Komisi E Minta Pemprov Lakukan Diskresi

Massa aksi memberhentikan mobil plat merah disela orasi, Rabu (19/6/2019). [Gegeh Bagus Setiadi]

DPRD Jatim, Bhirawa
Ratusan orang tua calon murid melurug Gedung Negara Grahadi untuk menolak sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Mereka membawa spanduk berisi beragam kalimat penolakan zonasi.
Beberapa spanduk bertuliskan, “Hapus sistem zonasi. Zonasi bukan pemerataan kualitas tapi pembodohan bangsa.” Atau kalimat lain seperti, “Tiga Tahun Sekolah Kalah Dengan Google Maps.” Juga spanduk bertuliskan, “Ganti Mendikbud Secepatnya!”
Bahkan mereka juga sempat menghentikan paksa mobil plat merah bernopol L17 yang melintas di Jalan Gubernur Suryo. Tolak zonasi, tolak zonasi,” teriak puluhan massa aksi di depan mobil pejabat yang diberhentikan di tengah jalan ini.
“Ini tindakan spontanitas dari kami selaku orang tua. Bahwasannya plat merah adalah identik dengan pemerintah, jadi harapannya kami hentikan itu untuk menyuarakan aspirasi kami agar didengar. Selebihnya tidak ada tujuan lain, karena ini bentuk simbolis,” kata kootdinator aksi, Teguh Priatmoko, Rabu (19/6).
Melihat kondisi tersebut, anggota Komisi E DPRD Jatim meminta Pemprov melakukan Diskresi terkait kemelut penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019. Pasalnya, Permendikbud 51 dinilai masih kaku dan hanya berdasarkan zonasi.
“Kami tidak bisa menghentikan. Tentunya kita laksanakan peraturan ini tapi dengan Diskresi. Jangan kaku, harus fleksibel, jadi jangan langsung dipatok,” kata Anggota Komisi E, H Gunawan saat menemui perwakilan wali murid dan siswa di Gedung DPRD Jatim.
Pihaknya mengaku terkejut mendengar informasi dari para siswa-siswi. Dimana, terkait sosialisasi masalah zonasi ternyata tidak diketahui semua wali murid. “Karena yang dilakukan begitu mendadak dan tentunya ini membawa korban yang akan berguguran, anak-anak yang pintar ini berguguran tidak bisa masuk sekolah negeri karena jarak,” jelasnya.
Ia juga menyerap aspirasi yang disampaikan beberapa wali murid dan siswa sebab mereka telah bekerja keras mencapai nilai bagus dengan belajar. “Tapi, ternyata tidak bisa masuk sekolah negeri meskipun hasil ujiannya bagus,” terangnya.
Lanjut Gunawan, di Kota Surabaya sendiri memiliki 31 Kecamatan. Dari jumlah Kecamatan tersebut ada 15 Kecamatan tidak ada sekolah sama sekali dan ada satu RW yang punya empat sekolah Negeri.
“Ini kan permasalahan yang ada. Ada yang jarak 700 meter pun tidak bisa masuk. Maka ini bervariasi, zona ini saya kira agak sulit tapi yang benar itu setiap sekolah ini harus bisa menerima paling tidak bisa dimasuki 2 sekolahan ini bisa dimasuki 1 kecamatan. Saya lihat di Lamongan itu bagus, saat meninjau itu 1 anak bisa memilih 2 sekolah. Disini kan tidak,” bebernya.
Kalau zonasi jarak ini dilakukan terlalu kaku, Gunawan menyebutkan akan merugikan pendidikan. Sebab, zonasi ini adalah peraturan Permendikbud 2018 yang diterapkan 2019. “Tapi kayaknya Pemprov sendiri masih belum begitu siap. Sehingga kemitraan dengan ITS ini juga tidak ada sosialisasi. Tahu tahu ada zonasi,” pungkasnya.
Pihaknya meminta jangan sampai anak-anak yang memiliki prestasi tapi tidak bisa masuk sekolah Negeri. “Kami mengerti tujuan pemerintah untuk pemerataan pendidikan, tapi tentu kita juga harus mengutamakan anak anak yang pintar. Mereka jadi korban juga,” tandasnya. [geh]

Tags: