Komisi E Sayangkan Dinkes Jatim Tak Punya Data Stunting 2020

Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi

DPRD Jatim, Bhirawa
Virus corona telah menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan, selain itu juga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran dan jumlah orang miskin. Karena miskin, maka asupan gizi juga menjadi berkurang.
Kekurangan gizi diketahui menyebabkan lahirnya bayi stunting atau gagal tumbuh alias kerdil. Bisa diantisipasi, anak yang lahir dengan kondisi stunting Tahun 2020 akan memasuki usia angkatan kerja pada Tahun 2045, yang bertepan dengan ketika Indonesia merayakan pesta emas atau kemerdekaan RI berusia 100 tahun. Jadi, diperkirakan akan tampil generasi angkatan kerja stunting di Tahun 2045.
Di Jatim, rupanya tidak memiliki data stunting sejak 2020 silam. Dipastikan bahwa Jatim bebas stunting akan sulit tercapai. Merujuk pada Program Nawa Bhakti Satya yakni Jatim Cerdas dan Sehat pun tersendat.
Tidak ada data Stunting di Jatim per tahun 2020 diakui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Drg Vitria Dewi. Menurut dia, Dinkes Jatim menggunakan data dari Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) 2019. “SSGBI adalah data survei dari pusat yang pelaksanaannya tidak tiap tahun,” katanya saat dikonfirmasi Bhirawa, Rabu (27/1) kemarin.
“Ada data intervensi tetap tiap daerah belum sama sehingga tidak bisa dibandingkan antar daerah,” tambah Vitria.
Padahal, diberitakan Bhirawa sebelumnya bahwa BKKBN telah ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana program luar biasa penanganan stunting di Indonesia. Namun, untuk data stunting di Jatim ada pada Dinkes Jatim. “Yang pegang data stunting di Dinas Kesehatan Jatim,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jatim, Sukaryo Teguh Santoso.
Tidak adanya data stunting per tahun 2020 membuat Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi, berang. Pasalnya, kelemahan Pemprov Jatim dalam hal ini Dinas Kesehatan tidak pernah melibatkan perguruan tinggi atau lembaga yang berkompetensi untuk penelitian atau survei terkait angka stunting, kemiskinan, indeks pembangunan manusia (IPM) dan sebagainya.
“Padahal, kita yang buat anggaran dan program, kok malah data sensus BPS yg dipakai. Bukan kita tidak percaya tapi kan lebih akurat kalau kita yang ukur,” terangnya.
Politisi asal Fraksi Keadilan Bintang Nurani (KBN) DPRD Jatim ini lantas mewarning Dinkes Jatim yang tidak update data baru, khususnya data stunting ditengah Pemprov Jatim yang fokus pada penurunan angka stunting.
“OPD ini (Dinkes Jatim, red) tidak layak diapresiasi. Kalau memakai data 2019, lantas anggaran 2021 ini gimana, apa iya memakai data lama. Saya menyayangkan penggunaan data ini, kecewa karena tidak dibahas saat hearing,” ungkapnya.
Mathur pun mengkhawatirkan generasi emas di Jatim akan terancam. Menurutnya, penyakit stunting tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik balita, yang kelak saat dewasa memiliki postur tubuh yang pendek atau kerdil. Namun akibat dari stunting menjadikan perkembangan dan pertumbuhan otak anak jadi terganggu.
“Hal itu akan mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas, serta kreativitas anak di usia-usia produktif,” ulasnya.
Politisi asal Madura ini menyebut, stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Jatim. Bahkan dampak stunting dapat mengancam kemampuan daya saing anak bangsa. “Terutama dapat mengancam hilangnya generasi emas yang ada di Jatim, jika permasalahan stunting tidak segera terselesaikan,” pungkasnya. [geh]

Tags: