KLH Segera Revisi PP Gambut Libatkan Pakar

Lahan GambutJakarta, Bhirawa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) akan meminta masukan para pakar untuk merevisi PP No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP gambut) sehingga memastikan usaha perkebunan dan hutan tanaman yang sudah ada tetap bisa beroperasi.
“Kami akan lihat lagi terutama soal ketetapan water table (tingkat kedalaman air) 40 centimeter itu. Jangan sampai membunuh industri (perkebunan dan hutan tanaman),” kata Menteri KLH Siti Nurbaya di Jakarta, Minggu (28/12) kemarin.
Siti belum bisa memastikan berapa perubahan batas muka air gambut yang bakal ditetapkan dalam revisi PP gambut nantinya, karena hal itu tergantung masukan yang diberikan para pakar.
“Kita punya pakar-pakar, nanti kami panggil untuk minta masukannya,” katanya.
PP gambut menuai banyak protes dari kalangan dunia usaha dan juga ahli gambut terutama soal pembatasan muka air gambut 0,4 meter (40 centimeter) dari permukaan gambut.
Kalangan pakar maupun industri kehutanan menilai ketentuan tersebut dinilai sulit diterapkan karena batas muka air gambut tersebut akan merendam akar pohon perkebunan dan hutan tanaman yang bisa tumbuh lebih dari satu meter, akibatnya pohon yang ditanam akan mengalami kematian.
Dampak besarnya, potensi kerugian dari usaha hutan tanaman bisa mencapai Rp103 triliun secara total untuk satu durasi izin, selain itu ketentuan tersebut juga akan mengganggu investasi perkebunan kelapa sawit senilai Rp136 triliun.
Hal itu juga menimbulkan rentetan akibat terhadap ratusan ribu tenaga kerja dan setoran devisa ekspor miliaran dolar yang menjadi penopang penerimaan negara.
Siti mengakui, dia menerima banyak keluhan dari asosiasi pelaku usaha dan perkebunan, termasuk soal tidak dilibatkannya dunia usaha saat draf PP gambut difinalisasi.
“Dalam merancang sebuah peraturan perundang-undangan, seharusnya semua pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha, harus didengar pendapatnya,” katanya.
Menteri LHK memastikan revisi PP No.71 tahun 2014 bukan berarti meminggirkan upaya perlindungan sumberdaya gambut.
Siti menjelaskan aspek lingkungan dan konservasi bisa dikompensasi dengan memanfaatkan teknologi atau investasi. Pilihan itu termasuk penerapan teknologi pengaturan muka air gambut (ekohidro), tambahnya, berdasarkan teknologi tersebut tinggi muka air bisa diatur sehingga memberi ruang untuk tumbuhnya akar pohon namun tetap mampu menjaga kelembaban gambut sehingga mencegah kebakaran dan kerusakan hutan. [ant.ira]

Tags: