Komando Serap Gabah

Foto Ilustrasi

Panen raya gabah (tahun 2018), dipastikan tetap menghasilkan lebih dari 44 juta ton gabah kering sawah. Cuaca (hujan) tidak sampai menyebabkan gagal panen, walau terdapat beberapa sawah terendam. Data BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geo-fisika) mencatat ekstremitas cuaca tidak separah tahun lalu. Seluruh sentra tanaman pangan di pulau Jawa tergolong aman. Tidak terdapat sungai besar yang meluap.
Sungai-sungai besar, seperti Bengawan Solo, dan Kali Brantas (di Jawa Timur) tahun ini tidak meluapkan air ke sawah. Hanya sebatas menggenangi area terdekat bantaran. Daerah sentra pangan (kabupaten Ngawi, dan Bojonegoro) tidak menetapkan darurat banjir. Begitu pula kabupaten Nganjuk, Kediri, Jombang, dan Mojokerto, tidak dalam darurat banjir Kali Brantas.
Hamparan ladang padi di Jawa Barat, juga tidak diusik banjir. Karena sungai Ciliwung, Citarum, Citandui, sampai Cibeureum (di Cilacap) tidak meluapkan banjir ke sawah-sawah. Sehingga sentra pangan (Cianjur, Sukabumi, dan Subang) tetap bisa menuai panen raya. Di Jawa Tengah, daerah hamparan sawah di Sragen, Karanganyar, Boyolali, dan Klaten, telah mulai ani-ani (potong padi). Hanya sedikit sawah di kawasan pantura (pantai utara) Jawa Tengah yang tergenang banjir.
Sebagian kawasan pantura Jawa (mulai Gresik, Tuban, Tegal, Pekalongan sampai Cirebon) nampak tergenang. Namun sawah telah dipanen sebelum puncak musim hujan (pertengahan Pebruari). Genangan air di ladang karena air laut rob, diperlukan sebagai ganti usaha petani memulai membentuk tambak. Seiring reda-nya hujan (bulan April)benih ikan akan mulai ditebar. Sebagian juga diusahakan sebagai budidaya ikan air tawar, dengan memanfaatkan luapan sungai.
Dus, ancar-ancar panen raya tetap menjadi pengharapan besar. Yang diharapkan, Bulog bakal menyerap padi dengan harga wajar. Pemerintah telah menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi) gabah. Harga gabah kering giling (GKG) sebesar Rp 4.600,- (turun Rp 50,- per-kilogram). Sedangkan harga gabah kering sawah Rp 3.750,- (naik Rp 50,- per-kilogram).Namun gabah (GKG) di berbagai daerah rata-rata dihargai Rp 4.400,- per-kilogram.
Kendala utama, adalah kandungan air masih cukup tinggi. Rendahnya derajat sosoh (mutu) gabah menyebabkan harganyatidak pernah mencapat HET. Penyebabnya tak lain, keterbatasan lantai jemur. Biasanya petani menjemur gabah di jalan-jalan desa, beradu cepat denganpergerakan awan di langit. Gabah mulai diringkas lagi manakala gerimis mulai turun. Andai pemerintah mem-fasilitasi alat (teknologi) pengeringan, niscaya mutu gabah semakin baik. Harga gabah semakin mahal.
Sosoh gabah yang rendah, menyebabkan harga serap (beli) Bulog pada petani juga rendah. Dus, wajar petani menjual ke tengkulak. Wajar pula manakala stok beras lebih besar dimiliki tengkulak (pedagang besar), dibanding yang tersedia gudang Bulog. Lebih lagi, usaha Bulog makin meng-untung-kan menerima beras impor yang lebih murah dengan kualitas medium. Fasilitasi panen dan pasca-panen, sangat diperlukan petani.
Selain lantai jemur, petani juga memerlukan mesin perontok padi. Saat ini telah dikembangkan mesin panen combine harvaster.Yakni, kombinasi tiga fungsi sekaligus: menuai, merontokkan, dan menampi. Penggunaan mesin (teknologi tepat guna) akan mengurangi faktor kehilangan saat panen dan pasca-panen. Pengurangan bisa mencapai 20%, separuhnya telah cukup untuk ongkos sewa mesin combine harvaster.
Fasilitasi pemerintah, sebenarnya sekadar pengadaan masal mesin teknologi tepat guna pertanian. Masyarakat (kelompok tani) bisa membeli secara gotongroyong. Bahkan saat ini hampir seluruh pemerintahan desa telah memiliki BUM-Des (Badan Usaha Milik Desa). BUM-Des bisa memperoleh dana desa (DD, dari APBN) yang disisihkan sebagai permodalan perekonomian desa. Termasuk untuk membeli seluruh mesin ke-pertani-an.

——— 000 ———

Rate this article!
Komando Serap Gabah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: