupaten Situbondo, berkumpul bersama di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di Desa/Kecamatan Kendit, Sabtu kemarin (27/2). Selain mengikuti rangkaian acara pengajian umum bersama, ratusan warga tersebut tampak kompak mengikuti beda buku novel karangan penlis Sufiatur Rahman. Pelaksanaan kegiatan berjalan lancar dan sukses yang dimulai sekitar 08.00 wib, dengan dipimpin KHR Azaim Ibrahimy yang sekaligus pengasuh pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Banyuputih, Situbondo.
Ketua PKBM Alftahony, Sulaiman, mengatakan, bedah buku Kesatria Kuda Putih merupakan penjabaran kisah sosok KHR Asad Samsul Arifin yang dikenal sebagai ulama besar sekaligus sebagai sosok santri pejuang asal Kabupaten Situbodo. Sejak dahulu, kata Sulaiman, K.H.R. As’ad Syamsul Arifin terkenal sebagai ulama kharismatik pimpinan Pondok Pesantren Syafi’i Salafiyah Sukorejo, Situbondo.
Selain itu, imbuh dia, Kiai As’ad adalah pejuang kemerdekaan. Perjuangan dahsyatnya terkenal dan beberapa kali dinapaktilasi salah satunya oleh Gus Dur. “Gerilya perjuangan mengisahkan soal perebutan gudang mesiu milik Belanda di daerah Dabasah, Bondowoso,” papar Sulaiman.
Di sisi lain, KHR Azaim sempat mengisahkan, konon berawal ketika Gubernur Jenderal Belanda Dr. H.J. Van Mook mengumumkan bahwa Perjanjian Linggarjati sudah tidak berlaku dan ini awal dari Agresi Militer Belanda I di Indonesia pada 16 Juli tahun1947 (halaman 23).
Operasi itu, kata kiai, oleh Belanda disebut Operatie Product (halaman xxix). Di Jawa Timur Belanda mendaratkan tentaranya di Pasir Putih Situbondo dan Teluk Meneng di Banyuwangi. Belanda membawa banyak pasukan dari Divisi A marinir yang dipimpin Jenderal Mayor De Bruyne dan pasukan darat Brigadir X yang dipimpin Letkol Van Der Meulen. “Selain itu mereka dibantu KNIL, pasukan bayaran Gurkha bersenjata lengkap, tank dan pesawat untuk merebut kembali Jawa Timur,” kisahnya.
Kiai As’ad, lanjut Kiai Azaim, tidak bisa membiarkan Belanda berjaya lagi di bumi pertiwi. Seperti pada tahun 1945 bulan November, Kiai As’ad dan pasukan Hizbullah dan Sabilillah menyambut seruan resolusi jihad Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari ke Surabaya.
Pada tahun 1947 Kiai As’ad pun tidak berpangku tangan atas pengkhianatan Belanda atas perjanjian Linggarjati. “Kiai As’ad bersama Pelopor membuat strategi untuk mengalahkan Belanda, yaitu dengan cara mengambil alih gudang mesiu milik mereka,” ungkap Kiai Azaim.
Pada saat itu Kiai As’ad berusia lima puluhan tahun. Pelopor sebenarnya tidak menginginkan Kiai As’ad untuk ikut berjuang ke Bondowoso, tetapi Kiai As’ad masih mampu untuk berjuang. Mereka menempuh jarak yang cukup jauh, aku Kiai Azaim, karena perjuangan melalui cara gerilya. Melewati hutan rimba yang masih jarang orang lewati dan gunung dengan jurang yang terjal. “Hingga, perjuangan pun usai dengan akhir Kiai As’ad dan barisan Pelopor menguasai gudang mesiu Belanda,” paparnya.
Novel Kesatria Kuda Putih karya Ahmad Sufiatur Rahman ini tutur, Kai Azaim, sebagai perwujudan perkataan terkenal Bapak Proklamator, Jas Merah, Jangan Pernah Melupakan Sejarah. Novel ini tidak fokus membahas Kiai As’ad, tetapi juga pejuang-pejuang lainnya yang melawan Belanda pada saat Agresi Belanda I, seperti Letnan Nidin dan Letnan Soenardi (halaman 210). Dengan membaca buku ini, pembaca menjadi tahu alur sejarah Agresi Militer Belanda I, khususnya yang terjadi di Jawa Timur. “Termasuk pula tokoh fiksi yang menjadi santri pejuang dalam novel ini yang bernama Yusuf,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, meski bukan lulusan pesantren Sufi mampu menghidupkan karakter santri dan kehidupan dalam pesantren di novel ini. Sufi juga menambah cakrawala informasi pembaca, bahwa Pelopor awalnya adalah para bajingan yang biasa melakukan judi, pencurian dan kemaksiatan lainnya. Tetapi, karena kharismatik dan cara bergaul Kiai As’ad yang terkesan nyentrik, para bajingan tersebut taubat dan turut menjadi pejuang membela negara. [awi]

Tags: