Koalisi Rakyat Tolak UU Pilkada Kumpulkan Ribuan KTP

tolak-uu-pilkadaJakarta, Bhirawa
Ribuan orang yang tergabung dalam ‘Koalisi Rakyat Menggugat Undang Undang Pilkada’ menggelar aksi dan pengumpulan fotocopy Kartu Tanda Penduduk di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu.
Pengumpulan KTP tersebut dilakukan sebagai wujud penolakan atas pengesahan Undang Undang Pilkada di DPR yang akan memberlakukan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Bupati dan Wakil Bupati di tingkat DPRD.
“Undang undang ini mencabut hak partisipasi politik masyarakat. Kita tidak bisa diam saja karena ini menyangkut kepentingan semua orang,” kata Korlap aksi Bhagavad Sambadha.
Menurutnya aksi pengumpulan KTP ini sebagai upaya menghimpun suara masyarakat guna diajukan sebagai uji materi terhadap UU Pilkada di Tingkat Mahkamah Konstitusi karena dinilai merugikan suara rakyat.
“Aksi ini dilakukan sebagai puncak kekecewaan masyarakat atas pemberlakukan UU tersebut. Kami menilai pemerintah gagal mempertahankan demokrasi,” ucapnya.
Bhaga menegaskan aksi ini akan terus berlanjut serta diperluas ke seluruh Indonesia. Rencananya, KTP yang dikumpulkan akan diteruskan ke Lembaga Swadaya Masyarakat Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) agar ditindaklanjuti sampai di tingkat MK.
“Kami sudah koordinasi dengan KontraS, mereka yang bikin draf gugatannya dan kami terus mengumpulkan dukungan KTP,” tandasnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan aksi pengumpulan KTP tersebut adalah wujud kepedulian masyarakat dalam demokrasi.
Selain itu, kata Refly, dukungan masyarakat melalui pengumpulan KTP juga bisa digunakan sebagai pemohon di MK.
“Ini artinya membantah omongan bahwa keinginan pilkada langsung hanya ada di kalangan elit, ini juga jelas kepentingan masyarakat. Dan KTP ini juga bisa digunakan untuk memajukan sebagai pemohon di MK,” kata Refly.
Pilkada Tak Langsung Bertentangan UUD 1945
Sementara itu, Guru Besar Bidang Tata Negara Universitas Andi Djemma Palopo Sulawesi Selatan, Lauddin Marsuni mengatakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) tidak langsung itu bertentang dengan UUD 45 yang menganut paham pemilihan langsung.
“Berdasarkan argumentasi konstitusional melalui pendekatan ilmu hukum dengan menggunakan penafsiran sistematis, terlihat UUD 45 menganut paham pemilihan langsung oleh rakyat,” kata Lauddin saat dihubungi Antara dari Jakarta, Minggu.
Menurut dia, UUD 45 dalam penafsirannya terlihat Pilkada dilakukan secara langsung untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan langsung anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD), pemilihan langsung kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) serta pemilihan langsung kepala desa.
Sehingga, pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagaimana diatur dalam UU Pilkada yang baru saja disetujui dalam rapat paripurna DPR RI, merupakan suatu yang inkonstitusional atau bertentangan dengan alinea IV Pembukaan UUD 45, Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (4) UUD 45.
“Secara teoritis kedaulatan rakyat bermakna kekuasaan yang dimiliki oleh individu warga negara RI dalam hal penentuan pemerintahan negara dan bersifat tunggal, absolut, tertinggi, tidak terbagi-bagi dan tidak diwakilkan,” ucapnya.
Ia mengemukakan, kata demokratis sebagaimana tercantum pada Pasal 18 Ayat (4) UUD 45 secara sistematis dan gramatikal adalah merupakan turunan dan penjabaran dari kata kedaulatan rakyat, yakni suatu bentuk atau mekanisme dalam sistem pemerintahan negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat.
Dengan adanya UU Pilkada yang baru saja disahkan oleh DPR RI yang di dalamnya terdapat pemilihan tidak langsung kepala daerah, itu sama dengan menghilangkan dan mencabut hak konstitusional dirinya sebagai warga negara.
“Saya kehilangan hak saya dalam Pilkada untuk dipilih menjadi kepala daerah maupun hak untuk memilih karena kedua hak tersebut telah dirampas oleh DPR RI dan diserahkan ke DPRD,” tukasnya.
Untuk itu, apabila nantinya UU tersebut telah sah dan ditandatangani oleh Presiden RI serta dimasukan ke lembaran negara kemudian diundangkan maka dirinya akan mengajukan “judicial review” (hak uji materi) ke Mahkamah Konstitusi.
RUU Pilkada Bisa Dibatalkan Dengan Dekrit Presiden
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) yang disahkan oleh DPR RI bisa saja dibatalkan apabila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mau mengeluarkan Dekrit Presiden untuk membantalkan RUU tersebut.
“Demi kepentingan masyarakat Indonesia dan sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat maka Presiden bisa saja menggunakan wewenangnya untuk menyelamatkan demokrasi ini,” kata Ketua Koordinator Bidang Politik Rumah Koalisi Indonesia Hebat (RKIH) Toto Suryawan Sukarno Putra di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan RUU Pilkada yang sudah disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu sangat berpengaruh dengan kehidupan berdemokasi di Negara Republik Indonesia (RI) dan sebagian warga Indonesia tidak setuju dengan Pemilukada melalui DPRD.
“Presiden harus menyelamatkan kekacauan demokrasi saat ini dan ke depan nanti, karena sudah tercium adanya sandiwara politik yang dilakukan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok maupun organisasi,” tutur pria yang bertutur kata dengan ramah itu.
Dikatakannya, rakyat saat ini tidak bisa dibohongi dan rakyat sudah pasti tau siapa biang keladi dibalik keinginan Pemilukada dilakukan dan dilaksanakan secara tidak langsung.
Bukan itu saja, dalam hal ini RKIH bersama-sama bersama rakyat akan memperjuangkan demokrasi ini dan akan melakukan gugatan ke pihak Mahkamah Konstitusi (MK) apabila nanti RUU yang disahkan oleh DPR itu diundangkan.
“Kami akan melakukan Judicial Review (hak uji materil) terkait RUU Pemilukada yang disahkan itu dan kami akan terus berjuang demi menghidupkan demokrasi dan kepentingan umum dalam hal ini masyarakat Indonesia,” tuturnya dengan perkataan tegas.
Ia juga mengatakan saat ini Indonesia telah mengalami kemunduran demokrasi dengan disahkannya RUU dan itu berarti negara ini kembali ke partitokrasi dimana hak suara diambil alih oleh partai melalui DPRD. [ant.ira]

Keterangan Foto : Aksi tolak UU Pilkada di Bundaran HI, kemarin.

Tags: