Kisah David Ozora, Potret Kedekatan Ayah dan Anak

Oleh:
Lia Istifhama
Aktivis Sosial

“Pernah saya bertanya kepada Jibril tentang orang – orang yang berilmu, maka dia menjawab : Mereka adalah pelita – pelita umatmu di dunia dan akhirat, Beruntunglah orang – orang yang mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka.” (Durratun Nasihin).
‘Aku adalah jemari dan ibumu penanya Dan kaulah puisi terindah yang pernah tercipta
Semoga belaian kasihku lembutkan hatimu Kau harus megah, kau harus indah Kau harus kuat, kau harus hebat Permata hatiku’
Kutipan lagu Virgoun yang berjudul Saat Kau Tlah Mengerti, dilantunkan secara syahdu dan menyentuh. Bahkan, lagu yang trending di tengah bulan suci Ramadhan 1444 H saat ini, diperdengarkan di tengah masih hangatnya atensi publik terhadap kasus David Ozora.
Lahir di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, putra dari Jonathan Latumahina, seorang mualaf yang juga pengurus pusat Gerakan Pemuda Ansor tersebut, memiliki kisah yang menyayat hati. Remaja yang sempat menjalani pendidikan di salah satu pesantren di wilayah Bogor tersebut, menjadi korban penganiayaan brutal seorang pemuda bernama Mario Dandy. Kejinya aksi penganiayaan tersebut membuahkan sanksi social yang belum kunjung berhenti kepada keluarga Dandy yang sebelumnya diketahui gemar melakukan flexing, yaitu pamer kekayaan di sosial media.
Dikabarkan berkemungkinan mengalami Diffuse axonal injury (DAI) akibat pecahnya syaraf di otak, David pun dikhawatirkan mengalami penurunan kualitas hidup dan cacat permanen. Kisah David pun kian menyayat hati saat tulisan David di atas secarik sticky notes yang tertempel di tembok kelas saat David awal masuk sekolah, dipublikasikan di media.
“Crystalino David Ozora: Hal yang ingin ditingkatkan: Nilai, semangat lebih serius belajar, target nilai rata-rata 80. Kalau gak punya mama, jangan ngecewain Papa”
Tulisan tersebut pun menunjukkan begitu besarnya keinginan seorang siswa untuk menjalani hidupnya dengan menimba ilmu. Mulianya jiwa seorang pencari ilmu, diterangkan dalam Islam, laksana pelita atau cahaya di dunia dan akhirat.
Dari Sayyidina Ali ra, Nabi Muhammad saw bersabda : “Pernah saya bertanya kepada Jibril tentang orang – orang yang berilmu, maka dia menjawab : Mereka adalah pelita – pelita umatmu di dunia dan akhirat, Beruntunglah orang – orang yang mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka.” (Durratun Nasihin).
Subhanallah, maka Insya Allah, David yang fotonya saat membaca buku Ajaran-ajaran Gus Dur ramai mengisi pemberitaan, merupakan salah satu pelita yang mana senantiasa menghiasi hidup orang di sekitarnya dengan naungan cahaya nan indah.
Tulisan David pada sticky notes tersebut pun, menunjukkan betapa dekatnya kecintaan seorang anak pada bapaknya. Tulus dan begitu dalamnya kecintaan tersebut, mengingatkan kita pada kisah Rasulullah SAW dengan putrinya, Fatimah az Zahra.
Dijelaskan dalam beberapa hadis, diantaranya dari Miswar bin Makhramah r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:
Fathimah adalah segumpal dagingku, maka barangsiapa menjadikannya marah, maka dia menjadikan aku marah”. (HR. Imam Bukhari, hadis nomor 3578).
Sayyidah Fatimah yang wafat pada Selasa, 3 Ramadlan 11 H, hanya berselang 6 bulan setelah Rasulullah wafat. Putri Rasulullah dari Sayyidah Khadijah tersebut adalah yang mendampingi Rasulullah jelang ajal. Bahkan Fatimah mendapat bisikan dari Rasulullah SAW: “Akan tiba kita di suatu masa, kita akan bersua di sana”. Ucapan Rasulullah SAW tersebut seperti sebuah doa agar putri tercintanya segera menyusul ayahanda menuju pintu surga.
Dan kini, potret kedekatan antara bapak dan anak sangat nampak dalam perjuangan Jonathan Latuhamina ayah tercinta dari Ananda David. Perjuangan Jonathan demi keadilan pada anaknya serta perjuangan agar anak tercintanya yang sempat koma 38 hari, kelak mampu menapaki hidupnya secara normal kembali, tentu perjuangan yang sangat sulit dan membutuhkan kekuatan dan ketabahan hati yang sangat besar. Namun setidaknya, asa, doa dan harapan selalu terbuka atas setiap jengkal perjuangan orang tua.
Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menjelaskan keutamaan doa seorang bapak pada anaknya.
“Do’a bapak itu menerobos tirai.” (HR. Ibnu Majah, Kitab Al-Jami’us Shaghier, hadis nomor 4198).
Dan kini, kita sebagai orang tua yang hanya menyaksikan kisah penuh haru antara bapak dan anak tersebut, seyogyanya turut menghaturkan doa agar kelak doa terindah orang tua dapat terwujud untuk anak tercinta. Begitupun, impian indah seorang anak sebagai pencari ilmu, kelak dapat terwujud atas Kehendak Allah SWT. [*]

Tags: