Kolaborasi Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi

Oleh :
Dr Nyoman Anita Damayanti
Penanggung Jawab Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Berbasis Keluarga dan Masyarakat (Geliat) Airlangga. Aktif di beragam program penurunan kematian Ibu dan Bayi.

Di tengah pandemi Covid-19 masih ada ancaman masif kematian ibu dan bayi. Mereka menjadi kelompok rentan yang harus dilindungi serta bisa dilakukan upaya pencegahan sejak dini. Melalui jalan kolaborasi, angka kematian ibu dan bayi bisa terus ditekan. Kematian ibu adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan. Kematian itu akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan serta penanganannya. Namun bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera.

Pada 2014, Kota Surabaya memiliki jumlah kematian ibu yang tertinggi. Bahkan, Kota Pahlawan waktu itu menjadi kontributor nomor satu kematian ibu di Jawa Timur. Kondisi ini seperti anomali, apalagi di Kota Pahlawan fasilitas Kesehatan, tenaga Kesehatan, laboratorium medis, akses geografis menuju ke pelayanan kesehatan yang relatif mudah daripada kota lainnya.

Selain menjadi kontributor kematian ibu, Kota Surabaya juga menjadi kontributor kematian bayi nomor 6 di Jawa Timur pada tahun 2010-2013. Namun, jalannya kolaborasi menjadi kunci. Tercatat, ada grafik yang menunjukkan pergeseran posisi Kota Surabaya sebagai kontributor kematian ibu yang sangat tajam. Pada 2014, Kota Surabaya sebagai kontributor nomor satu kematian ibu di Jawa Timur, namun pada tahun 2021 ternyata kota Surabaya mampu menggeser posisinya menjadi nomor 33.

Kematian ibu di Jawa Timur tercatat 1.127 kematian pada bulan Januari sampai September 2021. Dari 1.127 kematian tersebut, 810 Orang (72%) disebabkan terpapar Covid-19 dan sisanya adalah karena non Covid-19 yaitu perdarahan, preeklamsi atau eklamsi. Hasil kolaborasi yang sukses dilakukan oleh berbagai pihak di Kota Surabaya, juga turut memengaruhi posisi Kota Surabaya sebagai kontributor kematian bayi. Kota Surabaya yang awalnya menduduki posisi ke-6 daerah di Jawa Timur yang paling banyak berkontribusi dalam kematian bayi pada tahun 2010-2013, bisa bergeser di posisi ke-10 daerah di Jawa timur dengan angka kematian bayi terendah. Terjadinya kolaborasi yang sukses, tidak hanya membawa dampak baik pada perbaikan angka kematian ibu, namun juga pada kasus kematian bayi.

Terjadinya pergeseran yang sangat signifikan posisi kota Surabaya sebagai kontributor kematian ibu dan bayi, serta keberhasilan Indonesia dalam menekan penyebaran Covid-19 menimbulkan pertanyaan, bagaimana hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah karena adanya kekuatan kolaborasi. Pandemi Covid-19 kembali menyadarkan kita akan pentingnya kolaborasi dalam manajemen penyelenggaraan pelayanan kesehatan maupun penyelesaian masalah Kesehatan Masyarakat.

Kolaborasi pun menjadi kunci dari pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Kebijakan kesehatan terdiri atas beberapa tingkatan, yaitu tingkat makro, meso dan mikro. Atau dapat pula disebut sebagai tingkat internasional, nasional, atau lokal dengan peran yang sama yaitu sebagai peraturan tertulis yang wajib dipatuhi dan bersifat mengikat. Kebijakan pada dasarnya bersifat mengikat dan mengatur organisasi maupun masyarakat untuk berproses dan berkembang.

Di level makro kebijakan mengatur tindakan berbagai komponen dalam suatu tingkatan pemerintahan terkait. Termasuk mengikat dan mengatur organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, Puskesmas, klinik, dan lain-lain. Kebijakan, demikian pula kebijakan di bidang kesehatan tidak bersifat statis, dan selalu dinamis.

Kolaborasi dapat mempersatukan segala jenis keberagaman keahlian, disiplin ilmu, profesi, maupun berbagai sektor. Kolaborasi harus dijadikan budaya. Lemahnya budaya kolaboratif dapat membatasi kinerja organisasi pelayanan kesehatan. Dalam mendukung kesuksesan kolaborasi, dibutuhkan kepemimpinan kolaboratif, karena adanya berbagai perbedaan antar berbagai pihak menjadi tantangan yang harus ditaklukkan.

Dalam dimensi kolaboratif, diketahui bahwa terdapat 5 elemen yang menggambarkan kekuatan atau kedalaman kolaborasi, yaitu isolation, encounter, communication, collaboration, dan integration. Isolasi (isolation), tidak melibatkan kegiatan antar Lembaga karena Lembaga bekerja secara terisolasi satu sama lain. Kekuatan kolaborasi tertinggi adalah integrasi, di mana berbagai pihak dengan berbagai keberagaman yang terpisah tidak lagi melihat identitas yang terpisah ataupun berada pada level yang berbeda, melainkan memandang hal tersebut sebagai peluang untuk bersatu dalam mewujudkan tujuan

Agar dapat mengembangkan kolaborasi menjadi semakin kuat maka perlu difahami berbagai factor yang berpengaruh terhadap kolaborasi. Terdapat beberapa faktor dalam kolaborasi yang penting diupayakan demi terwujudnya kolaborasi yang sukses yang dikemukakan oleh Stutsky dan Laschinger. Terdapat faktor personal dan faktor situasional yang memengaruhi pelaksanaan kolaborasi.

Faktor personal terdiri dari keyakinan masing-masing pihak terhadap kekuatan kolaborasi; fleksibilitas dalam berkompromi bila menghadapi ketidaksepakatan dalam kolaborasi; keyakinan dan ketergantungan antar pihak; saling bekerja sama; serta kemampuan berkomunikasi efektif dan memberi umpan balik yang positif antar pihak. Faktor situasional meliputi kemampuan yang baik dalam memimpin tim termasuk mengkomunikasikan tujuan yang jelas dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan; pemberdayaan masing-masing pihak dengan kemudahan akses terhadap informasi, dukungan, sumber daya, dan kesempatan untuk bertumbuh.

Survei yang dilakukan oleh tim Geliat Airlanga pada 2020 di seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten Kota di Jawa Timur, menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19, terutama saat puncak pandemi seluruh program kesehatan rutin mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi karena berbagai alasan antara lain adalah untuk mencegah terjadinya penularan disamping karena alasan sumber daya terutama sumber daya manusia kesehatan teralihkan untuk menangani pasien terinfeksi Covid-19. Mereka juga karena berkurangnya jumlah tenaga kesehatan akibat banyaknya tenaga kesehatan yang meninggal dunia disamping keterbatasan sumber daya lain.

Ada bukti empiric keberhasilan kolaborasi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi di Kota Surabaya. Sebuah contoh sederhana dengan efek domino yang luar biasa yang dapat menjadikan ibu hamil dan nifas tetap sehat, tercegah dari bahaya kematian.

Upaya penurunan kematian ibu di Kota Surabaya telah berhasil ditunjukkan dan dikontribusikan sebagai bentuk kolaborasi sivitas akademika Universitas Airlangga melalui kegiatan kolaborasi Geliat Airlangga dengan berbagai stakeholder yakni Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Pemerintah Kota Surabaya, Puskesmas, Rumah Sakit, praktek mandiri bidan, berbagai organisasi profesi, Organisasi Social Masyarakat termasuk PKK, kader, organisasi social masyarakat termasuk yang berbasis keagamaan.

Geliat Airlangga merupakan singkatan dari Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Berbasis Keluarga dan Masyarakat. Tujuan utama Geliat Airlangga adalah berkontribusi aktif dalam upaya penurunan kematian ibu dan bayi melalui aktifitas kolaborasi dari hulu ke hilir dengan penekanan pada upaya promotive dan preventif. Geliat Airlangga terdiri dari mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, serta alumni dari berbagai fakultas dan program studi yang ada di Universitas Airlangga yang bergabung secara sukarela untuk mendampingi ibu hamil sampai nifas di berbagai daerah di Jawa Timur.

———- *** ————

Tags: