Kluster Mudik Melandai

foto ilustrasi

Kepulangan PMI (Pekerja Migran Indonesia), dan pekerja rantau, menjadi pemicu peningkatan kasus CoViD-19 di berbagai daerah. Walau sebenarnya laju pewabahan kluster mudik tergolong menurun dibanding tahun (2020) lalu. Upaya penyekatan lalulintas (dan mobilitas orang) berhasil mencegah pekerja rantau menunda mudik. Bandara, pelabuhan, dan terminal, juga tutup operasi selama lebaran Idul Fitri 1442 H. Secara umum kasus kematian juga menurun.

Namun beberapa daerah mengalami peningkatan kasus mencolok, disebabkan menurunnya persepsi masyarakat tentang pandemi. Gejala “tidak percaya” CoViD-19 makin menguat, diikuti abai terhadap protokol kesehatan (Prokes). Terutama tidak mengenakan masker di tempat umum (pasar, dan tempat ibadah). Berdasar paradigma epidemiologi, pemanfaatan libur panjang selalu menjadi media pewabahan penyakit paling cepat.

Beberapa daerah di Jakarta, Jawa Barat (kabupaten Bandung), di Jawa Tengah (Kudus), serta Jawa Timur (Bangkalan, dan Lamongan) mengalami peningkatan kasus CoViD-19. Bahkan “gedung sate” (kantor gubernur Jawa Barat), harus ditutup, karena terdapat 32 pegawai terpapar CoViD-19. Di kota Bogor, dan Cianjur, juga muncul “kluster permukiman.” Di Jawa Tengah, kluster yang sama terjadi di kabupaten Tegal, Kendal, dan Semarang.

Di Jawa Timur, “kluster permukiman” terdeteksi di kota Malang, Madiun (kabupaten, dan kota), serta Surabaya. Sedangkan kawasan Madura sesungguhnya paling sedikit kasus aktif (hanya 51 pasien) di 4 kabupaten. Namun tiba-tiba dikejutkan dengan “ledakan kasus” di kabupaten Bangkalan. Pekan kedua bulan Juni mencapai 190 kasus, hanya dalam waktu 3 hari.

Wilayah yang mengalami ledakan kasus di Bangkalan, berada terdekat Surabaya. Sehingga Pemerintah Kota Surabaya ekstra waspada. Antara lain dengan penyekatan diiringi swab antigen di jembatan Suramadu sisi Surabaya. Jembatan atas laut terpanjang di Indonesia itu dijaga ketat selama 24 jam. Semula dikhawatirkan juga terjadi “ledakan kasus” di Lamongan, karena banyak menerima kepulangan pekerja migran (dulu disebut Tenaga Kerja Indonesia, TKI, dan TKW). Realitanya di Lamongan hanya terdeteksi 15 kasus aktif.

Diperkirakan sebanyak 7,2 juta pekerja migran, dan pekerja rantau mudik lebaran ke Jawa Timur. Lebih lagi beberapa negara tujuan kerja sedang terjadi “ledakan kasus,” terutama Malaysia. Seluruh pekerja migrant yang mudik wajib menjalani karantina di Asrama Haji Surabaya. Namun kasus aktif di Jawa Timur tergolong telah melandai, tercatat sebanyak 1.902 kasus, bertambah 109 kasus (per-hari). Selain Bangkalan, Jawa Timur waspada peningkatan kasus di Madiun Raya, dan Malang raya.

Pelonjakan kasus diduga sebagai dampak kebijakan aglomerasi yang tidak tuntas. Terutama pembukaan area wisata lokal, saat libur panjang lebaran 1442 H. Pusat perbelanjaan, dan mal, juga dibuka bagai tak terkendali saat jelang lebaran. Terutama di Jakarta, Bandung, kota Semarang, dan Surabaya. Disesaki pengunjung yang tidak bisa menjamin jaga jarak antar-orang. Walau pemerintah daerah, dan penyelenggara pusat perbelanjaan telah menyediakan masker, dan hand sanitizer.

Pemerintah telah berpengalaman mengendalikan Prokes selama setahun lebih. Dengan segala potensi kerumunan masa, termasuk kegiatan tradisi budaya, dan sosial keagamaan. Realitanya, pelaksanaan penyekatan mobilitas orang, tidak cukup ketat membendung arus mudik. Pola penyekatan secara aglomerasi bagai “saringan” yang jebol. Terutama pada batas wilayah eks-karesidenan. Bisa jadi, petugas lapangan tidak memahami benar konsep aglomerasi.

Pemerintah masih perlu menata isu pandemi lebih bijak, dan ramah psikologis. Masyarakat tingkat grass-root telah cukup menderita, terkungkung pembatasan sosial, dan kerugian ekonomi sangat parah. Pemerintah wajib menjaga psikologi sosial, menumbuhkan spirit menjaga kesehatan tanpa kegaduhan ketakutan masal.

——— 000 ———

Rate this article!
Kluster Mudik Melandai,5 / 5 ( 1votes )
Tags: