Dewan Jatim Desak Pemprov Tutup Pabrik Gula Rafinasi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Pasca melakukan sidak ke pabrik gula rafinasi KTM (PT Kebun Tebu Mas) di Lamongan, Komisi B DPRD  Jatim terus mengevaluasi terhadap kinerja pabrik PT KTM.  Bahkan Komisi B DPRD Jatim tidak segan-segan mengeluarkan keputusan menutup pabrik tersebut jika benar-benar diketahui pabrik tersebut tidak menggunakan tebu petani.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Subianto, menegaskan banyak hal yang sekarang menjadi bahan evaluasi Komisi B terkait pabrik gula rafinasi di Lamongan. Salah satunya ternyata pabrik tersebut hanya mempunyai 150 hektare lahan tebu, itupun untuk pembibitan, bukan untuk bahan giling saat pabrik dibuka pada Agustus nanti.
“Kapasitas produksi pabrik KTM atau PT Kebun Tebu Mas itu sebesar 12 ribu TCD (Tonnes of Canes per Day) setiap giling.  Artinya mereka membutuhkan tebu dari lahan 21 ribu sampai 24 ribu hektare, sedangkan yang dia punya cuma lahan pembibitan. Permasalahan ini yang akan dipertegas oleh Komisi B karena komisi tidak ingin petani Jatim kembali menjadi korban,” ujar politisi dari Fraksi Demokrat ini, Kamis (26/3).
Subianto, menegaskan, jika pabrik tersebut tidak memiliki lahan tebu yang siap giling, artinya pabrik tersebut akan impor row sugar untuk bahan pembuatan gula. Apalagi pabrik tersebut mempunyai izin impor dari pemerintah pusat, sehingga kemungkinan besar mereka akan melakukan impor dan jika itu terjadi maka nasib petani tebu Jatim akan kembali hancur.
Sebelumnya Komisi B DPRD Jatim mengapresiasi berdirinya pabrik rafinasi pertama di Jatim. Namun dengan catatan pabrik tersebut harus dapat menyerap tebu petani. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi B Muhammad Ka’bil Mubarok.
Komisi B DPRD Jatim pun menggelar sidak ke pabrik gula KTM di Lamongan untuk mencari kebenaran informasi jika KTM tak menyerap tebu petani. Jika mereka mengimpor raw sugar  dikhawatirkan bocor ke pasar.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Jatim H Rofik menambahkan, yang pasti Komisi B menolak dan melarang pabrik tersebut impor row sugar. Jika itu sampai terjadi Komisi B DPRD Jatim tidak segan-segan merekomendasikan untuk menutup pabrik tersebut. Untuk itu sebelum pabrik tersebut berproduksi Komisi akan memastikan lahan yang dimiliki, minimal 10 ribu hektare tebu siap giling. Jika tidak bisa memenuhi target lahan 10 ribu maka komisi siap melarang pabrik gula itu buka.
“Komisi juga akan mempertegas sistem jual putus, minimal harga pembeliannya harus 1,5 kali lebih tinggi dari harga pasaran, karena sistem putus ini petani tidak mendapatkan apa-apa, tidak memiliki tetes dan gula, jadi harganya harus lebih tinggi dari harga pasaran saat ini 50 juta per ton,” tegas politisi dari Fraksi PPP ini.
Sementara itu, Operation Director PT KTM Agus Susanto  menyatakan dibangunnya pabrik gula ini akan menyerap tebu petani tidak hanya dari Lamongan, tapi juga dari luar Lamongan yaitu Tuban dan Bojonegoro, Madiun dan wilayah lain di Jatim. Di mana  gula tersebut untuk memenuhi kebutuhan nasional yang masih ada kekurangan. Sedang untuk gula rafinasi pihaknya komitmen untuk memenuhi kebutuhan perusahaan makanan dan minuman. [cty]

Tags: