Komisi B Minta Pemerintah Lindungi Petani Garam Lewat HET

Komisi B DPRD Jatim saat sidak garam di Sampang dan Pasuruan. Banyak petani mengeluhkan ongkos produksi pembuatan garam konsumsi tak sebanding dengan harga jual. [siti/bhirawa]

DPRD Jatim, Bhirawa
Langkanya garam konsumsi beberapa waktu lalu di Jatim dikarenakan dari 11,6 ribu hektare lahan garam yang ada, hanya sekitar 40 persen yang digarap. Sedikitnya lahan yang digarap karena harga garam di pasaran sering anjlok hingga Rp 2 ribu/kg. Padahal ongkos produksinya melebihi harga tersebut, imbasnya banyak petani beralih ke pekerjaan lain.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Anik Maslacha mengungkapkan dari hasil sidak di Sampang dan Pasuruan diketahui memang banyak petani tambak yang tidak memanfaatkan lahan yang ada untuk membuat garam. Mengingat hasil panen yang diperoleh tidak sesuai dengan uang operasional yang dikeluarkan oleh mereka. Akibatnya banyak petani yang beralih fungsi bekerja di sektor lain.
”Para petani pada sambat harga garam konsumsi sangatlah murah. Bahkan pernah mencapai titik jenuh, hanya Rp 2 ribu/kg. Karenanya mereka menuntut ada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dikeluarkan pemerintah, paling tidak Rp 10 ribu/kg. Dengan begitu petani garam akan mendapat keuntungan dan bergairah untuk bekerja lagi di bidang garam,”tegas politisi asal PKB ini, Kamis (24/8).
Di sisi lain, saat ini tidak ada pengaturan secara tegas dalam tata niaga garam. Di mana PT Garam dan perusahaan swasta diperbolehkan untuk memproduksi garam konsumsi. Akibatnya petani tradisional kalah bersaing, karena kualitas garam yang dihasilkan mereka sangat bagus, kandungan NHCl nya cukup tinggi.
”Seharusnya PT Garam sebagai BUMN memberikan kelonggaran bagi petani garam untuk memproduksi garam konsumsi. Jangan sampai kehadiran PT Garam yang diharapkan untuk membangkitkan gairah petani garam justru mematikan dengan ikut-ikutan memproduksi garam konsumsi. Tata niaga seperti ini yang harus diatur,”tambahnya.
Selain itu, seharusnya pemerintah memberikan bantuan atau subsidi kepada petani garam yang selama ini dilakukan secara tradisional. Dan sebagai solusinya teknik geo membran bisa dikenalkan karena  mampu membuat hasil garam yang ada lebih bagus. Selain tidak mudah larut, warnanya putih bersih dan kandungan NHClnya cukup tinggi.
”Memang saat ini untuk menuju ke teknik geo membran membutuhkan dana yang cukup tinggi. Tapi bagaimana pun saat ini pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk membantu petani garam dengan menggunakan teknik tersebut,”akunya.
Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi B DPRD Jatim H Rofiq. Menurutnya saat ini pemerintah pusat kurang peduli dengan petani. Buktinya, garam seharusnya menjadi bahan makanan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga harus dilindungi melalui HET. Dengan begitu masyarakat merasa dilindungi pekerjaannya.
”Saya melihat pemerintah pusat kurang peduli dengan kehidupan petani. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana impor garam. Padahal impor sangat merugikan rakyat dan inilah seharusnya menjadi pemikiran bagi pejabat yang ada di pusat,”papar politikus asal PPP. [cty]

Tags: