Komisi C DPRD Surabaya Nilai Bawaslu Lecehkan Lembaga Negara

Foto Ilustrasi Gedung DPRD Surabaya.

DPRD Surabaya, Bhirawa
Komisi C DPRD Surabaya menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya telah melakukan pelecehan terhadap lembaga negara dengan tidak hadir saat diundang hearing, terkait kinerja sebagai pengawas penyelenggaraan Pemilu 2019.
Rapat yang sedianya digelar pada Jumat (14/12) lalu ditunda karena Bawaslu tidak hadir tanpa ada alasan yang jelas. ”Rapat bersama Bawaslu Kota Surabaya terpaksa ditunda karena pihak Bawaslu tidak ada yang hadir,” ujar Syaifuddin Zuhri di ruang Komisi C DPRD Surabaya kemarin.
Rapat ini, kata Syaifuddin sebenarnya sebagai upaya untuk koordinasi sekaligus konfirmasi terhadap laporan dari berbagai pihak yang menyebutkan kinerja Bawaslu masih belum maksimal.
Seperti penertiban Alat Peraga Kampanye (APK) yang banyak dilakukan oleh Bawaslu akhir-akhir ini. Sebagai wakil rakyat yang duduk di DPRD berkepentingan untuk mengawasi semua lembaga negara termasuk Bawaslu karena operasionalnya menggunakan APBD.
Upaya untuk mendatangkan Bawaslu dalam rapat bersama ini juga berkaitan dengan kinerjanya, yang dinilai tidak profesional setelah memanggil Ketua DPRD Surabaya Ir Armuji terkait dengan dugaan pelanggaran kampanye yang akhirnya tidak terbukti.
”DPRD Surabaya sesuai dengan fungsinya sebagai pengawasan berhak memanggil Bawaslu untuk menjelaskan kinerjanya sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan pemilu agar bisa berjalan dengan baik. Apalagi semua opeasionalnya dibiayai oleh APBD Kota Surabaya,” jelasnya.
Sementara itu anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey mengatakan, jika jawaban Bawaslu melalui media bahwa pihaknya tidak bisa hadir karena Komisi C DPRD Surabaya tidak memiliki kewenangan memanggil adalah sikap arogan.
”Kenapa mesti mengeluarkan statement seperti itu, sangat terkesan arogan sekali, padahal kami tidak menghadirkan Bawaslu dalan rangka pertanggungjawaban, tetapi hanya ingin mendapatkan keterangan terkait kinerjanya di Kota Surabaya, utamanya yang berkaitan dengan penertiban APK di lapangan,” kata Vinsensius Awey, Minggu (16/12).
Awey mengatakan jika pihaknya tidak menghadirkan Bawaslu dalam rangka pertanggungjawaban, tetapi untuk mendapatkan keterangan terkait kinerjanya di Kota Surabaya, utamanya yang berkaitan dengan penertiban APK di lapangan.
“Selama penertiban, Bawaslu melibatkan anggota Linmas dan Satpol PP. Tentu kami ingin mengetahui secara persis koordinasi yang ada dalam pengawasan dan penertiban,” papar Caleg DPR RI Dapil 1 Surabaya – Sidoarjo ini.
Bahkan Awey juga menegaskan jika mengundang Bawaslu hadir bukan dalam rangka meminta pertanggung jawaban akan tetapi juga dalam rangka koordinasi dan kinerja Bawaslu yang melibatkan satuan yang ada.
“Selain itu juga berdasarkan laporan dari masyarakat terkait kinerja Bawaslu dinilai tebang pilih dalam penerapan di lapangan. Ada beberapa baliho yang tidak ada kaitannya dengan APK, juga ditertibkan dengan alasan baliho tersebut melanggar Perda. Alasannya, mengganggu estetika kota karena berada di jaringan utilitas seperti nyandar di PLN atau di ikat di pohon atau di trotoar,” tandasnya.
Masih menurut Awey, penertiban balihonya minta bantuan Bakesbanglinmas dan Satpol PP, dan ternyata dibenarkan oleh keduanya kalau penertiban yang dilakukan atas perintah Bawaslu.
Awey kembali mempertanyakan, dari mana anggaran penertiban yang dilakukan oleh Linmas dan Satpol, sementara dalam praktiknya, penilaian Bawaslu mengarah kepada sikap tebang pilih (like and dislike).
”Tentu sikap ini tidak sesuai dengan PKPU No 33 Tahun 2018, artinya Bawaslu sudah tidak lagi profesional. Padahal anggaran yang digunakan Linmas dan Satpol PP untuk melakukan penertiban bersumber dari APBD Kota Surabaya,” tuturnya.
Begitu juga dengan gedung kantor dan kendaraan dinas yang digunakan komisioner Bawaslu. ” Jika merasa hanya bisa dimintai koordinasi oleh Komisi II DPR RI, ya sudah, kembalikan saja itu semua dan minta penggantinya dari Komisi II,” tambahnya. [dre]

Tags: