Komisi II DPR RI Akui Pilkada Surabaya Jadi Sorotan Nasional

Fandi Utomo

Fandi Utomo

Surabaya, Bhirawa
Kisruh dalam proses Pilkada surabaya yang terjadi sejak awal  hingga kini menurut anggota Komisi II DPR RI Fandi Utomo ternyata menjadi sorotan pemerintah pusat. Bahkan persoalan ini mencuat hingga di tingkat nasional dan menjadi sorotan masyarakat. Kisruh yang terlihat itu berawal dari proses pendaftaran dengan salah satu calon tiba-tiba menghilang, lalu keputusan perpanjangan waktu sampai tiga kali, hingga proses verifikasi calon yang ditutup-tutupi sampai dengan keputusan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) untuk pasangan Rasiyo-Abror.
“Saya heran mengapa di Surabaya sampai terjadi seperti ini, sementara daerah lain tidak begitu. Hal itulah yang akhirnya mendorong saya kesini untuk melihat dari dekat persoalan yang ada. Sampai-sampai KPU mengeluarkan dekresi terkait Pilkada Surabaya,”tegas politikus asal Partai Demokrat Jatim ini yang ditemui di sela-sela seminar di kampus Unesa Surabaya, Minggu (6/9).
Di sisi lain, tambah Fandi yang pernah maju dalam Pilkada Surabaya ini jika berbagai kisruh dalam proses Pilkada Surabaya itu terjadi dikarenakan komunikasi calon incumbent yang buruk dengan partai politik. Dan KPU sudah berupaya dengan melakukan berbagai hal yang mampu menampung keinginan berbagai pihak, artinya bukan penyelenggara yang salah.
Menurutnya, dalam proses Pilkada Surabaya ini calon harusnya aktif dalam melakukan ikhtiar dengan melakukan komunikasi politik yang baik dan aktif. Tapi yang terjadi di Surabaya komunikasi politik calon incumbent antar partai sangat buruk, imbasnya proses Pilkada ini jadi kisruh.
“Di berbagai daerah di luar Surabaya juga banyak calon incumbent yang kuat, tingkat popularitas dan elektabilitas calon incumbent juga sangat tinggi, tapi proses Pilkada di daerah tersebut tidak bermasalah. Ini dikarenakan proses komunikasi politik lintas partai berjalan, tidak malah angkuh atau sok kuat sehingga melupakan pihak-pihak lain yang juga ikut andil dalam proses demokrasi ini,” tutur alumnus ITS Surabaya ini.
Fandi utomo menegaskan, politisi itu harus memiliki kedewasaan dalam merajut dan membangun komunikasi agar apa yang diharapkan bisa terjadi. Misal Surabaya yang diharapkan Pilkada tetap berjalan pada Desember nanti, harusnya aktor-aktor politik di Surabaya yang memiliki kepentingan memiliki kemauan untuk membangun agar yang diinginkan tetap terjadi.
“Jadi apa yang terjadi di Surabaya ini sudah sangat jelas akibat komunikasi politik yang buruk. Yang harus diingat demokrasi di Republik ini demokrasi gotong royong, jadi jangan pernah meniadakan aspek gotong royong ini,” tegasnya.
Bagaimana dengan keluarnya keputusan KPU yang ditengarai menyimpang dari UU Pilkada? Ditegaskan Fandi, karena hal itu proses administrasi, maka dipersilakan kepada siapa saja untuk menggugat. “Kalau memang keputusan KPU dirasa merugikan, silakan saja untuk digugat. Namun di sini yang paling penting adalah bagaimana Pilkada serentak pada Desember 2015 dapat berlangsung,”ujarnya.

Rasiyo Boleh Daftar
DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menyambut baik keputusan hasil penyelesaian sengketa Pilkada yang ditangani Panwaslu Surabaya yakni diputuskannya bakal Cawali Rasiyo untuk mendaftar lagi. “Sejauh yang kami tahu, tidak ada ruang hukum untuk mempersoalkan atau menggugat keputusan sengketa Pilkada Surabaya yang dihasilkan Panwaslu Kota bersama pihak-pihak terkait. Karena penyelenggaraan Pilkada serentak ini dipayungi oleh perangkat undang-undang dan tata peraturan lain yang bersifat khusus, lex specialist,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono, Minggu kemarin.
Menurut dia, kesepakatan Panwaslu itu mengacu pada Surat Edaran (SE) KPU No. 433 Tahun 2015 yang dikeluarkan 3 Agustus lalu. Surat Edaran itu kelihatannya didesain KPU untuk menangani masalah calon tunggal.
Sesuai UU No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada dan Peraturan Bawaslu RI No 8 Tahun 2015, keputusan musyawarah mufakat untuk penyelesaian sengketa Pilkada  bersifat final dan mengikat bagi pihak-pihak terkait, termasuk KPU.
Untuk diketahui KPU Kota Surabaya membuka kembali pendaftaran tahap tiga bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya pada 8-10 September 2015 setelah adanya keputusan penyelesaian sengketa Pilkada oleh Panwaslu. Jadi, pendaftaran yang sebelumnya dibuka pada 6-8 September itu dibuat untuk sosialisasi. Sementara pendaftaran akan dibuka lagi pada 8-10 September. Dengan begitu, keputusan sengketa Pilkada itu tinggal dilaksanakan dalam masa pendaftaran.
Dijelaskan Adi sesuai UU No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, pasal 153 satu-satunya mekanisme peradilan untuk menangani sengketa atas keputusan penyelenggara Pilkada adalah mekanisme Sengketa Tata Usaha Negara.
Itu pun, lanjut dia, sudah diatur secara eksplisit, bahwa sengketa itu berlangsung antara calon gubernur, calon bupati dan calon wali kota dengan KPU sebagai akibat keputusan KPU.
Jika membaca ketentuan itu, maka pihak-pihak lain yang tidak terkait, termasuk warga umum, atau parpol-parpol baik yang mencalonkan atau tidak mengajukan calon dalam Pilkada, tidak diberikan legal standing dan ruang hukum oleh UU Pilkada untuk mengajukan sengketa tata usaha negara. “Maka, dalam konteks Pilkada Kota Surabaya, satu-satunya pihak yang bisa mengajukan sengketa tata usaha negara adalah Bu Risma (Tri Rismaharini) selaku calon wali kota petahana. Itu pun tidak akan ditempuh, di mana Bu Risma pasti menerima apa pun jalan keluar yang dihasilkan lembaga penyelenggara Pilkada untuk mengatasi atau mencari jalan keluar secara sah atas kemacetan Pilkada Kota Surabaya,” katanya.
Satu lagi, sebagai calon wali kota, Rasiyo juga diyakini tidak akan mempersoalkan keputusan penyelesaian sengketa Pilkada oleh Bawaslu Jatim dan Panwaslu Kota Surabaya karena hak konstitusional Rasiyo dijamin utuh di mana beliau bisa mendaftar atau didaftarkan lagi.
“Karena itu PDIP meyakini, penyelesaian sengketa Pilkada oleh Panwaslu sebelumnya mempunyai kepastian hukum yang kuat, kokoh, tak tergoyahkan,” katanya.
Dikatakannya PDIP akan turut mengawal agar penyelenggaraan Pilkada Kota Surabaya bisa digelar tepat waktu, yakni 9 Desember 2015. Rakyat Kota Surabaya pasti keberatan jika Pilkada  sampai ditunda 2017. Kelangsungan pembangunan kota pun akan terancam tanpa arah yang jelas jika sampai Pilkada ditunda 2 tahun. [cty, geh]

Tags: