Komisi B Sesalkan Penutupan Dua Pabrik SKT di Jatim

b14ca-2210-02082012-2.-komisi-b-jatim-siapkan-raperda-perlindungan-petani-tembakauDPRD Jatim, Bhirawa
Ditutupnya paksa dua perusahaan milik PT HM Sampoerna di Jatim masing-masing di Lumajang dan Jember  untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) karena terus menurun pangsa pasarnya akibat  tekanan asing lewat wacana aksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control ) sangat disesalkan Komisi B DPRD Jatim. SKT merupakan tinggalan budaya bangsa yang harus tetap dilestarikan keberadaannya.
Ketua Komisi B DPRD Jatim Agus Dono menegaskan sejak awal pihaknya sudah memprediksikan akan banya pabrik rokok yang akan rontok akibat kebijakan pusat yang mengikuti aksesi FCTC.  Dalam wacana tersebut, seluruh pabrik rokok dilarang menggunakan tembakau lokal dengan alasan mengandung tar tinggi. Padahal sejujurnya banyak teknologi canggih yang bisa mengubah tar tinggi menjadi rendah.
”Jujur di Indonesia banyak orang pintar, mengapa kita menggunakan mereka untuk menciptakan teknologi yang mengatur tar tinggi menjadi rendah. Karena itu saya sejak awal minta kepada Presiden SBY untuk tidak  menandatangani aksesi FCTC karena bisa membunuh ratusan ribu petani dan tenaga kerja. Dan itu sudah terbukti dengan PT HM Sampoerna yang telah menutup usaha SKT-nya  di Lumajang dan Jember,”tegas politisi asal Partai Demokrat, Minggu (18/5).
Namun terlepas dari itu, pihaknya berterimakasih kepada PT HM Sampoerna yang telah menyumbang investasi besar di Jatim lewat cukai. Termasuk memberikan pelatihan pada karyawan yang terkena PHK. Dengan begitu mereka masih memiliki harapan kerja ke depannya. Apalagi ini mendekati Hari Raya Idul Fitri dan setiap orang punya banyak kebutuhan.
Seperti diketahui akibat menurunnya pangsa pasar Sigaret Kretek tangan (SKT)  nasional, menghantam telak para pabrikan rokok dalam negeri termasuk pabrik sekelas PT HM Sampoerna. Berbagai tekanan yang diterima industri tembakau, yang notabene ditetapkan pemerintah sebagai industri prioritas nasional,  telah menempatkan industri SKT ini dalam posisi yang sulit, khususnya karena perubahan preferensi perokok dari SKT ke produk sigaret kretek mesin. Di samping itu, tekanan-tekanan tersebut datang dari berbagai instrumen regulasi dalam negeri seperti cukai, pajak daerah, dan Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012.
Tekanan asing juga menjadi faktor kendala, seperti wacana aksesi FCTC dan aturan negara lain seperti kemasan polos untuk produk rokok seperti yang telah diterapkan oleh Australia.
Kenyataan pahit harus ditelan Sampoerna dengan menutup dua pabrik SKT-nya dari tujuh yang dimiliki semula. Pada Jumat, 16 Mei 2014, salah satu perusahaan rokok terbesar negeri ini, mengumumkan bahwa mulai 31 Mei mendatang, pabrik SKT di Lumajang dan Jember, terpaksa direstrukturisasi alias diberhentikan produksinya yang berimbas kepada nasib 4.900 karyawan di kedua pabrik itu.
Keputusan restrukturisasi tersebut di sisi lain juga diambil untuk menyelamatkan seluruh mata rantai operasional SKT Sampoerna, termasuk memastikan nasib 33.500 karyawan Sampoerna yang bekerja di lima pabrik yang tersisa agar tidak kehilangan motivasi kerja.
Maharani Subandhi, Sekretaris Perusahaan Sampoerna sebelumnya juga menyatakan, kesadaran ini pula yang mendasari kebijakan Sampoerna untuk tak begitu saja melepaskan karyawannya berhenti dari pabrik yang direstrukturisasi.  Bagaimanapun, keberlangsungan kehidupan mereka harus dipikirkan. Maka, perusahaan memberikan kesempatan bagi karyawan di kedua pabrik yakni Jember dan Lumajang untuk mengikuti program pelatihan kewirausahan.
“Yang diharapkan, dapat membantu mereka dalam mendapatkan keahlian baru dan mencari sumber penghasilan lainnya,” kata Maharani.
Dijelaskannya, bagi karyawan, akan diberikan program pelatihan yang terdiri dari sesi motivasi, pengelolaan keuangan, dan pelatihan kejuruan.  Sementara, bagi mereka yang terdampak keputusan sedih bagi semua pihak ini, diberikan paket pesangon yang jumlahnya lebih besar dari perundangan yang berlaku (UU Tenaga kerja No13 Tahun 2003). Ini ditambah dengan THR 2014, karena disadari, kebutuhan akan hari raya, haruslah terpenuhi.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Ahmad Guntur berharap pemerintahan baru nanti lebih memperhatikan nasib industri rokok kretek yang merupakan kearifan lokal budaya bangsa.
“Kalau mau jujur sebenarnya sudah empat atau lima tahun terakhir ini industri rokok, khususnya SKT, pada gulung tikar karena kebijakan pemerintah memang membunuh industri-industri rokok,” papar Guntur lewat rilis persnya di Jakarta, Jumat.
Padahal, industri rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui cukai rokok di mana pada 2011 lalu mencapai Rp 75 triliun, jauh melebihi sumbangsih dari sektor tambang yang dianggap sebagai primadona.
Menurut Guntur, kebijakan cukai rokok tinggi, rencana penerapan harga cukai rokok per batang, kampanye larangan merokok, larangan iklan rokok dan kebijakan-kebijakan lainnya menjadi suatu kesatuan perangkat negara yang dengan sengaja berniat menghilangkan industri rokok. Padahal kebijakan tersebut kontraproduktif karena berdampak pada pengangguran yang cukup signifikan di masyarakat. Apalagi, industri rokok SKT menyerap banyak tenaga kerja. [cty]

Keterangan Foto : Ketua Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto.

Tags: