Komisi C DPRD Surabaya Desak Warga Asing Tercatat di Dispendukcapil

Disinyalir banyak WNA tinggal di apartemen-apartemen yang menjamur di Surabaya, karena itu Komisi C DPRD setempat meminta agar seluruh WNA yang ada di Surabaya tercatat di Dispendukcapil.

DPRD Surabaya, Bhirawa
Dalam hearing antara Dinas Penduduk dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya dengan Pansus Raperda Administrasi Kependudukan di Komisi C DPRD Kota Surabaya, Pansus meminta kepada Dispendukcapil agar seluruh warga asing yang ada di Surabaya tercatat di kependudukan.
Ketua Pansus Administrasi Kependudukan Buchori Imron mengatakan, dalam Pasal 38 ayat 3 disebutkan bahwa Dispendukcapil ditugaskan untuk mencatat seluruh data-data warga asing yang ada di Surabaya dengan mengakses Imigrasi.
”Data ini harus terkoneksi dengan Imigrasi, karena pihak Imigrasi tentunya yang tahu warga asing yang masuk ke Surabaya,” ujarnya kepada Bhirawa di gedung DPRD Kota Surabaya, Kamis (21/2).
Menurut Buchori Imron, pada hearing sebelumnya dengan Kadispendukcapil, Pansus mempertanyakan berapa jumlah warga asing yang masuk atau tinggal di Surabaya. Namun pihak Pemkot Surabaya dalam hal ini Dispendukcapil sama sekali tidak tahu jumlahnya.
”Pemkot harus mengetahui, jadi bisa terdeteksi berapa jumlah warga asing di Surabaya. Iya kalo semua warga asing baik-baik, kalau berbuat kriminal atau teroris misalnya, kan jadi susah melacaknya,” tegas politisi senior PPP Surabaya ini.
Lebih lanjut Buchori Imron mengatakan untuk pembahasan Perda Administrasi Kependudukan pada Jumat (15/2) lalu sudah final selebihnya tinggal Pemkot Surabaya yang melakukan eksekusi Perda Adminduk.
”Karena final, hearing kali ini bersama Bagian Hukum Pemkot dan Kadispendukcapil,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota Pansus Raperda, Vinsensius Awey menambahkan untuk penghuni apartemen harus memiliki pengantar tempat tinggal dari RT/RW. Di raperda ini, ada klausul penambahan pengelola apartemen atau manajemen bisa mengeluarkan surat pengantar.
”Ada kesulitan karena kadang RT/RW tidak mau melayani karena tidak tahu mereka (penghuni),” jelasnya.
Politisi Partai NasDem ini mengaku, pansus tidak mau penghuni apartemen mendapat kemudahan dari menajemen. Karena Pemkot harus selalu melakukan monitoring terhadap penduduk Surabaya.
”Karena Dispendukcapil mau masuk (apartemen) kesulitan akses, keamanan berlapis-lapis,” terangnya. Awey mengupayakan, setiap apartemen bisa membuat RT sendiri. Memang secara aturan minimal 70 Kepala Keluarga (KK). Hanya saja, untuk kasus tertentu, aturan itu harapannya bisa memberi kemudahan.
”Kami mau andai RT tidak bisa dibentuk, pengelola atau manajemen hanya menjadi mediator saja,” tandasnya. [dre]

Tags: