Kisah Sulastri, Nenek 75 Tahun yang Hidup Sebatang Kara

Nenek Sulastri saat menceritakan perjalanan hidupnya kepada elemen masyarakat yang mendatangi rumahnya. [sawawi]

Uang Pensiunan Suami Tak Pernah Cair, Terpaksa Ngutang untuk Makan
Kab Situbondo, Bhirawa
Di Kabupaten Situbondo, upaya menekan jumlah warga miskin terus digenjot. Ditargetkan kedepan angka kemiskinan berada pada 9 persen lebih. Dari angka ini, satu diantaranya yang masuk katagori miskin adalah nenek Sulastri. Perempuan berusia 75 tahun tersebut tercatat hidup seorang diri di gubuknya di Desa Awar Awar, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Sulastri mengaku sangat membutuhkan uluran bantuan baik dari pemerintah maupun para dermawan yang lain.
Siang itu, nenek Sulastri seperti biasanya sedang duduk diteras rumahnya yang hanya berdinding bambu serta berlantaikan tanah. Sulastri hidup seorang diri karena lebih dahulu ditinggal suami menghadap sang Ilahi. Sulastri juga tidak dikaruniai anak dari hasil perkawinan dengan suaminya, Poniman.
Sulastri ketika dikunjungi mengaku tinggal seorang diri di sebuah rumah kecil dengan dinding gedek, sebatang kara. Sang suami, Poniman, sudah meninggal sejak dua tahun lalu. “Saya menikah dengan Poniman, tidak dikaruniai anak,” akunya polos.
Kini umur Sulastri sudah 75 tahun. Kulitnya mulai keriput dan rambut sudah memutih. Di usia senjanya ini, tak banyak yang bisa dia lakukan. Sebab fisik Sulastri sudah tidak memungkinkan untuk bekerja keras.
Alhasil untuk memenuhi kebutuhan hidup serhari-hari, Sulastri menggantungkan diri kepada uluran tangan orang lain. Meski, tak jarang juga dia berhutang kepada pedagang keliling. “Hutang saya sekarang sudah banyak sekitar Rp1 jutaan,” beber Sulastri.
Meski keadaannya begitu memprihatinkan, Sulastri tetap optimis bisa menjalani hidup. Jarang sekali, dia terlihat mengeluh karena serba kekurangan. Namanya juga hidup, semua harus tetap dijalani. “Orang hidup tidak boleh mengeluh seperti apapun. Itu prinsip saya,” ungkapnya.
Yang disayangkan, sejak suaminya meninggal, tak sedikit pun Sulastri mendapat uang pensiunan sebagai mantan abdi negara. Meski Sulastri sudah mengurus di salah satu perbankan, hingga kini belum juga dicairkan uang pensiunan suaminya. Kuat dugaan, kata dia, disebabkan karena faktor kelengkapan administrasi. “Namun sekarang sudah diurus oleh beberapa orang yang memiliki perhatian kepada saya. Katanya sebentar lagi akan dicairkan,” ungkap Sulastri.
Sulastri mengaku harus nekat berhutang ke sejumlah pedagang karena yakin uang pensiunan suaminya akan segara cair. Kata Sulastri, jika uang pensiunan itu cair sebagian uangnya akan digunakan untuk membayar hutang. “Makanya saya sangat berharap uang pensiunan suami itu secepatnya bisa cair dari bank. Sehingga saya tidak punya hutang lagi kepada tetangga dan para pedagang,” aku Sulastri.
Lebih lanjut Sulastri menceritakan, sejak menikah dia sebenarnya sangat berharap bisa mempunyai anak. Namun sayang, hingga suaminya meninggal dunia Sulastri tetap tidak dianugerahi buah hati. Karena itulah, pada saat masih bersama suami, Sulastri sempat merawat dua keponakannya sebagai anak angkat.
“Namun sekarang sudah besar-besar. Bahkan tinggalnya sudah jauh dari sini. Keduanya ikut suaminya masing-masing. Yang satu bertempat tinggal di Papua. Sedangkan yang satunya berada di Singapura,” katanya.
Sementara itu hidup Sulastri yang sebatangkara di gubuk rumahnya yang dindingnya mudah dimasuki sinar matahari karena bolong-bolong mengundang empat banyak pihak. “Kami sangat berempati kepada Sulastri yang hidup seorang diri,” terang Lukman, saat berkunjung kerumah Sulastri.
Kata Lukman, ia bersama koleganya sengaja berkunjung ke rumah Sulastri karena tergerak mengetahui kabar nasibnya. Lukman mengatakan, untuk menyambung kebutuhan hidupnya, Sulastri harus meminjam kepada para tetangga terdekatnya. Bahkan tak jarang kata Lukman, nenek Sulastri harus meminjam uang kepada para pedagang demi kesinambungan hidupnya di Desa Awar Awar Asembagus Situbondo. “Harus kita bantu bersama keberadaan Sulastri ini,” tegas Lukman.
Masih kata Lukman, sebenarnya masih ada para tetangga yang secara ikhlas setiap hari membantu kebutuhan pokok Sulastri. Misalnya untuk kebutuhan makan dan minum, banyak warga setempat bergantian memberikan bantuan.
Dimata Lukman, sosok Sulastri merupakan seorang wanita yang kuat dan sabar dalam menjalani kehidupannya. “Siapa saja yang mau membantu, Sulastri membuka pintu dengan lebar. Mari kita bantu bersama sebab selain sudah jompo, Sulastri hidup seorang diri,” ucap Lukman. [sawawi]

Tags: