Koalisi Besar Surabaya Tergantung Ketum Parpol

Pilkada (33333)Surabaya,Bhirawa
Keputusan politik terkait mencalonkan atau tidak bagi koalsisi enam partai  di Surabaya masih akan tergantung pada pimpinan Parpol di tingkat pusat.  Koalisi yang dibangun enam partai persiapan Pilkada Surabaya 2015  sendiri akan dideklarasikan di Hotel Majapahit Kota Surabaya pada Senin (29/6.
Ketua Panitia Deklarasi Koalisi Besar A.H. Tony, di Surabaya, Minggu (28/6) , mengatakan pertemuan lanjutan koalisi besar yang diikuti enam parpol yakni Demokrat, PKS, PKB, Gerindra, Golkar dan PAN di Hotel Simpang, Minggu (27/6) malam masih membahas draf naskah koalisi.
“Kalau naskah koalisi sudah di setujui, lalu dibawa ke deklarasi,” katanya.
Setelah itu, lanjut dia, dilanjutkan pengiriman laporan hasil deklarasi ke parpol di atasnya yakni Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masing-masing partai.
“Setelah itu baru membahas calon wali kota dan wakil wali kota dari partai koalisi. Intinya mengalir dan fokus,” katanya.
Saat ditanya jika DPP tidak menyetujui arah koalisi besar tersebut, Tony mengatakan banyak faktor yang bisa menyebabkan kegagalan dan banyak faktor yang akan menjadikan koalisi ini tetap jalan.
“Bagi pengurus partai yang matang, sudah bisa melihat koalisi itu memberi manfaat bagi partainya pada saat sekarang dan kedepan, pasti akan melihat koalisi adalah keputusan yang strategis. Sehingga mereka akan memahami akan pentingnya menjaga komitmen,” ujarnya.
Menurut dia, koalisi besar ini seperti halnya membangun sebuah hubungan pertemanan atau persaudaraan, yakni ada semangat gotong-royong, saling membantu dan saling memahami.
“Kalau partai dengan kursi kurang 20 persen sudah memikirkan itu, saya rasa akan berfikir 1.000 kali untuk tidak setuju dengan koalisi. Kecuali kalau pengurus partainya menggunakan pendekatan pragmatis dan sudah tidak menggap idealis sebagai faktor yang penting dalam menentukan sikap politik,” ujarnya.
Tak Ada figur Aalternatif
Jelang berakhirnya pendaftaran Bakal Calon Walikota (Bacawali) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya yang akan digelar 9 Desember mendatang, sebuah lembaga survey dan penelitian menilai, geliat pesta demokrasi nantinya tidak bakal terjadi seru. Sebab, tidak ada satu pun masyarakat Surabaya yang mendaftar melalui calon perseorangan.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Penelitian SONAR MEDIA CONSULTANT (SMC), Lasiono, S.IP menilai, kondisi ini adalah gelagat sakitnya demokrasi di Kota Surabaya. Tidak adanya calon perseorangan yang mendaftar, menandakan Surabaya telah gagal mencetak pemimpin untuk kotanya sendiri.
“Bahkan, kalau kita lihat dari seluruh Indonesia pun tidak ada yang berminat mendaftar lewat jalur perseorangan. Ini artinya Surabaya tidak memiliki daya tarik bagi warga bangsa untuk melakukan pengabdian lewat jalur politik,” ungkapnya.
Lebih dalam Lasio sapaan akrabnya menganggap, pilkada ini adalah momentum masa depan demokrasi di kota Surabaya yang seharusnya menjadi pesta demokrasi untuk masyarakat Surabaya. Namun situasi saat ini berbeda, dimana para calon selain petahana tidak muncul, dari masing-masing partai pun saat ini masih belum ada yang mendaftarkan calonya.
“Hal ini membahayakan masa depan demokrasi. Karena sejatinya partai-partai politik telah gagal melahirkan tokoh-tokoh baru yang baik untuk menjadi pemimpin kota Surabaya. Partai Politik dan organisasi politik lainnya sebagai pilar demokrasi mestinya berfungsi melakukan kaderisasi politik. Maka jika fungsi ini mati, ini adalah cermin kegagalan demokrasi di Surabaya,” tanggapnya.
Dirinya mencermati, beberapa orang yang hingga kini muncul selain petahana Tri Rismaharini (Walikota), belum menunjukkan keseriusan dan belum menjadi representasi dari konfigurasi kekuatan politik yang ada. Kekuatan politik yang diwakili oleh partai politik gagal melakukan kaderisasi.
“Tidak muncul figur populis dari parpol yang bisa dijadikan alternatif oleh warga kota. Padahal warga kota berhak mendapat pilihan yang terbaik. Parpol tidak percaya diri terhadap kader-kader yang dimilikinya hingga harus mencari figur lain, atau merapat pada petahana,” tegasnya.
Hal Ini membuat kepercayaan rakyat terhadap parpol semakin menurun. Sehingga, rakyat semakin tidak berminat kepada partai-partai yang ada. Setidaknya, koalisi berbasis platform tersebut telah memiliki syarat yang cukup untuk mengusung figur masing-masing. Namun sepertinya konsolidasi partai-partai ini berjalan lamban, sehingga tanpa terasa telah mengancam iklim demokrasi dengan gagalnya pemunculan bakal calon kepala daerah.
“Jika tidak ada calon lain yang maju, selain petahana, maka pilkada surabaya mestinya diundur untuk memberikan kesempatan kepada partai-partai dan kekuatan politik lain melakukan konsolidasi sehingga dapat memunculkan pilihan yang lebih banyak bagi warga kota,” pungkasnya. [gat]

Tags: