Komisi B Tolak Pengenaan Pajak 10 Persen Pada Gula Petani

DPRD Jatim, bhirawa
Komisi B DPRD Jatim dengan tegas menolak rencana pemerintah pusat yang akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk gula tebu, sebagai salah satu solusi menutup defisit Anggaran Belanja Negara (APBN). Langkah tersebut dianggap tepat dengan melihat kondisi petani tebu yang saat ini hanya mendapatkan posisi 15 persen dari total kebutuhan gula di Indonesia. Bahkan waktu itu Gubernur Jatim Soekarwo mengaku kebijakan tersebut kurang tepat sehingga pihaknya tidak setuju.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Maimun menegaskan jika pungutan sebesar 10 persen dikembalikan ke masyarakat melalui penanaman tebu rakyat dibeberapa perusahaan gula swasta yang mengimpor row sugar tak ada masalah. Tapi jika itu semata-mata hanya ingin mendpngkrak APBN, dewan sangat tidak setuju. Ini karena posisi gula rakyat tidak bisa bersaing dengan gula impor yang saat ini selain digunakan untuk kebutuhan perusahaan makan minuman juga konsumsi masyarakat. Sementara untuk gula masyarakat hanya terserap 15 persen.
‘Jujur saat ini petani tebu menangis karena tebu yang digiling di sejulah PTPN tidak mampu terserap di masyarakat. Sesuai data yang ada hanya sebesar 15 persen saja. Sedang 85 persen dikuasai gula impor. Nah, sekarang akan dibebani 10 persen, tentu saja sangat berat bagi mereka dan ini akan membuat pabrik gula milik PTPN akan gulung tikar alias tutup karena petani tak lagi tanam tebu,”tegas politikus asal PAN ini, Minggu (16/7).
Sebaliknya, dengan kondisi seperti ini seharusnya pemerintah pusat melindungi para petani tebu, bukan sebaliknya. Diantaranya dengan melakukan revitalisasi di sejumlah pabrik gula milik PTPN. Dengan begitu gula petani dapat bersaing dengan gula impor yang kini membanjiri pasar lokal.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi B yang lain, Pranaya Yudha. Menurutnya, upaya yang tepat dilakukan pemerintah untuk menutup defisit anggaran adalah melakukan restrukturisasi moneter, bukan malah membebani rakyat, apalagi petani tebu dengan cara memungut pajak 10 persen.
“Caranya, suku bunga harus murah dan pajak untuk orang kecil harus nol dan pendapatan masyarakat dinaikkan  sehingga daya beli mereka juga ikut naik. Bukan malah uang dipajeki itu konsep yang salah,” tegas politikus asal Partai Golkar yang mendukung penuh langkah Gubernur Jatim yang menolak pemberlakuan pajak tersebut.
Seperti diketahui Gubernur Jatim dengan tegas menolak pajak 10 persen yang dikenakan ke petani tebu oleh pemerintah pusat. Pasalnya, saat ini kehidupan mereka cukup tertekan akibat gula yang dihasilkannya tidak dapat bersaing dengan gula impor. Sebaliknya. Mereka ini harus mendapatkan kucuran dana melalui kredit UMKM dengan bunga yang kecil sehingga daya belinya meningkat.
Ia mencontohkan bunga kredit perbankan sulit dijangkau UMKM karena masih diatas 10% yakni kisaran 14-15% sehingga UMKM pasti kalah efisien dengan pabrik besar yang berdampak cost produksinya mahal. “Idealnya bunga bank itu dikisaran 4-5% sehingga bank bisa beri kredit dengan bunga dibawah 10%. Kalau sekarang khan berlaku liberalisasi sehingga UMKM pasti kalah efisien dan pabrik besar sehingga cost produksinya tinggi,” dalih Pakde Karwo.
Kebijakan bunga bank murah juga harus diikuti dengan gerakan nasional supaya masyarakat membeli produk buatan dalam negeri. Tujuannya, supaya UMKM dan pabrik-pabrik di dalam negeri bisa terus berproduksi sehingga bisa menyerap lapangan kerja. [cty]

Tags: