Kodifikasi UU Pemilu Perlu Transisi

9-Djohermansyah DjohanJakarta, Bhirawa
Penyusunan kodifikasi atau penggabungan peraturan menjadi UU Pemilu harus memerlukan masa transisi untuk menuju pelaksanaan pemilihan presiden, anggota DPR dan DPD, kepala daerah serta anggota DPRD yang serentak, kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan.
“Kodifikasi itu harus dilakukan secara bertahap, pertama UU pemilihan presiden dengan pileg DPR dan DPD (tahun 2019), kedua UU pilkada yang ditambah dengan pengaturan pemilihan anggota DPRD (tahun 2020). Baru kemudian setelah lima tahun berikutnya disatukan semua UU itu, sehingga kodifikasi ini harus melalui masa transisi,” kata Djohermansyah ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (8/12) kemarin.
Dia mengatakan selama ini pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia menjadi tidak teratur karena masyarakat bisa saja melakukan pemilihan sebanyak tiga kali dalam sepekan, yakni mulai dari pemilihan bupati atau wali kota, pemilihan gubernur dan pilpres dalam waktu berdekatan.
Selain itu, pelaksanaan pemilihan anggota DPRD yang bersamaan dengan pilpres dan pileg DPR-DPD juga dinilai menjadi tidak efektif.
“Kekeliruan kita selama ini adalah mencampurkan pemilihan anggota legislatif DPR dan DPD dengan DPRD, padahal mereka (DPRD) bukan legslator melainkan pembentuk peraturan daerah. Di sebuah negara kesatuan, pembentuk peraturan atau ‘lawmaker’ di DPR RI.” Langkah awal pembenahan tersebut, lanjut Djohermansyah, telah diakomodasi dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang telah selesai direvisi oleh DPR RI pekan lalu.
Dalam UU MD3 tersebut, pengaturan mengenai DPRD provinsi, kabupaten dan kota dikembalikan ke rezim pemerintah daerah yakni diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya, untuk menuju pelaksanaan pemilihan umum yang tidak berserakan telah dikeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pelaksanaan pemilu eksekutif (pilpres) dan legislatif (pileg DPR dan DPD) dilakukan serentak mulai 2019.
Sehingga, kodifikasi UU pemilu dapat dilakukan secara bertahap mulai dari pelaksanaan pemilu serentak nasional, yakni pilpres dan pileg DPR, DPD; serta pemilu serentak lokal yakni pilkada dan pemilihan DPRD.
“Tinggal sekarang kita menata pilkada serentak yang akan kita mulai di 2015 nanti. Sehingga, tujuannya adalah pada tahun 2020 akan digelar pilgub, pilbup dan pilwali yang serentak di 542 daerah provinsi, kabupaten dan kota. Sebaiknya, pemilihan DPRD itu nanti digabungkan ke pilkada serentak itu,” tambah Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tersebut.
Oleh karena itu, kodifikasi UU pemilu menjadi hal yang perlu untuk diimplementasikan supaya kegiatan politik lima tahunan sekali itu dapat menjadi efisien dan efektif.
“Semua perlu kodifikasi aturan UU Pemilu, yang bisa disebut UU Pemilihan atau Indonesia Election Law. Kodifikasi di situ adalah pemilu nasional Presiden serta DPR dan DPD. Kemudian, di dalamnya nanti diatur pemilu lokal yakni pilgub, pibup, pilwali yang dilakukan serentak dengan pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten dan kota. Jadi satu UU saja dan itu yang ideal,” tuturnya. [ant.ira]

Keterangan Foto : Djohermansyah Djohan.

Rate this article!
Tags: