Klaster Bawang Putih Diyakini Mampu Kendalikan Inflasi

Kepala Grup Kantor Perwakilan BI Jawa Timur Amanlison Sembiring, bersama dengan Kepala BI Malang Azka Subhan Aminurrido saat melakukan panen perdana Klaster Bawang Putih Kelompok Tani Maju 01, Tulungrejo, Bumiaji, Batu, Selasa 10/9 kemarin.

Kota Malang, Bhirawa
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang, Azka Subhan Aminurrido, disela-sela penan perdana Klaster Bawang Putih Kelompok Tani Maju 01, Tulungrejo, Bumiaji, Batu, Selasa 10/9 kemarin mengutarakan, jika salah satu pemicu inflasi di Malangraya adalah tingginya harga bawang putih. Karena itu dengan adanya panen perdana klaster bawang putih itu, diharapkan mampu mengendalikan inflasi di Malang.
Azka labih jauh mengatakan, dalam upaya pengendalian inflasi tersebut BI telah mengembangkan program pengembangan UMKM dan klaster bekerja sama dengan Pemerintah Daerah maupun Dinas terkait lainnya.
Pengembangan klaster saat ini, menurut dia lebih difokuskan pada komoditas yang mendukung ketahanan pangan, komoditas berorientasi ekspor, serta komoditas sumber tekanan inflasi atau volatile foods (VF). Komoditas inflasi volatile foods yang memiliki bobot besar dalam inflasi antara lain beras, cabai merah, bawang merah, bawang putih, daging ayam ras, daging sapi.
Apalagi, berdasarkan data Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, sekitar 95% kebutuhan bawang putih di Indonesia masih dipenuhi oleh impor dari luar negeri, khususnya Cina. Sehingga perlu untuk adanya program pengembangan bawang putih untuk memenuhi ketersediaan stok di dalam negeri.
“Bawang Putih panen perdana milik petani lokal ini, memiliki kualitas yang sangat bagus, makanya kami optimis, bawang putih mampu berperan maksimal dalam pengendalian inflasi. Apalagi beberapa bulan yang lalu kita sempat di buat panik karena bawang putih yang harganya sempat melambung,”tutur Azka.
Pengembangan komoditas bawang putih merupakan salah satu upaya BI untuk mengurangi ketergantungan impor bawang putih serta mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD).
Apalagi KPw BI Malang telah mengembangkan beberapa klaster ketahanan pangan antara lain klaster padi, bawang merah, hortikultura (cabe merah dan kentang), serta klaster kopi untuk komoditas unggulan. Program kerja pengembangan klaster pada tahun 2019 salah satunya adalah pengembangan Klaster Bawang Putih.
Pengembangan klaster bawang putih ini, lanjutnya dalam upaya meningkatkan produktifitas dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu melakukan survei dan identifikasi komoditas bawang putih di wilayah kerja KPw BI Malang.
“ BI sebelumnya juga Melakukan koordinasi dan FGD dengan Dinas Pertanian Kota Batu dan Kelompok Tani. Bahkan melakukan kerjasama dengan tenaga ahli dari Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang,”imbuhnya.
Kerja sama dengan pihak UB, berupa pendampingan pengolahan lahan, pembuatan pupuk kompos (organik), serta pemeliharaan lahan. Selain itu, peningkatan produktifitas bawang putih, dan melakukan, Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya bawang putih, penerapan agens hayati, pembuatan kompos, serta pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Dengan sistem pertanian organik ini, menurut Azka tidak saja ramah lingkungan tetapi, hasilnya melimpah dan biaya produksi jauh lebih rendah sehingga petani bisa merasakan hasilnya yang lebih banyak lagi.
Ketua Gapoktan Tani Maju 01, Luki Budiarti, mangku pihaknya bersama dengan teman-temanya memiliki semangat tinggi sejak ada binaan dari BI Malang, Ia sangat bersyukur tahun ini panen bawangnya sangat melimpah.
“Ini kami perkirakan bisa mencapai 12 ton, dalam satu hektarnya, bagi kami para petani memiliki semangat tinggi untuk bekerja. Apalagi sekarang sudah didepan mata bahwa penenan kami melimpah,”imbuhnya.
Luki Budiarti, lantas mengakui hasil melimpah petani bawang ini menjadi suport bagi masyarakat lainya untuk bersemangat menjadi petani bawang. Karena harganya menurut dia, bisa mencapi Rp.50000 perkilonya. Untuk asumsi satu hektare bisa mencapai 12 ton, petani akan mendapatkan uang sebesar Rp. 600 juta, sedangkankan ongkos produksinya hanya Rp. 100 juta saja.
“Kita sangat bersukur kepada tim BI, UB dan Pemkot Batu, yang telah memberikan suport kepada para petani kita. Semoga ini akan menjadi permulaaan yang baik untuk mengembalikan kampung ini menjadi pusat pengembangan bawang putih,”tukansya. [mut]

Tags: