Komisi B Kritik Kebijakan Pusat untuk Impor Sapi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Kebijakan pemerintah pusat yang membuka kran impor sapi melalui  Kementerian Perdagangan (Kemendag), menuai kritik dari DPRD Jatim. Dewan bersikukuh menolak impor sapi masuk Jatim  mengingat Jatim adalah salah satu provinsi yang surplus untuk sapi di Indonesia. Selain itu mendesak Pemprov Jatim dan aparat terkait agar tak memberi izin atas masuknya sapi impor ke Jatim.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Pranaya Yudha Mahardhika menegaskan keputusan pemerintah pusat yang terus menggelontor impor sapi itu sangat ironis, di tengah Jatim ditunjuk sebagai wilayah yang surplus. Bahkan fakta tersebut semakin menunjukkan kalau pemerintah tidak berpihak pada peternak lokal.
“Presiden pernah berjanji stop impor sapi demi kedaulatan pangan. Tapi apa yang terjadi saat memimpin, malah melupakan semua janjinya. Sebaliknya membuka lebar kran impor. Yang mengagetkan lagi, belum satu tahun pemerintahan Jokowi,  impor sudah mencapai 375 ribu ekor sapi,” ujar politisi dari Partai Golkar ini, Selasa (18/8).
Terlepas dari kenyataan yang ada, tambah Pranaya Yudha, Komisi B DPRD Jatim tetap akan berjuang melindungi peternak lokal dengan cara menolak impor sapi masuk ke Jatim, karena Jatim surplus. Bahkan jangan sampai impor sapi di Jatim masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak.  Jika hal itu sampai terjadi, pasti akan merembes ke pasar Jatim dan imbasnya harga sapi lokal akan anjlok seperti yang terjadi beberapa tahun lalu.
“Komisi B meminta kepada pihak terkait mulai dari Pemprov dan SKPD terkait untuk tidak memberikan izin masuknya impor sapi. Selain itu komisi akan mendatangi pemerintah pusat untuk menyampaikan dengan tegas penolakan impor sapi ini,” tegasnya.
Untuk diketahui, pemerintah siap mengimpor 300 ribu ekor sapi untuk mengatasi kelangkaan pasokan daging sapi dan menjaga stabilitas harga komoditas tersebut yang saat ini melambung tinggi di beberapa daerah. “Untuk sisa tahun ini kita mungkin bisa impor 200 ribu-300 ribu ekor. Kami sepakat dan masih menjalankan prosesnya,” ujar Menteri Perdagangan Thomas Lembong di Jakarta, Selasa kemarin.
Mendag mengatakan impor tersebut sebagai upaya pemerintah untuk memberantas ulah para spekulan yang menahan pasokan, sehingga menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga daging sapi.
“Kami siap untuk mengguyur pasar supaya yang menimbun stok ini berpikir dua kali. Karena ketika kita mengguyur pasar, harga akan anjlok, dan yang menimbun itu akan mengalami kerugian finansial cukup berat,” tukasnya.
Mendag menambahkan akan berkoordinasi dengan Menteri Pertanian terkait pengadaan impor tersebut, karena penambahan stok melalui impor juga dilakukan berdasarkan kebutuhan daging sapi di dalam negeri.
Sementara Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Ka’bil Mubarok menegaskan tata niaga populasi sapi di Jatim sangat mencukupi. Baik untuk  kebutuhan konsumsi hingga 2015, hingga pada pemenuhan kuota kebutuhan nasional yang mencapai 310 ribu ekor sapi.
“Yang pasti Jatim masih konsiten melaksanakan Surat Edaran (SE) 520 Tahun 2012 terkait pelarangan impor sapi. Mengingat populasi sapi yang ada saat ini sekitar 4 juta. Sementara kebutuhan di Jatim sendiri sekitar 700 sapi  dan secara nasional 32 persen atau 310 ribu sapi,”tegas politisi asal PKB Jatim ini.
Meski demikian, pihaknya minta  Pemprov Jatim untuk menghitung ulang populasi yang ada. Baik yang betina, jantan, yang hamil dan yang siap potong. Selanjutnya, bagi pihak-pihak terkait juga melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak yang mencoba mendatangkan sapi impor  untuk diberikan sanksi yang berat dan ini juga sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2012 .
“Untuk melengkapinya pihak-pihak terkait berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk melakukan penjagaan di wilayah perbatasan. Karena wilayah tersebut sangat rentan untuk dimasuki sapi inpor. Sebaliknya kalau inidibiarkan maka yang dirugikan para peternak,”paparnya.

Permintaan Ayam Naik
Di saat penjualan daging sapi sedang lesu karena melambungnya harga, penjualan daging ayam di sejumlah pasar tradisional di Surabaya mengalami kenaikan.  Bahkan sejumlah pedagang yang ditemui di Pasar  Wonokromo dan Soponyono mengaku terjadi kenaikan permintaan sampai 50%. Kenaikan tersebut, lebih di sebabkan harga daging ayam yang masih terjangkau meskipun harga daging ayam juga mengalami kenaikan setelah Lebaran 2015.
Saryono, pedagang ayam yang telah berjualan di Pasar Soponyono selama 8 tahun mengungkapkan sejak harga daging sapi naik sampai Rp100 ribu lebih untuk per kilogramnya, penjualan ayam di lapaknya dalam sehari bisa menghabiskan 150 ekor ayam potong.  Hal itu berbeda dari hari biasa yang hanya menghabiskan antara 75-100 ekor ayam potong per harinya.
” Harga jual setelah Lebaran berkisar Rp 30-35 ribu per kilogramnya, kini memang harganya juga mengalami kenaikan antara seribu sampai dengan dua ribu per kilogramnya. Namun masyarakat tidak merasa keberatan dengan kenaikan tersebut. Karena harga yang saya jual masih terjangkau oleh langganan saya,” ujarnya, Selasa (18/8).
Saryono menambahkan, beberapa pelanggannya yang biasa mengonsumsi daging mengeluhkan harga daging yang sudah tidak terjangkau lagi. Mereka lebih memilih daging ayam sebagai pengganti daging sapi.
Ratmi, penjual ayam potong di Pasar Wonokromo mengatakan harga daging ayam saat ini memang mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut lebih dipicu karena pengaruh dollar yang menguat,  pembelian dollar untuk produk pakan ternak ayam.
” Dari peternak, saya mendapatkan ayam antara harga Rp 18-20 ribu per ekornya. Karena pakan ayam naik, maka harga yang saya dapat kemarin naik menjadi Rp 21-22 ribu per ekornya. Dengan harga daging ayam yang sudah naik, masih banyak pelanggan saya yang tetap membeli ayam. Memang jumlahnya tidak banyak, tetapi ada beberapa pelanggan baru. Sekitar 115 ekor yang saya jual hari ini (kemarin) habis. Biasanya saya hanya menyediakan 80 ekor,” tutupnya. [cty,ira,wil]

Tags: