Komisi E Berharap Ada Lompatan Prestasi Pendidikan di Jatim

Anggota Komisi E DPRD Jatim, Deni Wicaksono saat Rapat Koordinasi Pendidikan dan Pembinaan di Lngkungan Cabang Dinas Pendidikan wilayah Madiun, Senin (20/1).

DPRD Jatim, Bhirawa
Problem pendidik tak hanya terkait dengan kualitas. Pemerataan guru yang timpang juga menjadi permasalahan yang perlu diselesaikan. Hal ini disampaikan Anggota Komisi E DPRD Jatim, Deni Wicaksono usai Rapat Koordinasi Pendidikan dan Pembinaan di Lngkungan Cabang Dinas Pendidikan wilayah Madiun, Senin (20/1).
Seperti persebaran guru belum merata, perbaikan sarana dan prasarana hingga antisipasi perubahan sistem zonasi. Intinya, kata Deni, sinkronisasi kinerja Dinas Pendidikan dengan peserta yang meliputi Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala TU SMA/SMK PKLK di Kota Madiun.
“Diskusi kemarin terkait permasalahan yang ada di Jawa Timur, termasuk di Ngawi. Poin utamanya sinkronisasi kinerja Dinas Pendidikan dengan peserta,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa (21/1).
Politisi PDIP ini pun berharap dengan adanya pertemuan di Dapilnya itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur ada lompatan prestasi pendidikan. Apalagi, sistem zonasi sudah diberlakukan. Antisipasi perubahan sistem zonasi juga telah dibahas. Sebelumnya, Kompetensi lulusan masih jadi perhatian serius bagi stakeholder di lingkup Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur.
Dalam lawatan pertamanya pada Rapat Koordinasi Pendidikan dan Pembinaan Di lingkungan Cabdin Wilayah Madiun, Kepala Dindik Jatim, Wahid Wahyudi menekankan, agar kepala satuan pendidikan SMA/SMK dan PKLK berinovasi program di tahun 2020. Wahid meminta, setiap sekolah membuat aplikasi untuk memonitor alumnusnya. Aplikasi ini juga untuk mempermudah sekolah dalam melakukan evaluasi.
“Katakanlah kompetensi SMK overload ternyata DUDI yang dibutuhkan adalah kompetensi baru yang sesuai kebutuhan industri. Nah, sekolah bisa membuka kompetensi itu,” urainya.
Hal itu juga tak lepas dari kejelian sekolah dalam melihat peluang potensi lokal yang perlu dikembangkan. Disamping itu, Wahid menilai jika sekolah perlu melihat potensi wilayah lain. Pasalnya potensi di wilayah lain bisa jadi peluang bagi lulusan SMK jika wilayah lain tidak bisa mencukupi kebutuhan.
“Kepala sekolah juga harus mencatat jejak lulusannya agar bisa diketahui menganggur atau tidak,” lanjutnya.
Pasalnya jika menyinggung soal data laporan Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan SMK menjadi penyumbang terbanyak pengangguran. Tapi setelah ditinjau kembali di lapangan yang menganggur ini sedikit. Justru mereka melakukan freelancer seperti lulusan tata rias atau tata boga mereka kerja karena ada panggilan pekerjaan. Ini yang tidak terdeteksi BPS. Padahal mereka bekerja menghasilkan nominal yang lebih dari UMR daerah, ungkapnya usai rapat koordinasi di Kurnia Convention Hall Ngawi, Senin (20/1). [geh]

Tags: