Kisah Pilu Taufikur Rahman, Pemuda Penyandang Disabilitas di Situbondo

Taufikur Rahman saat berada di rumahnya di Desa Pategalan, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo. [sawawi]

Mampu Membuat Kursi dan Lemari, Terhalang Modal untuk Pengembangan
Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Meski terlahir tidak sempurna, tak membuat Taufikur Rahman minder saat bergaul dengan teman-teman sebayanya di Desa Pategalan, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo. Bahkan sebaliknya, pria yang bercita-cita mempunyai usaha mandiri itu semakin gigih dan tidak malu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kegigihan Taufikur Rahman yang kini sudah berusia 22 tahun patut untuk ditiru oleh pemuda yang memiliki kesempurnaan fisik. Seperti apa kisahnya?.
Pagi itu, Taufikur Rahman sedang berada di depan rumahnya yang cukup sederhana, karena hanya beralaskan tanah dan berdinding bambu. Pria yang tidak memiliki dua kaki sejak lahir itu cukup santun saat ditemui. Usai berkenalan Taufik secara runut menceritakan kisah hidupnya sebagai salah satu remaja penyandang disabilitas di Kabupaten Situbondo.
Menurut Taufik, meski ada kekurangan dalam tubuhnya ia punya tekat besar untuk bisa sukses dan maju dalam menjalani hidup. “Meski begini saya tidak harus cengeng dan harus bisa berbuat. Ya paling tidak punya usaha kecil-kecilan,” ujar Taufik mengawali obrolan santainya.
Memang secara fisik, Taufikur Rahman tidaklah normal. Tetapi, dengan keterbatasannya itu, dia mengaku memiliki keahlian dalam bidang pembuatan meubel. Baik kursi, meja, dipan dan barang lain yang terbuat dari kayu, bisa dibuat oleh Taufik dengan cukup gampang. Bahkan Taufik diketahui mampu membuat lemari dengan desain yang lumayan sulit.
“Saya sebenarnya punya tekat dan kemauan yang tinggi. Namun sejak awal sampai saat ini semua terkendala oleh minimnya modal. Sehingga sangat sulit mengembangkan keahlian yang dimiliki,” keluh Taufik.
Keinginan Taufikur Rahman hingga saat ini tidak bisa terwujud. Yaitu punya usaha mebel yang mandiri. Dia sejak kecil bercita-cita, melalui usahanya tersebut, bisa hidup cukup dan mandiri sehingga tidak menyusahkan orang tua pada saat memasuki usia dewasa kelak. Entah sampai kapan, aku Taufik, angan angan dan cita cita mulianya itu bisa segera terwujud dengan baik. “Saya ingin dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bergantung kepada orang lain,” lanjut Taufik.
Pria kalem itu memang terlihat sangat lihai dalam membuat kerajinan seperti meja, kursi dan sejenisnya. Sudah banyak kerajinan meubel yang dihasilkan Taufik di tengah kondisi fisik yang tidak normal. Taufik kembali mengatakan, selama ini, dirinya hanya bekerja kepada orang lain. Taufik mengaku hanya membantu orang yang memintanya membuat meja atau kursi dalam rentang waktu yang tidak menentu. “Keinginan ini sudah lama saya wujudkan yakni bisa punya usaha mebel sendiri dirumah,” tegasnya.
Taufik melanjutkan, karena keinginannya sulit terwujud, dalam beberapa tahun ini, ia terus berusaha mengumpulkan keuangan yang didapatnya untuk ditabung. Hari demi hari dan bulan demi bulan, akhirnya Taufik bisa mengumpulkan uang dari hasil keringatnya sendiri. Semua itu ia lakukan, papar Taufik, demi ingin mewujudkan impian lama memiliki usaha meubel secara mandiri. “Ya benar saya ingin membuka usaha mebel. Tetapi tidak bisa dibangun sekarang karena tabungan masih minim. Bahkan tabungan sebelumnya sudah habis, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari,” imbuhnya.
Aryo, pengamat sosial di Kota Santri mengaku cukup kenal dengan sepak terjang Taufikur Rahman yang tercatat sebagai salah satu penyandang difabel di Kabupaten Situbondo. Aryo bahkan berharap, ada pihak lain yang bisa membantu keinginan Taufik terutama dalam hal permodalan. Jika ada yang tulus mengulurkan tangan membantu Taufik, kata Aryo, dia berjanji untuk terus bekerja keras memajukan usahanya. “Dia setahu saya memiliki bakat yang bagus untuk bisa dikembangkan yakni ahli dalam pembuatan meubel,” aku Aryo.
Dalam pandangan Aryo, sosok Taufik meski memiliki keterbatasan fisik bukan alasan untuk tidak maju. Siapa saja bisa sukses, ulas Aryo, asalkan bisa bekerja keras dan memiliki keinginan yang kuat untuk maju akan bisa hidup dengan mandiri. Atas dasar pemikiran itulah, ungkap Aryo, Taufik sangat optimis kelak bisa punya usaha sendiri. “Saya secara pribadi turut berdoa apa yang diinginkan Taufik bisa tercapai,” ulas Aryo.
Mash kata Aryo, kemampuan Taufik dalam membuat meja maupun lemari, memang terbentuk secara otodidak atau tercipta dengan sendiri dari belajar. Sebelumnya, akunya, Taufik tidak pernah belajar keahlian itu. Hanya saja, urainya, Taufik sejak kecil memang sudah terlihat memiliki keahlian di bidang meubel. Misalnya, Aryo mencontohkan Taufik sejak kecil hobi memotong kayu ukuran kecil dan sedang.
“Hanya itu saja kemampuan Taufik yang memungkinkan untuk dikembangkan kedepan. Sebab, kemampuan pada bidang lain Taufik belum menguasai. Katanya dia tidak pernah sekolah karena kondisi ekonomi orang tua yang tidak memungkinkan. Bahkan SD saja Taufik belum pernah mencicipinya,” katanya.
Aryo kembali menerangkan, pihaknya belakangan ini sudah sering melihat secara langsung kondisi Taufik saat membuat meubel. Dari sanalah, aku Aryo, setiap penyandang disabilitas tidak perlu dipandang sebelah mata karena juga punya keinginan besar untuk maju dan bisa hidup secara mandiri. “Karena minimnya modal, Taufik hanya bisa membantu membuat meubel punya tetangganya. Inginnya Taufik punya usaha meubel sendiri,” pungkas Aryo. [sawawi]

Tags: